Terdapat sebuah cerita yang sudah dikenal luas di dunia pemasaran. Sebuah cerita terkait perusahaan produksi sepatu yang mengutus dua orang karyawan pergi ke sebuah pulau untuk melakukan riset pasar. Salah satu dari mereka pulang dengan raut muka yang sedih dan mengabarkan bahwa pulau itu tidak memiliki potensi pasar sama sekali dikarenakan tidak ada penduduknya memakai sepatu. Anehnya, karyawan yang yang satunya lagi pulang dengan wajah sangat bersemangat. Menurutnya, pulau itu merupakan sebuah target pasar yang sangat potensial karena penduduknya belum melihat sepatu dan pasti tertarik untuk memiliki barang yang menurut mereka benar-benar baru. Kisah ini sebenarnya menjelaskan tentang kepandaian seseorang dalam membaca potensi pasar. Karena itu, kisah ini saya harap dapat mempermudah pemahaman kita tentang pentingnya kesempatan. Setiap orang yang melihat bahwa kesempatan itu sangat penting, tetapi pemahaman manusia mengenai kesempatan berbeda- beda. Pulau dalam cerita di atas adalah sebuah kesempatan emas bagi perusahaan sepatu mana pun yang jeli dalam melihat potensinya. Tetapi di mata orang pertama, potensi itu sama sekali tak terlihat sehingga ia merasa putus asa sedih, tanpa perlu kita menertawakan orang seperti ini, karena kita sendiri mungkin juga tidak berbeda jauh dengannya. Sebenarnya, dunia ini selalu membuka kesempatan pada kita di setiap waktu, tetapi terkadang kita tidak menganggapnya penting sehingga ketika kesempatan tersebut telah lewat, barulah kita menyesalinya. Kesempatan yang diberikan untuk orang yang telah mempersiapkan hati. Jika hidup kita selalu statis dan cenderung tidak fleksibel, maka kita tidak akan bisa mendapatkan kesempatan itu. Pada dasarnya, kita harus memiliki hati yang sensitif dan belajar untuk mempertajam pandangan mata agar dapat menyimpan dan menilai kehidupan dengan objektif dan baik.
Banyak sekali orang yang menyia-nyiakan kesempatan. Mereka benar-benar beruntung dapat mengenal ajaran Buddha, tetapi tidak tahu cara memanfaatkan kesempatan itu. Hasilnya, mereka mendalami ajaran dengan setengah hati dan terjatuh ke dalam kejahatan tiga kejahatan kebencian, keserakahan dan ketamakan.
Usia rata-rata manusia di zaman sekarang ini sekitar 70 tahun, kurangkan 70 tahun dengan usia kita saat ini maka itulah perkiraan terbaik sisa waktu kita hidup di kehidupan ini. Waktu tersisa sangat sedikit bagi kita untuk berbuat baik dan memurnikan kehidupan ini! Belum termasuk jika sisa waktu yang ada harus dikurangi dengan periode kita sakit sehingga tidak bisa berbuat baik. Akhirnya waktu yang tersisa teramat sangat amat pendek. Masihkah kita membuang-buang waktu percuma tanpa berupaya mengisinya dengan perbuatan baik? Masihkah kita menunda melakukan perbuatan baik?
Selalu ingatlah perbuatan baik bisa dilakukan dengan menjaga pikiran yang baik, berucap yang baik, dan berlaku yang baik. Berbuat baik janganlah menunggu kesempatan yang besar (kakap). Kesempatan berbuat baik dengan skala sedang atau kecil sekali pun, ambillah.
Jika tidak tersedia kesempatan berbuat baik, kita lah yang seharusnya harus membuatnya. Sebagai contoh, di tempat kita berkebaktian rutin, tidak ada yang menawarkan kita untuk memimpin puja bakti. Kita lah yang membuat kesempatan berbuat baik dengan menawarkan diri kepada pengurus untuk memimpin puja bakti. Tentu saja jika belum terbiasa harus berlatih terlebih dahulu supaya lancar. Ada banyak lagi contoh perbuatan baik kecil yang bisa teramulasi menjadi besar atau banyak jika dilakukan rutin.
Ingatlah ucapan Buddha sesuai Dhammapada syair 122:
Jangan meremehkan kebajikan (meski pun kecil) dengan berkata, “Itu tak akan berakibat apa-apa bagiku.†Seperti tempayan akan penuh oleh air yang jatuh menetes, begitu pula orang bijaksana memenuhi dirinya sedikit demi sedikit dengan kebajikan.
Segera memanfaatkan sisa waktu yang ada di kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Renungkan kereta kehidupan terus bergerak menuju stasiun terakhir. Jangan biarkan datangnya penyesalan timbul di ujung usia. (d)
Sumber
: Hariansib.com edisi cetak