Selasa, 18 Maret 2025

Naptasia Demung, Perempuan Dayak Lestarikan Seni Karo

Redaksi - Selasa, 11 Februari 2025 09:00 WIB
368 view
Naptasia Demung, Perempuan Dayak Lestarikan Seni Karo
Foto IG
Etnik Karo: Naptasia Demung bersama suaminya Philipusta Sinuraya dalam busana etnik Karo.
Deliserdang (SIB)
Naptasia menguasai hampir seluruh keterampilan terkait kecantikan dan kuliner. Ia mahir menata rias. Hasil pekerjaannya melebihi kualitas profesi make-up artist (MUA). Ia jago memasak. Hasil adonannya lezat melebihi penata boga profesional. Rancang dan tata busana? "Saya membuka dan mengelola Yayasan Tasya Tri Putra Pikerensius," jelasnya di base camp pusat pendidikan luar sekolah di Jalan Besar Tanjung Anom, Deliserdang, Minggu (9/2).


Di yayasan itu tersedia lengkap peralatan untuk menempa individu menjadi ahli tata busana, tata boga dan untuk menjadi MUA. Tetapi ia pun fokus pada seni etnik, khususnya Karo. "Suami saya kalak Karo. Asli," ujar perempuan yang disapa Tasia tersebut. "Sebagai bagian dari orang Karo, saya harus bertanggung jawab menjaga dan melestarikannya," tambah perempuan berdarah Dayak. Asli.


Tasia jadi warga Karo sejak menikah pada 2020 di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat dengan Philipusta Sinuraya. Prosesi meninggalkan status gadis dilakukan supermeriah dengan adat Dayak. "Usai pesta, saya langsung dibawa ke Karo Simalem yang damai ini," tambahnya.

Baca Juga:

Sebagai istri tokoh Karo, Tasia menjalani dengan semaksimalnya. Keahlian yang dibawa dari kampung halamannya dimodifikasi di mana ia bermukim. "Kolaborasilah. Tetapi adat budaya Karo sudah ada pakemnya. Generasi muda tinggal melestarikannya," ujarnya sambil merinci, misalnya soal busana yang sudah baku. "Hanya 'penyesuaian' dengan perkembangan dengan memerhatikan penerapan rancangan, estetika dan lainnya," tambahannya.


***
Terlahir sebagai putri keenam dari tujuh bersaudara putri pasangan Demung (+) - Ny Jata di Entipan Hulu - Sinetau, Kapuas Hulu - Kalimantan Barat pada 23 Mei 1978. Datang dari keluarga terpandang dan tokoh masyarakat membuat Tasia dibimbing dan dituntun menjadi perempuan yang berdisiplin. "Suku Dayak memang sangat menghargai warisan leluhur. Sama seperti kalak Karo," ujarnya. Kebiasaan sejak dini itulah yang membuatnya cepat bersosialisasi dengan adat budaya suami.

Baca Juga:

Meski menjalankan peran sebagai istri tapi Tasia tetap melanjutkan pendidikannya di Fakultas Komunikasi UDA Medan. Suaminya dulu menimba ilmu di kampung halamannya dan setelah menjadi sarjana, kembali ke kampung halamannya. "Saya sebaliknya," kenangnya.


Disebabkan kemahirannya untuk urusan seni dan keterampilan, bersama suaminya mengibarkan Yayasan Tasya Tri Putra Pikerensius sejak 2016. Sudah ratusan bahkan (mungkin) ribuan alumni dari yayasannya dimaksud.


Selain mencetak penyalon, penjahit dan ahli tata boga, Tasia meningkatkan kualifikasi berdasar kegelisahan hatinya. "Saya harus menyelamatkan generasi muda dari peredaran narkoba ilegal," tegasnya. Itulah yang membuatnya menjadi menjadi instruktur di Kementerian Sosial untuk membimbing milenial sehat mental dan rohani.


Dari pernikahannya itu, Tasia dikaruniai putra yang disebutnya sebagai bestie terbaik. Putra pertamanya Krisentus Triganta Sinuraya di Akademi Penerbangan Yogyakarta. Putra keduanya Paulinus Hagita Sinuraya menimba ilmu di SMA St Yoseph.


Selain bestie dari lingkungan keluarga inti, Tasia bergaul dengan seluruh kalangan tanpa memandang latar belakang. Satu di antaranya adalah tokoh perempuan dan organisatoris berkharisma Jenny Resdi Lumban Gaol. "Banyak sekali bestie menjadi keluarga saya di sini. Itulah kebahagiaan," ujarnya.


Mengenai profesinya sebagai pelestari seni etnik, khususnya Karo, Tasia senang jika melihat orang lain tampil maksimal. Mulai handsome hingga cantik. "Penampilan itu adalah yang pertama. Jadi harus smart, chic style," harapnya sambil mengunyah blow. "Sirih ini kaya antioksidan tannin guna mempercepat respon tubuh dalam menyembuhkan luka!" tutupnya. (**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru