Jakarta (SIB)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tegas tidak akan mentolerir adanya kerugian negara akibat ego sektoral. Jokowi mengatakan tembok sektoral harus dihancurkan.
"Saya ingatkan lagi, saya tidak bisa mentoleransi, mentolerir terjadinya kerugian negara, terjadinya kerugian masyarakat yang disebabkan oleh ego sektoral dan ego lembaga. Sudah, itu sudah setop, cukup, setop," ujar Jokowi dalam acara Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2022 di Wakatobi, Kamis (9/6).
"Persoalan dimulai dari sini. Semuanya harus membuka diri. Ini lah saatnya forum ini harus kita hancurkan yang namanya tembok sektoral dengan kalau di dalam reforma agraria kita mengenal kebijakan satu peta. Harus semuanya mengikuti ini, harus mendukung ini. Kalau sudah satu peta itu enak banget.
Zamannya, zaman teknologi kayak gini masih pakai manual. Kebangetan banget kita ini," lanjut dia.
Jokowi menuturkan perlunya sistem aplikasi atau platform yang mempermudah perizinan atau sertifikat tanah. Dia berharap ada platform yang bisa menerbitkan izin dalam hitungan jam.
"Bangun sistem aplikasi, bangun platform. Sangat mudah sekali. Kita nggak bisa? Panggil anak-anak muda yang pinter.
Buatin platform ini gimana caranya agar penyelesaian sertifikat itu bisa selesai dalam hitungan tidak hari, tapi jam. Model-model seperti ini yang memang harus kita mulai. Kalau kita nggak mau ditinggal oleh negara lain," kata Jokowi.
Jokowi juga menyampaikan tumpang tindih tidak hanya terjadi terkait persoalan tanah. Dia menyoroti kewenangan antara BPN dan Kementerian PUPR.[br]
"Jalan tol berpuluh-puluh tahun berhenti karena pembebasan lahan. Karena apa? Tidak saling komunikasi antara BPN dengan daerah, antara BPN dengan yang ingin mengerjakan tol Kementerian PU. Ya nggak sambung. Berhenti ada yang 20 tahun, ada yang 10 tahun.
Saya ke lapangan ini persoalan apa toh kayak gini kok nggak rampung-rampung," ujar Jokowi.
"Persoalan kecil tapi nggak bisa diselesaikan oleh pembuat kebijakan. Siapa? kita sendiri. Kan lucu banget kita ini. Saya telepon 3 orang aja selesaikan ini, selesaikan ini.
Persoalannya selesaikan nggak ada 2 minggu juga selesai. Mengapa menunggu sampai 15-20 tahun? Sekarang jadi sambung-sambung jalan karena hal seperti ini," lanjutnya.
Jokowi juga menyinggung pengurusan sertipikat tanah yang tidak terintegrasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemda.
Jokowi menilai persoalan bangsa tak akan rampung karena ego sektoral.
"Termasuk urusan sertipikat juga gitu-gitu. Pemerintah Daerah, di Kabupaten Kota, di Provinsi, di Pusat tidak bekerja secara terintegrasi. Jalan sendiri-sendiri, egonya sendiri-sendiri. Kalau diteruskan nggak akan rampung persoalan negara, persoalan bangsa ini nggak akan rampung," tuturnya.
"Persoalannya kelihatan, solusinya kelihatan, tetapi tidak bisa dilaksanakan hanya gara-gara ego sektoral. Itu lah persoalan kita," lanjut Jokowi.
Jokowi mengingatkan lagi pada seluruh pejabat pemerintah pusat maupun daerah untuk bersinergi. Jokowi menilai transparansi hanya terbuka dalam forum saja.
"Di forum rapat kita harus terbuka, kita harus terbuka, praktiknya tidak. Itu yang kita sering yang lemah di situ. Sekali lagi semua lembaga pemerintah harus saling terbuka dan saling bersinergi," kata Jokowi.
Sengketa Lahan Bahaya
Jokowi juga mengingatkan seluruh pihak untuk menuntaskan sengketa lahan. Jokowi mengingatkan bahaya sengketa lahan.
Jokowi awalnya menyoroti permasalahan sengketa lahan kerap terjadi karena ego sektoral di Kementerian hingga Pemda.
Jokowi berharap lewat GTRA ini bisa mengintegrasikan antara Kementerian dan Pemda untuk menuntaskan masalah sengketa lahan.
"Nggak ada yang lain, agar sengketa-sengketa lahan itu bisa kita selesaikan," kata Jokowi.
Jokowi kemudian bicara potensi konflik akibat sengketa lahan. Dia menyebut urusan tanah warga bisa berdampak ke berbagai sektor.
"Bahaya lho yang kalau sudah namanya sengketa tanah, sengketa lahan bahaya banget. Orang bisa bunuh-bunuhan gara-gara itu. Orang bisa pedang-pedangan gara-gara sengketa lahan.
Antar kampung berantem bisa karena sengketa lahan. Rakyat dan perusahaan bisa berantem karena sengketa lahan," ucapnya.
"Hati-hati, ini hati-hati, dampak sosial, dampak ekonominya bisa kemana-kemana dan kalau sudah pegang yang namanya sertifikat, pegang," lanjut Jokowi.
Jokowi menuturkan sertifikat tanah bisa dipakai untuk jaminan mengakses permodalan ke bank. Dia pun mengingatkan lagi untuk mencegah konflik akibat sengketa lahan.
"Ini bisa memberikan trigger kepada ekonomi karena bisa dipakai untuk kolateral, bisa dipakai untuk jaminan, untuk mengakses permodalan ke bank, ke lembaga keuangan.
Hati-hati. Persoalan yang tidak bisa kita selesaikan merembetnya bisa ke sosial, bisa merembet ke ekonomi," ujar Jokowi.
Jengkel
Jokowi juga merasa jengkel soal proses sertipikat HGB yang hanya dipermudah bagi pemilik tanah luas. Jokowi meminta persoalan lahan di tanah kecil juga bisa segera diproses.
Jokowi semula menceritakan pada 2015 terkait pentingnya sertipikat tanah. Jokowi meminta tumpang tindih pemanfaatan lahan harus segera dituntaskan.[br]
"Tidak boleh lagi ada sengketa lahan karena setiap saya ke daerah, setiap saya ke desa, setiap saya ke kampung selalu persoalan sengketa lahan, sengketa tanah selalu ada," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan seharusnya 126 juta sertipikat tanah diterbitkan untuk masyarakat. Namun pada tahun 2015 baru terealisasi 46 juta.
"Artinya 80 juta penduduk kita menempati lahan tetapi tidak memiliki hak hukum atas tanah yang namanya sertipikat," katanya.
Jokowi lantas mengutarakan kejengkelannya ketika proses sertipikat HGB justru dipermudah bagi pemilik lahan yang luas.
"Dan yang lebih menjengkelkan lagi justru yang gede-geda kita berikan. Ini yang saya ulang-ulang. HGB 10 ribu hektar, nih.
HGB 20 ribu hektar, ini. HGB 30 ribu hektar, ini berikan. Tapi begitu yang kecil-kecil, 200 meter persegi saja entah itu hak milik entah itu HGB tidak bisa kita selesaikan.
Ini lah persoalan besar kita kenapa yang namanya sengketa lahan itu ada di mana-mana. 80 juta lahan yang ditempati masyarakat belum bersertipikat 2015," paparnya.
Jokowi mengatakan permasalahan yang terjadi lantaran sertipikat tanah yang diberikan hanya 500 ribu dalam satu tahun. Kala itu Jokowi memerintahkan Menteri ATR/BPN untuk meningkatkan proses sertipikat tanah setiap tahunnya.
"Kalau setahun hanya mengeluarkan 500 ribu sertipikat artinya masyarakat kita, penduduk kita yang memiliki lahan itu harus menunggu 160 tahun. Kita baru sadar betul bahwa memang ini lah persoalan dasarnya ada di sini. Setahun hanya 500 ribu," kata Jokowi.
"Saat itu 2015 saya perintah kepada menteri ATR BPN saya minta 5 juta tahun ini. Rampung. Saya naikkan. Saya minta tahun ini 7 juta, selesai, rampung. Saya minta tahun ini 9 juta.
Saya cek, selesai. Artinya kita ini memang bisa melakukan, bisa mengerjakan tetapi tidak pernah kita lakukan. Melompat dari 500 ribu kepada 9 juta setahun nyatanya bisa. Sehingga sampai sekarang ini dari 46 juta sudah naik menjadi 80,6 juta sertipikat hak milik sekarang," kata Jokowi. (detikcom/d)