Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat melepasliarkan satwa liar dilindungi jenis Bokoi/Beruk Mentawai (Macaca Siberu) sebanyak 2 ekor dengan jenis kelamin jantan. Kedua satwa tersebut merupakan hasil penyerahan dari masyarakat di kota Padang, Sumatera Barat.
Setelah menjalani proses rehabilitasi dan habituasi selama lebih kurang 5 tahun, sesuai dengan data medis serta pengamatan perilaku dan sifat liarnya maka kedua Bokoi sudah layak untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya di Siberut pada Minggu (24/7) yang lalu.
Pelepasliaran dilakukan BKSDA Sumbar di kawasan hutan Taman Wisata Alam (TWA) Saibi Sarabua, disaksikan oleh perwakilan dari Balai Taman Nasional Siberut, Camat Siberut Selatan, Polsek Siberut Selatan, Pemerintahan Desa Maileppet, Kec. Siberut Selatan.
Kepala Balai KSDA Sumbar, Ardi Andono mengutip pernyataan Prof. Endang Sukara dari LIPI/BRIN, mengatakan Kepulauan Mentawai sangat unik karena terpisah dengan Sumatera hampir satu juta tahun lalu, sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda dari pulau Sumatera. Paling mencolok adalah 4 primata yang endemik di Mentawai, salah satunya Bokoi.
"Untuk itu penanganan satwa primata ini perlu perhatian yang lebih dari yang lainnya," imbuh Ardi dalam keterangan tertulis, Rabu (3/8).
Beruk bokoi sangat berbeda dengan Beruk Sumatera baik warna rambut dan ukurannya. Rambut Bokoi berwarna coklat gelap pada bagian belakang sedangkan pada bagian leher, bahu dan bagian bawah berwarna coklat pucat serta kaki berwarna coklat.
Perbedaan Bokoi dengan beruk jenis lain terletak pada rambut bagian pipi dan mahkota. Bagian pipi Bokoi berwarna lebih gelap daripada beruk lainnya, mahkota bokoi berwarna coklat, rambut pada dahi lebih panjang dan kantong pipinya yang terlihat jelas.[br]
Punggung dan tangannya sering digunakan untuk membawa makanan. Hewan ini bersifat diurnal, arboreal dan terrestrial.
Bokoi lebih banyak menghabiskan waktu di tanah dan sesekali berada di kanopi bawah.
Pakannya terdiri dari buah dan biji-bijian 73.8%, hewan kecil (serangga, anak burung, kepiting, rayap) 12.2 %, Daun-daunan 5,4%, dan Tunas-tunasan 3%. Hidup dari pantai hingga pegunungan dengan hidup berkelompok terdiri dari 15-40 individu.
Panjang badan jantan dewasa antara 49-56 cm dengan berat badan 6-14,5 kg, sedangkan untuk betina lebih kecil dari ukuran jantan.
Ardi turut mengapresiasi dan terima kasih kepada masyarakat dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung upaya pelestarian satwa liar jenis Bokoi. Menurut Red List IUCN, hewan ini berstatus Endangered.
Hewan langka ini termasuk satwa yang dilindungi oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
"Semoga bokoi tersebut hidup dan berkembangbiak lebih baik di habitat aslinya," kata Ardi. (detikcom/a)