Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 21 Juni 2025

Mahfud Minta Kepala Daerah Belajar dari Pengalaman Orde Baru

* “Dosa-dosa” Orde Baru Tidak Lagi Dilakukan
Redaksi - Rabu, 18 Januari 2023 10:19 WIB
334 view
Mahfud Minta Kepala Daerah Belajar dari Pengalaman Orde Baru
Foto : Anggi/detikcom
Menko Polhukam Mahfud Md
Jakarta (SIB)
Menko Polhukam Mahfud Md meminta masa Orde Baru yang mampu bangkit dari krisis tahun 1966 dijadikan pembelajaran.

Termasuk menjadikan kejatuhan masa Orde Baru akibat korupsi, otoriterisme hingga mafia hukum sebagai pelajaran.

"Kita harus bisa belajar dari Orde Baru, bagaimana hebatnya Orde Baru itu bangkit dari tahun '66 karena ketika ekonomi sedang terpuruk, Angkatan Darat yang berkuasa pada saat itu mengeluarkan resolusi dari hasil seminar di Bandung yang menyatakan kalau ingin membangun ekonomi nomor 1 adalah stabilitas politik," kata Mahfud di Rakornas Kepala Daerah, di SICC, Kabupaten Bogor, Selasa (17/1).

"Sehingga waktu itu tata politik dilakukan kepastian hukum mulai dibangun ekonomi tumbuh. Sampai akhirnya mendapat pujian dari berbagai dunia di bidang pangan mendapat penghargaan dari Badan Pangan Dunia. Pertumbuhan ekonominya termasuk dua negara besar yang mencapai 7 lebih yaitu RRT dan Indonesia yang lainnya di bawah itu. Itu di zaman Orde Baru," imbuhnya.

Meski demikian, kata Mahfud, masa orde baru juga jatuh secara tragis. Sebab, lanjutnya, di dalam pembangunan stabilitas politik itu, tumbuh korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Jatuhnya Orde Baru juga tragis di tahun 98 karena apa? Di dalam proses pembangunan stabilitas politik itu tumbuh secara pelan-pelan otoriterisme dan KKN korupsi kolusi dan nepotisme. Sehingga ketika terjadi resesi pada tahun 97 fundamental ekonomi kita lemah, politik kita juga yang semula sangat hegemoni dilawan kemudian oleh rakyat jatuh. Nah kita harus belajar dari itu apa yang terjadi di zaman Orde Baru itu," paparnya.

Mahfud lantas memaparkan 'dosa-dosa' orde baru. Pertama, maraknya mafia pengadilan. Mahfud Md mengungkapkan bahwa saat itu pengadilan, polisi, dan jaksa bisa dibeli. Dia pun meminta hal itu untuk tidak diulang kembali.[br]




"Yang kedua memeriksa yang misalnya bagian proyek-proyek yang sedang berjalan. Proyek yang sedang berjalan itu diganggu, diperiksa. Ini ada korupsinya, ini ada ininya, diperas. Sehingga kita pemerintah sekarang ini membuat kebijakan kalau proyek sedang berjalan belum selesai jangan di awasi dengan pendekatan pidana korupsi. Sudah ada kesepakatan itu aparat pemeriksa internal pemerintah dulu," papar Mahfud.

"Kalau sedang berjalan kepala dinasnya dipanggil, bupatinya dipanggil, gubernurnya dipanggil, sementara kontrak-kontrak sedang berproses lalu alasannya agar tidak korupsi tetapi di balik itu ada bayaran bayaran yang ditarik bagian-bagian proyek 'oke saya akan ini saya anggap tidak ada apa-apa tapi nanti yang proyek itu perusahaan itu, yang proyek itu perusahaan itu. Saya dapat bagian segitu kira-kira begitu'," lanjut dia.

Karena itu, Mahfud meminta agar 'dosa-dosa' orde baru itu tidak lagi dilakukan di era saat ini. Sebab, lanjutnya, hal itu akan mengganggu investasi dan menyebabkan inflasi.

"Saya pemerintah sekarang ini sedang menangani masalah izin usaha perhutanan ini sama Pak ATR. Banyak sekali itu lahan-lahan yang dikuasai oleh pengusaha tanpa sertifikat selama bertahun-tahun uangnya ratusan miliar masuk pengusaha tanpa ada pajaknya, tanpa ada surat-suratnya, dia tidur di Singapura hanya untuk menerima uang setiap hari. Sementara negara disedot," papar Mahfud.

"Dari situ saya katakan kalau ini terjadi bertahun-tahun tentu ini bukan hanya kesalahan pengusaha pasti pejabatnya juga. Terjadi misalnya 20 tahun lalu sudah berapa kali ganti menteri kok terjadi terus kok bersambung, kok tidak diketahui," pungkas dia. (detikcom/a)




Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru