Senin, 17 Maret 2025
Renungan Buddha Dhamma

Menjaga Kebenaran

Oleh Upa. Madyamiko Gunarko Hartoyo ST MM
Redaksi - Sabtu, 22 Agustus 2020 12:26 WIB
1.615 view
Menjaga Kebenaran
PNG Download.id
Ilustrasi
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai menterinya. Di saat itu, raja memiliki seekor gajah kerajaan yang bernama Mahilamukha, yang sangat bijaksana dan penuh kebaikan, ia tidak pernah melukai siapa pun.

Suatu malam, beberapa orang pencuri berkumpul di dekat kandang gajah itu, mereka duduk sambil membicarakan rencana mereka berupa cara untuk menerobos masuk ke dalam sebuah rumah dengan mendobrak masuk melalui dinding rumah. Sebelum membawa kabur barang-barang curian, masuk dengan cara menerobos atau pun mendobrak dinding harus jelas dan terbuka, seperti melalui darat atau dengan menyeberangi sungai. Gajah tersebut mendengar bahwa dalam membawa kabur barang-barang curian, seorang pencuri harus membuang semua kebaikan dan kebajikan yang ia miliki agar ia cukup kejam. Ia harus menjadi orang yang penuh dengan kebengisan dan kekerasan. Setelah saling mengajari satu sama lain dengan nasihat-nasihat itu, mereka membubarkan diri. Mereka datang lagi keesokan harinya, dan beberapa hari setelah itu, mereka selalu mengadakan percakapan yang sama sehingga akhirnya gajah itu menyimpulkan bahwa mereka datang untuk memberikan petunjuk kepadanya, bahwa ia harus berubah menjadi kejam, bengis dan penuh kekerasan. Dan seperti itulah ia berubah.

Begitu pelatihnya muncul di pagi hari, gajah itu melilit lelaki itu dengan belalainya dan melemparkannya ke tanah hingga ia meninggal. Dengan cara yang sama ia memperlakukan orang kedua, ketiga dan setiap orang yang mendekatinya. Berita itu disampaikan kepada Raja, bahwa Mahilamukha telah gila dan membunuh setiap orang yang terlihat olehnya. Raja segera mengundang Bodhisatta untuk menemukan apa yang telah menyesatkannya.

Bodhisatta pergi ke tempat gajah itu berada, ia memastikan bahwa gajah itu tidak menunjukkan tanda-tanda ada bagian tubuhnya yang sakit. Saat memikirkan kembali semua kemungkinan yang menyebabkan perubahan tersebut, ia tiba pada kesimpulan bahwa gajah itu pasti mendengar pembicaraan orang-orang yang berada di dekatnya. Gajah itu mengira mereka sedang memberikan petunjuk kepadanya, hal inilah yang menyesatkan hewan tersebut. Karena itu, ia bertanya kepada penjaga gajah tersebut apakah belakangan ini ada orang yang melakukan percakapan di dekat kandang gajah pada malam hari. Penjaga gajah mengakui beberapa orang pencuri datang kemari dan melakukan pembicaraan.

Kemudian Bodhisatta pergi menghadap raja menyampaikan tidak ada yang salah dengan gajah tersebut. Ia hanya disesatkan oleh pembicaraan beberapa orang pencuri. Boddhisatta menyarankan raja untuk mengundang orang-orang yang penuh dengan kebaikan, para guru dan brahmana untuk duduk di dekat kandangnya dan membicarakan tentang kebaikan.

Atas izin raja, Bodhisatta kemudian mengundang orang-orang yang penuh dengan kebaikan, para guru dan brahmana ke kandang gajah tersebut, dan meminta mereka untuk membicarakan hal-hal yang baik. Maka mereka semua, duduk di dekat gajah tersebut, membicarakan hal berikut ini, "Jangan menganiaya maupun membunuh. Orang baik harus tahan terhadap penderitaan, tetap penuh cinta kasih serta murah hati." Mendengar kata-kata tersebut, gajah itu berpikir mereka pasti memaksudkan itu sebagai bimbingan baginya, ia kemudian memutuskan untuk berubah menjadi baik. Maka ia pun berubah menjadi baik kembali.

Cerita jataka tersebut mengingatkan kita untuk senantiasa mendengar dan membahas Dharma (kebenaran). Banyak di antara kita seperti gajah tersebut yang awalnya mendengarkan pembicaraan yang tidak benar dari para pencuri kebaikan sehingga berubah berperilaku buruk dengan melukai dan membunuh. Namun dengan mendengar Dharma (kebenaran) yang mulia dari mereka yang bijaksana, gajah kerajaan itu berubah menjadi baik kembali. Hal ini menginspirasi kita betapa kebenaran dalam pikiran kita sering sekali telah diracuni oleh orang buruk di sekeliling kita sehingga perlu senantiasa menyempatkan diri membahas dan berdiskusi tentang Buddha Dharma.

Berdiskusi dan membahas Buddha Dharma merupakan salah satu dari 38 berkah kebahagiaan sebagaimana diuraikan Manggala Sutta. Dengan berdiskusi Dharma, seseorang akan memiliki berkah terus meningkatkan pengetahuan dan pemahaman Dhamma (kebenaran) ajaran Buddha. Dengan cara demikian, kita selalu dekat dengan Buddha Dharma dan ada nilai yang membawa kemajuan bathin bersama. Terutama memberi manfaat yang besar kepada rekan se-Dharma yang sedang belajar dan mencari kebenaran Buddha Dharma. Dengan membahas Dharma, kita dapat menambah pemahaman tentang hidup, hal-hal teknis, sosial, dan sebagainya dan membuka wawasan dalam bingkai Buddha Dharma.

Melalui diskusi Dharma, orang orang yang memiliki kemampuan Buddha Dharma yang rendah berkesempatan meningkatkan kemampuannya. Dengan praktek diskusi dan membahas Buddha Dharma yang baik, seseorang akan terbuka wawasannya dalam memecahkan masalah dengan berbagai jalan dan bukan satu jalan. Di samping itu dengan berdiskusi Buddha Dharma, seseorang berkesempatan mengemukakan pemahaman Dharma secara konstruktif sehingga dapat membantu orang lain ataupun membuka wawasana Buddha Dharma rekan lain serta mendapat karma baik juga tentunya.

Bahkan, diskusi atau pembahasan Buddha Dharma telah terbukti menjadi berkah dalam perjalanan Buddha Dharma. Setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana, sebagian murid Sang Buddha merasa bebas untuk berbuat apa saja yang mereka kehendaki, karena mereka merasa tidak ada lagi orang yang akan menegur atau melarangnya bila mereka melakukan pelanggaran vinaya. Melihat keadaan ini maka Arahat Maha Kassapa merasa perlu mengumpulkan Dhamma demi keamanan, keutuhan dan kemurnian Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha agar tidak timbul perselisihan di kemudian hari di antara para pengikutnya.

Kemudian Arahat Maha Kassapa atas bantuan Raja Ajatasattu dari Magadha, memilih dan mengundang 499 Arahat untuk mengumpulkan ajaran Sang Buddha dalam suatu konsiliasi. Melalui pembahasan bersama Dharma tersebutlah Ajaran Sang Buddha berhasil dikumpulkan dalam tiga kaidah keagamaan bagi agama Buddha yang disebut Sutra (ajaran yang diajarkan oleh sang Buddha sendiri), Vinaya (disiplin-disiplin yang diberikan oleh sang Buddha), dan Abidharma (komentar-komentar dan diskusi-diskusi tentang Sutra dan Vinaya oleh para sarjana di zaman-zaman belakangan) dalam kesatuan Tri Pitaka. (d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru