Jakarta (SIB)
Anwar Usman berpotensi kembali menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), setelah keluar putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas perkara gugatan nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.
Putusan tersebut dilansir dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, yang diakses, Kamis (15/2).
Gugatan yang dilayangkan Anwar Usman tersebut, menolak permohonan intervensi dari pakar hukum tata negara, Prof. Denny Indrayana bersama Pergerakan Advokat Nusantara (Parekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Para pemohon intervensi menilai gugatan Anwar Usman ke PTUN tidak tepat, karena meminta jabatan Ketua MK diembannya lagi. Sementara, dirinya terbukti melanggar kode etik dan perilaku kehakiman karena membuka celah intervensi pihak luar MK dalam memutus perkara uji materiil norma batas usia minimum capres-cawapres.
"Menolak permohonan dari Pemohon Intervensi I atas nama Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D dan Pemohon Intervensi II atas nama Pergerakan Advokat Nusantara (Parekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)," demikian bunyi putusan sela PTUN.
"Membebankan biaya dari Putusan Sela ini akan diperhitungkan bersama-sama dengan Putusan Akhir," tutup putusan sela perkara nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.
Dalam pokok gugatannya, Anwar Usman meminta PTUN Jakarta mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan putusan MK 17/2023 tertanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023 - 2028.
Selain itu, Anwar Usman juga meminta tergugat yang dalam hal ini ialah Hakim Konstitusi Suhartoyo, agar ditunda pengangkatannya sebagai Ketua MK melalui putusan MK 17/2023.
"Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023?"2028," tulis pokok permohonan Anwar Usman.
Dengan keluarnya putusan sela dari PTUN itu, apakah Anwar Usman berpotensi menjadi Ketua MK lagi?
Merujuk Pasal 185 ayat (1) HIR atau Pasal 48 RV, suatu putusan lainnya dapat berbentuk putusan sela, yang berarti putusan tersebut dijatuhkan sebelum dijatuhkannya putusan akhir.
MEMBANTAH
Sementara itu, MK mengklarifikasi narasi yang menyebut putusan Hakim Konstitusi Anwar Usman kembali menjadi Ketua MK.
"Tidak benar. Itu informasi data umum di SIPP PTUN Jakarta tentang Gugatan 604 dengan petitum yang diminta penggugat," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono saat dihubungi, Kamis (15/2).
Fajar menyebut data umum tersebut biasanya dimuat oleh pengadilan pada saat gugatan didaftarkan.
"Artinya, itu bukan informasi bahwa Putusan Penundaan dikabulkan, sidang Jawaban Gugatan saja belum digelar. Baru tanggal 21 Februari nanti sidang lagi," jelas Fajar.
Narasi mengenai Anwar menjadi Ketua MK lagi beredar di sejumlah kalangan, seperti pengamat hukum hingga pegiat pemilu.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengaku turut menerima narasi tersebut dari WhatsApp.
"Kalau yang saya terima bukan hanya WA pengamat hukum, tapi juga WA pegiat pemilu dan komunitas hukum tata negara," kata Titi.
Titi mengatakan perkara Anwar masih berproses di PTUN dan belum ada putusan.
Menurut Titi, publik perlu lebih bijaksana merespons informasi yang beredar agar tidak mudah menimbulkan spekulasi dan provokasi.
"Penting untuk memeriksa dan memvalidasi informasi yang beredar agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Namun saya sepakat, bahwa publik perlu untuk mengawal perkara ini," jelasnya.
Berdasarkan laman SIPP PTUN Jakarta, perkembangan terakhir pada perkara ini adalah majelis hakim PTUN mengeluarkan putusan sela pada 31 Januari 2024.
Adapun jadwal sidang selanjutnya diagendakan pada 21 Februari 2024 pukul 10.00 WIB dengan agenda sidang berupa jawaban dari tergugat. (RMOL/CNNI/c)