Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 22 Juni 2025

Seruan Penutupan PT TPL Menguat, Akademisi Minta Negara Dengarkan Suara Rakyat

Duga Munte - Kamis, 15 Mei 2025 18:46 WIB
1.494 view
Seruan Penutupan PT TPL Menguat, Akademisi Minta Negara Dengarkan Suara Rakyat
(Foto: Dok/Duga Munthe)
Shohibul Anshor Siregar
Medan(harianSIB.com)
Seruan agar pemerintah meninjau kembali keberadaan industri bubur kertas PT Toba Pulp Lestari (TPL) di kawasan Tanah Batak kembali menguat. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FISIP UMSU), Shohibul Anshor Siregar, menyampaikan bahwa penolakan terhadap industri tersebut telah muncul sejak awal rencana pendiriannya, ketika perusahaan masih bernama PT Inti Indorayon Utama (Indorayon).

Dalam keterangannya kepada harianSIB.com di Medan, Kamis (15/5/2025), Shohibul menilai bahwa sejarah panjang konflik antara perusahaan dan masyarakat mencerminkan adanya persoalan sosial dan ekologis yang serius.

"Indorayon, yang kini bernama TPL, berdiri di atas penolakan rakyat. Itu fakta sejarah. Konflik yang menelan korban jiwa hingga krisis ekologis masih meninggalkan jejak hingga hari ini," ujarnya menanggapi seruan Ephorus HKBP yang baru-baru ini meminta penghentian operasi TPL.

Baca Juga:

Shohibul menilai bahwa perubahan nama dari Indorayon menjadi TPL tidak diiringi perubahan nyata dalam pola hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitar.

"Hanya berganti nama, tapi pola eksploitatif tetap berjalan. Masyarakat adat tetap merasa menjadi pihak yang dirugikan," tambahnya.

Baca Juga:

Ia menyatakan dukungannya terhadap pernyataan terbuka dari Ephorus HKBP sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap lingkungan dan masyarakat di kawasan operasional TPL. Ia juga membandingkan praktik industri di negara lain yang dinilai lebih memperhatikan aspek lingkungan dan keterlibatan masyarakat.

"Di negara seperti Kanada dan Skandinavia, perusahaan harus melalui proses panjang dengan melibatkan masyarakat adat sebelum memperoleh izin. Di sini, justru seringkali masyarakat merasa diabaikan," ungkapnya.

Lebih lanjut, Shohibul menilai bahwa dalam sistem demokrasi yang sehat, suara institusi keagamaan seperti gereja yang mewakili jutaan umat semestinya menjadi bahan pertimbangan negara dalam pengambilan keputusan.

"Negara harus berpihak, bukan kepada kekuasaan dan modal semata, tapi kepada rakyat dan alam," tuturnya.

Shohibul berharap momentum ini tidak berlalu tanpa respons nyata dari pemerintah. Ia mendesak agar negara hadir secara tegas untuk mencegah potensi krisis yang lebih luas di masa depan.

"Jangan tunggu kerusakan menjadi tidak tertanggulangi. Pemerintah harus bertindak," pungkasnya.

Belum Berikan Tanggapan

Sementara itu, pihak PT TPL belum memberikan keterangan resmi terkait seruan penghentian operasional perusahaan. Dihubungi wartawan di kantor mereka di Gedung Uni Plaza, Medan, Kamis (15/5/2025), seorang staf administrasi bernama Uci menyebutkan bahwa pihak Humas PT TPL sedang berada di luar kota.

"Semua bagian Humas saat ini sedang di Porsea. Mungkin besok mereka sudah bisa memberikan keterangan," ujarnya melalui sambungan telepon.(**)

Editor
: Bantors Sihombing
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru