Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 12 Juli 2025

Hadiri Rapimnas Forkonas CDOB, Kepulauan Nias Siap Jadi Provinsi

Redaksi - Sabtu, 04 November 2023 18:48 WIB
251 view
Hadiri Rapimnas Forkonas CDOB, Kepulauan Nias Siap Jadi Provinsi
Foto: Dok/BPP PKN
Utusan Badan Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Nias (BPP PKN) dipimpin Ketua Perwakilan BPP PKN DKI Jakarta, Sar Zebua (bertopi) dalam Rapimnas Forum Koordinasi Nasional Calon Daerah Otonomi Baru (Forkonas CDOB) di gedung Nusantara V DPR R
Jakarta (SIB)
Badan Persiapan Pembentukan Provinsi Kepuluan Nias (BPP PKN) menghadiri rapimnas Forum Kordinasi Nasional Calon Daerah Otonomi Baru (Forkonas CDOB) di ruang pertemuan Nusantara V DPR RI seperti dilansir harianSIB.com, Rabu (1/11).

Ketua Perwakilan BPP PKN DKI Jakarta, Sar Zebua menyatakan kesiapan Kepulauan Nias menjadi daerah otonom baru setingkat provinsi.

“Kita mendorong pemerintahan saat ini, yang menjabat sampai Oktober 2024, mencabut moratorium dan memberi kewenangan untuk pengelolaan Kepulauan Nias sebagai provinsi,” kata Sar Zebua dalam keterangannya.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo telah melihat kesiapan Kepulauan Nias menjadi provinsi. “Presiden Joko Widodo telah dua kali berkunjung ke Kepulauan Nias dan melihat kesiapannya menjadi provinsi,” ujar Sar Zebua.

Kesiapan Kepulauan Nias menjadi provinsi juga disampaikan Ketua Umum BPP PKN, Christian Zebua saat bertemu Menko Polhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu. Kepulauan Nias, menurut Christian, memiliki dua aspek potensial yang akan menopang provinsi Kepulauan Nias.

“Kepulauan Nias punya dua aspek potensial yang akan menjadi penopang utama pembangunan yaitu sumber daya manusia dan aspek sumber daya alam,” terangnya.

Christian Zebua mengungkapkan besarnya potensi alam Kepulauan Nias yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi. Kekayaan Nias meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, maritim, perindustrian, perdagangan, perdagangan, dan pariwisata. Bahkan beberapa komoditas menjadi komoditas unggulan yang layak ekspor.

“Kita punya sektor maritim yang akan menopang perikanan dan kelautan, sektor pertanian dan perkebunan untuk produksi karet, kelapa dan pisang serta sektor pariwisata,” katanya.

Karena itu, menurutnya, kekayaan dan semua potensi yang dimiliki diyakini akan menjadi penopang bagi Provinsi Kepulauan Nias. “Yang menjadi kendala saat ini bagaimana memaksimalkan potensi tersebut dengan perubahan status Kepulauan Nias menjadi Daerah Otonomi Baru setingkat provinsi sehingga semua potensi akan lebih bisa dimaksimalkan,” ujarnya.

Kepulauan Nias terdiri dari 30 pulau berpenghuni dan 103 pulau tidak berpenghuni berada di bibir Samudera Hindia. Berdasarkan Kepres No. 6 Tahun 2017, terdapat dua pulau dengan status terdepan dan terluar dari Indonesia di bagian barat, Pulau Wunga di sebelah utara dan Pulau Simuk di sebelah selatan.

“Sebagai pulau terdepan dan terluar, saat ini Kepulauan Nias rapuh sebab termasuk daerah 3T (terluar, tertinggal, dan terisolir) dan rawan ancaman,” katanya.

Menurutnya, memperkuat Kepulauan Nias dengan menjadi Daerah Otonomi Khusus (DOB) akan membangun kedaulatan wilayah terdepan yang berbasis maritim.

Saat ini Kepulauan Nias yang memiliki empat kabupaten dan satu kota menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Nias Barat, Nias Utara, Nias Selatan, Kabupaten Nias, dan Kota Gunungsitoli.

Salah satu yang menjadi kendala pembangunan di Kepulauan Nias adalah jarak yang jauh dari Kota Medan sebagai ibukota provinsi yang mengakibatkan Kepulauan Nias minim perhatian.

“Ke Medan itu jauh sehingga perhatian terhadap Kepulauan Nias minim dan dalam satu tahun setiap kabupaten dan kota rata-rata mengeluarkan 50 milyar untuk perjalanan dinas ke Medan”, ujarnya.

Anggaran perjalanan itu, lanjut Christian, bisa dialihkan untuk membiayai pembangunan.

Penasehat BPP PKN, Firman Jaya Daeli juga menegaskan masalah pembentukan provinsi Kepulauan Nias sangat mendesak. Firman mengatakan Kepulauan Nias mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat. Sarana dan prasarana seperti infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, air bersih, serta telekomunikasi, dan transportasi yang masih sangat terbatas jangkauannya.

“Kondisi jalan yang tidak memadai membuat keterhubungan antar satu daerah dengan daerah lain sangat terbatas dan pergerakan ekonomi sangat lambat”, tutur anggota komisi II DPR RI periode 1999 - 2004 yang juga Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia.

Sehingga, menurutnya, masyarakat Nias sangat berharap moratorium tidak diberlakukan pada daerah 3T seperti pada Kepulauan Nias.

Otonomi daerah pada prinsipnya merupakan amanat reformasi yang mengamanatkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Ketua Umum Forkonas CDOB, Syaiful Huda mengatakan paradigma pembangunan saat ini menitik beratkan pada kemandirian daerah bukan terpusat di Jakarta. “Paradigma ini merupakan mandat dan amanat reformasi”, katanya.

Syaiful Huda juga membantah pembentukan daerah-daerah otonom akan menambah beban APBN. “Pembentukan daerah tidak akan menambah beban APBN tetapi sebaliknya menambah pemasukan APBN sebab di banyak daerah otonom baru PAD (Pendapatan Asli Daerah) justru meningkat,” tambahnya.

Rapimnas Forkonas CDOB yang berlangsung satu hari tersebut dihadiri 92 Calon Daerah Otonom Baru (CDOB). Dalam Rapimnas tersebut BPP PKN diwakili oleh Sar Zebua yang didampingi Bazatogu Hia, Esther Telaumbanua, Vocus Harefa, dan Alui Marundruri. (**)





SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru