Jumat, 14 Februari 2025

Israel Terapkan Jeda Terbatas, 50 Ribu Warga Gaza Mengungsi ke Selatan

* Curhat Pengungsi Palestina: Cukup Sudah, Kami Ingin Damai
Redaksi - Jumat, 10 November 2023 08:51 WIB
291 view
Israel Terapkan Jeda Terbatas, 50 Ribu Warga Gaza Mengungsi ke Selatan
(AP/Mohammed Dahman)
Foto: Ilustrasi 
Ramallah (SIB)
Juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan sebanyak 50.000 warga Palestina meninggalkan wilayah Kota Gaza. Para warga ini disebut meninggalkan Gaza utara ke wilayah selatan. "Hari ini kita melihat bagaimana 50.000 warga Gaza berpindah dari Gaza utara ke Gaza selatan," kata Daniel Hagari, dilansir AFP, Kamis (9/11).
Daniel Hagari mengatakan warga Palestina meninggalkan kota Gaza lantaran memahami kondisi Hamas yang “hilang kendali”. "Mereka pergi karena mereka memahami bahwa Hamas kehilangan kendali di utara, dan di selatan lebih aman," tuturnya.
Dilansir BBC, warga meninggalkan Kota Gaza setelah pasukan Israel membuka jalan Salah el-Din, jalan utama menuju Jalur Gaza selatan. IDF disebut membiarkan jalan tetap terbuka selama lima jam. Daniel Hagari juga mengatakan tidak ada gencatan senjata.
Disebutkan, militer Israel menerapkan jeda terbatas yang telah disarankan oleh para pejabat AS. Tidak diketahui berapa banyak warga sipil yang masih berada di wilayah Kota Gaza (termasuk kamp pengungsi Shati dan Jabaliya dan sekitarnya), namun beberapa hari lalu, pejabat AS memperkirakan mungkin ada 300.000 hingga 400.000 yang tersisa.



INGIN DAMAI
Banyak warga Gaza harus berjalan kaki melintasi jalur sepanjang 40 kilometer, melewati jalan-jalan yang rusak dan jasad-jasad, serta mengangkat tangan dan mengibarkan bendera putih saat mereka melewati tank-tank Israel. Seorang warga Gaza yang menggendong salah satu balitanya, Amira al-Sakani, mengatakan kepada jurnalis AFP, bagaimana dia melihat jasad anggota Hamas, orang-orang meninggalkan mobil dan ternak mereka untuk berjalan" ketika dia dan keluarganya berjalan kaki menuju Gaza selatan. "Hidup kami tragis, kami tidak menginginkan perang. Kami menginginkan perdamaian. Cukup sudah. Kami lelah," ujar perempuan tersebut, seperti dilansir dari laporan Al Arabiya, Kamis (9/11).
Meskipun ada janji Israel bahwa mereka akan aman di wilayah selatan, angka korban yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Palestina menunjukkan bahwa tidak ada wilayah di Gaza yang aman. Hampir 3.600 orang telah terbunuh di Gaza selatan dan tengah sejauh ini, demikian menurut data Kementerian Kesehatan di Gaza.
Bahkan setelah mencapai wilayah yang dianggap aman, Juru Bicara PBB, Stéphane Dujarric mengatakan bahwa kepadatan penduduk "masih menjadi kekhawatiran utama." Menurut PBB, lebih dari 717.000 orang kini berlindung di 149 instalasi milik Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA), termasuk di wilayah utara, yang telah dipisahkan dari wilayah lain akibat operasi militer Israel.
"Di Pusat Pelatihan Khan Younis, di mana 22.000 pengungsi laki-laki, perempuan dan anak-anak mencari perlindungan, ruang per orang kurang dari dua meter persegi, dan hanya terdapat satu toilet untuk 600 orang," kata Dujarric dalam pernyataan di situs PBB.


Baca Juga:


Tetap Tolak Pemerintahan Abbas
Sementara itu, warga Gaza tetap menolak Pemerintah Otoritas Palestina (Palestinian Authority/PA) yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas jika Hamas kalah dalam pemilu selanjutnya. Mereka tidak memercayai Abbas untuk kembali memimpin, terutama di wilayah Gaza. Seorang warga bernama Kamal mengatakan salah salah satu alasannya karena perseteruan antara PA dan Hamas.
"PA tidak akan melindungi Gaza karena mereka berulang kali berpartisipasi dalam pengepungan dan menindas rakyat Gaza. Semua karena perselisihan dengan Hamas. Kami tidak percaya itu akan adil di Gaza," kata Kamal, diberitakan Al Jazeera, Kamis (9/11). "Presiden selalu memberikan pidato tentang Gaza dan tanggung jawabnya terhadap hal itu. Tapi, tidak ada aksi dari apa yang dia ucapkan," lanjutnya.
Hal yang sama diucapkan oleh Mohamed yang menggambarkan situasi di Tepi Barat di bawah kepemimpinan Abbas. Mohamed mengatakan ada banyak penggerebekan di Tepi Barat sehingga ia tidak mau nasib yang sama dirasakan oleh Gaza. "Mereka tidak mengubah apa pun di lapangan. Inilah alasan pemerintahannya tidak akan menguntungkan Gaza dengan cara apa pun," ujarnya.
Sedangkan warga lain yang bernama Somaia mengatakan yang seharusnya menjadi prioritas Palestina adalah mengenyahkan penjajahan di Palestina. "Satu-satunya solusi atau langkah selanjutnya yang harus didiskusikan sekarang adalah memprioritaskan cara membongkar penjajahan dan kekuasaan militer selama bertahun-tahun di wilayah yang diduduki," jelasnya.
"Itu akan membantu siapa pun yang memimpin Gaza dari faksi-faksi Palestina untuk melakukan yang terbaik bagi rakyatnya dan hanya untuk rakyat," tegasnya.
Suara masyarakat ini dikeluarkan setelah presiden Palestina bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken di Ramallah, Tepi Barat, pada Minggu (5/11) lalu.
Dalam pertemuan tersebut, Abbas menuntut gencatan senjata di Gaza dan mengatakan PA bersedia untuk kembali memimpin Palestina. "Kami akan sepenuhnya memikul tanggung jawab kami dalam kerangka solusi politik yang komprehensif yang mencakup seluruh Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza," ucap Abbas saat itu. (**)


Baca Juga:


SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru