Medan (harianSIB.com)
Sidang praperadilan (Prapid) oleh Pemohon Albert Kang, warga Kompleks Royal Sumatera, melawan Termohon Polda Sumut memasuki agenda putusan, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (4/10/2021).
Hakim Tunggal Mery Donna Tiur Pasaribu, menyatakan menolak permohonan prapid Albert Kang seluruhnya.
"Mengadili, menolak permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya," kata hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim menyampaikan penyidikan yang dilakukan polisi telah sah. Bahkan, sebelum meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan, juga telah melalui aturan yang berlaku
"Menimbang, dari alat bukti saksi dan para ahli serta barang bukti, maka hakim berpendapat penetapan tersangka (Albert Kang) telah didukung dengan alat bukti yang sah," ucapnya.
Memanggapi putusan tersebut, Tim Penasehat Hukum (PH) pemohon Junirwan Kurnia menilai, hakim tunggal Mery Dona tidak mempertimbangkan aspek keadilan bagi kliennya.
Dikatakannya, seorang hakim dituntut untuk melihat aspek keadilan dalam memutus suatu perkara.
Ia mengatakan dalam perkara ini harusnya Hakim Mery Dona mempertimbangkan pelapor dalam laporannya menuding Albert sebagai pelaku tindak pidana penyerobotan tanah.
"Tapi pelapor sendiri menunjukkan bukti bahwa Albert sendiri punya izin, harusnya aspek izin itu dipertimbangkan oleh hakim. Ketika pelapor mengatakan Albert menyerobot tanah namun memiliki izin, harusnya perkara itu dihentikan, bukan malah ditingkatkan ke penyidikan," kata Junirwan kepada jurnalis Koran SIB Rido Sitompul.
Ia menilai hakim tidak cermat dan tidak mempertimbangkan rasa keadilan.
Dikatakannya, kalau setiap adanya dua alat bukti suatu dugaan tindak pidana dapat ditingkatkan ke penyidikan, hingga membuat penyidik menjadikan seseorang tersangka, dinilai berbahaya bagi perkembangan hukum lebih lanjut.
"Hakim dalam hukum pidana modern jangan menggunakan kacamata kuda tapi gunakanlah skill ilmu yang baik. Bahwa, alat bukti yang diajukan sebagai syarat harus diteliti, apakah alat bukti itu relevan atau tidak dengan perkara yang dituduhkan," katanya.
Langkah selanjutnya, kata Junirwan, pihaknya akan melaporkan hasil putusan hakim tersebut yang dinilai tidak mencerminkan keadilan bagi kliennya Albet Kang.
"Sesuai janji sebelumnya, kita akan melaporkan kualitas Hakim seperti ini ke Mahkamah Agung," bebernya.
Ia menegaskan sesuai kesepakatan yang telah ditandatangai kedua belah pihak, pihak pengembang PT Victor Jaya Raya dapat kapan saja membongkar renovasi lahan yang dilakukan Albert Kang, tanpa seizin Albert.
"Menurut saya kalau Hakim bisa menjelaskan, di sana ada syarat dua bahwa pihak managemen atau pengembang bisa membongkar. Jika ia membongkar dan dihalangi Albert Kang, baru bisa disebut tanpa izin. Tapi pembongkaran itu tidak dilaksanakan, itu kewajibannya sebagaimana perjanjian," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Albert Kang tersangka penyerobotan lahan di Kompleks Royal Sumatera menjalani sidang prapid dengan Termohon Polda Sumut.
Kasus ini berawal pada tahun 2004, saat Pemohon membeli 2 bidang tanah yang merupakan satu kesatuan seluas ± 2000 M yang terletak di Kompleks Perumahan Royal Sumatera Jalan Letjend Jamin Ginting Km 8,5 Medan dari PT Victor Jaya Raya selaku developer kompleks perumahan tersebut.
Selanjutnya, Pemohon membangun rumah di atas tanah tersebut. Lalu bagian belakang tanah milik Pemohon tersebut terdapat bidang tanah ± 430 M2 milik developer PT Victor Jaya Raya yang tidak terawat yang kondisi (contour) tanah tersebut miring ± 45 derajat, sehingga kerap terjadi longsor. Longsoran tanah tersebut jatuh ke danau kecil serta tanah tersebut banyak ditumbuhi tanaman-tanaman liar, semak belukar sehingga menjadi hunian binatang liar seperti biawak, ular dan lainnya.
Melihat keadaan tersebut, katanya, Pemohon menawarkan untuk merawat tanah tersebut demi keindahan dan keasrian lingkungan sekitar khususnya rumah Pemohon.
Pemasangan batu benteng untuk mencegah longsor, berikut membangun ruas jalan di samping danau seluas 6 meter untuk lintas mobil serta menanaminya dengan tanaman dan rumput hias. Semua pekerjaan itu atas biaya Pemohon sendiri demi estetika dan keindahan lingkungan di sekitar rumahnya.
Untuk merealisasi hal tersebut, Pemohon pada 30 April 2018 membuat/mengirimkan surat kepada pimpinan PT Victor Jaya Raya. Pemohon mengerjakan dan membangun taman atas sepengetahuan dan izin dari yang berhak yaitu PT Victor Jaya Raya diwakili Mr Hwang Jang Suk selaku Project Manager.
Namun, dua tahun kemudian, beberapa kali Pemohon dikirimi surat oleh pemilik tanah agar membongkar tanaman tersebut dengan alasan Pemohon dianggap akan menguasai/menjadikan tanah tersebut sebagai milik pribadi.
Padahal, Pemohon tidak punya niat seperti itu dan tidak pernah mengajukan permohonan kepemilikan tanah tersebut kepada pihak manapun.
Sehingga atas penetapan tersangka tersebut, Pemohon merasa dirugikan secara moral dan psikis. Apalagi Pemohon adalah pengusaha yang bergerak di bidang advertising yang cukup dikenal di Medan hingga mengajukan prapid ke PN Medan. (*)