Medan (SIB)
Rektor Universitas Nias Raya (Uniraya) Dr Martiman S Sarumaha MPd mengatakan ego sektoral menjadi penghambat pembangunan kemajuan di Kepulauan Nias. “Ego sektoral juga diperlukan, tapi harus yang positif. Jika ego sektoral sempit, maka menjadi kendala. Seperti yang terlihat saat ini,” ujarnya di Medan, Jumat (3/2), usai mengikuti rapat persiapan Nusantara Festival Bremen (NFB) yang diadakan di Jerman pada Mei 2023. Rapat koordinasi dihadiri Advisor NFB Prof Dr Sihol Situngkir MBA dan Prof Drs Saiful Anwar Matondang MA PhD yang Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2Dikti) Wilayah I.
Menurut Martiman Sarumaha, barometer keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM) di Kepulauan Nias yang mencakup Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Nias Barat, Nias Utara dan Nias Selatan. Pembangunan sumber daya manusia (SDM), lanjutnya, harus dimaksimalkan. Dikebut. “IPM itu mengacu pada sejumlah komponen. Mulai faktor pendidikan, kesehatan dan pendapatan per kapita masyarakat sampai yang lainnya,” jelasnya.
Banyak sekali orang Nias yang pintar-pintar tapi berada di luar. “Kepala-kepala daerah diharap memanggil pulang warganya untuk membangun kampung halaman. Kehadiran orang Nias yang sukses itu akan langsung memotivasi masyarakatnya untuk memupuk rasa percaya diri hingga memunculkan keinginan menuntut ilmu tinggi-tinggi. Pertanyaannya, apakah sarana dan prasarana untuk memanggil pulang, ada dan kemauan berkorban orang sukses tersebut?”
Ia menunjuk ratusan orang Nias bergelar profesor doktor yang menjabat di eksekutif - legislatif dan yudikatif, tapi belum maksimal ikut membangun kampung halaman. “Disebabkan minim partisipasi dan kemauan ke kampung halaman, kemajuan Kepulauan Nias berjalan tak maksimal. Faktor lain IPM pun terkait langsung dengan faktor kesehatan dan pendapatan perkapita,” urainya.
Rektor Uniraya itu menunjuk adanya Forum Kepala Daerah (Forkada) yang saat ini dipimpin Bupati Nias Selatan Dr Hilarius Duha SH MH. “Pak Bupati sudah maksimal membangun SDM. Apalagi dari sisi pendidikan. Idealnya langkah itu diikuti daerah untuk sama-sama berderap maju,” harapnya.
Disebabkan kondisi seperti dewasa ini, ia khawatir bonus demografi di Kepulauan Nias tidak termanfaatkan maksimal. “Jika bonus demografi tak digarap maksimal, kemungkinan capaian Indonesia Gemilang di Tano Niha tak berhasil,” simpulnya.[br]
Usulnya, kepala-kepala daerah mengambil peran maksimal. Jika Nias Selatan fokus membangun dari sisi pendidikan, komponen lainnya digarap pimpinan di daerah lain. Misalnya dari sisi teknologi. Kemudian yang lainnya menggarap sarana dan prasana kesehatan. Yang lainnya lagi fokus pada infrastruktur. Tetapi semuanya saling terkonvergensi. “Hal seperti itu belum,” pastinya. “UU sudah mengamanatkan, alokasi pembangunan untuk pendidikan 20 persen dan kesehatan 10 persen. Tetapi pelaksanaannya belum maksimal. Termasuk dari sisi pengawasan. Ingat lho, kita saat ini sudah dalam era Revolusi Industri 4.0 yang menuntut elaborasi,” tambahnya.
Ia menyorot peran serta dan semangat berkorban masyarakat. Misalnya untuk membebasan lahan guna pembangunan infrastruktur.
Saat hendak mengeksekusi ide, terjadi kemacetan karena minimnya dana pembangunan serta belum maksimalnya semangat bersedia berkorban untuk pembangunan. “Sebagai orang Nias, saya pantang menyerah. Apalagi putus asa. Nias dapat bangkit, Nias akan jaya jika besinerji dalam kolaborasi positif,” tutupnya. (R10/c)