Senin, 10 Februari 2025

Ini Pengakuan WN Malaysia Diperas Polisi Nonton DWP: Transfer Rp 360 Juta ke Rekening MAB dan AT

Redaksi - Sabtu, 28 Desember 2024 10:30 WIB
193 view
Ini Pengakuan WN Malaysia Diperas Polisi Nonton DWP: Transfer Rp 360 Juta ke Rekening MAB dan AT
instagram
Sejumlah penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) asal Malaysia di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, dikabarkan diperas polisi Indonesia.
Jakarta (harianSIB.com)

Amir Mansor (29 tahun) rela terbang dari Kuala Lumpur bersama teman-temannya demi berpesta dan berjoget di ajang Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 13-15 Desember 2024 silam.

Sebagai penikmat musik rave, warga negara Malaysia ini tak mau melewatkan salah satu festival musik elektronik terbesar di Asia itu.

Baca Juga:

"Kami sudah biasa bepergian ke negara-negara Asia untuk datang ke musik festival. Kami pernah pergi ke Thailand, Singapura, Korea, bahkan Indonesia," kata Amir kepada BBC News Indonesia dikutip pada Jumat (27/12/2024).

Tahun lalu, Amir juga datang ke Bali demi DWP. Pengalamannya menyenangkan. Jadi dia memutuskan datang kembali tahun ini.

Baca Juga:

Sialnya, rencananya untuk bersenang-senang selama tiga hari malah berubah jadi mimpi buruk gara-gara "razia" narkoba polisi.

Dikutip dari tribunnews.com, Jumat (27/12/2024), Amir baru saja memesan layanan taksi daring lewat ponselnya ketika dia melihat temannya dihampiri oleh sejumlah orang.

Saat itu, mereka hendak kembali ke hotel setelah menonton malam pertama festival musik tersebut.

"Awalnya saya kira mereka adalah driver ojek online yang sedang mencari pelanggan," kata Amir.

Amir berasumsi demikian lantaran orang-orang itu berpakaian bebas dan tidak menunjukkan tanda pengenal sebagai polisi maupun surat izin penggeledahan.

"Mereka memanggil teman saya yang berjalan dengan saya. Mereka menggeledah teman saya, lalu saya menunggu teman saya karena saya sudah memesan taksi online untuk pulang bersama."

"Mereka [polisi] lalu ikut menarik saya, mengecek dompet dan barang-barang saya," kenangnya.

Dia juga melihat polisi melakukan hal yang sama kepada sejumlah pengunjung DWP lainnya secara acak.

Mereka kemudian dikumpulkan dan dibawa ke Polda Metro Jaya. Sesampainya di kantor polisi, Amir mengaku diminta melakukan tes urine.

Ponsel mereka disita, tak dibolehkan menghubungi siapa pun termasuk pengacara atau Kedutaan Besar Malaysia.

"Mereka cuma mengizinkan kami menghubungi keluarga kami, tapi mereka memonitor komunikasi kami, lalu menyita kembali ponsel kami," terangnya.

"Mereka juga tidak mengizinkan kami menunjuk pengacara. Mereka memaksa kami menandatangani surat penunjukan pengacara yang sudah mereka tentukan."

Pada pagi harinya, polisi memberi tahu hasil tes urine mereka.

"Sebagian dari kami positif dan sebagian lainnya negatif. Tapi walaupun hasil tesnya negatif, mereka tetap mengunci kami di kantor mereka," kata Amir.

"Mereka bilang karena kami datang sama-sama, walaupun sebagian [hasil tes urine] negatif, kami diminta mengaku salah dan membayar untuk bisa bebas."

Amir mengeklaim bahwa dia dan delapan orang temannya diminta membayar Rp800 juta untuk bisa bebas.

"Padahal tidak ditemukan barang bukti apa pun pada kami, hanya tes urine sebagian dari kami hasilnya positif. Kami harus membayar Rp800 juta, walaupun hasilnya negatif, kami tetap harus bayar," jelasnya.

Amir mencoba menawar nominal uang yang harus dibayarkan. Akhirnya, mereka membayar sekitar RM100.000 (sekitar Rp360 juta).

Amir mengeklaim MAB adalah pengacara yang ditunjuk polisi sebagai pendamping hukum Amir dan teman-temannya.

Ada pula seorang pengacara lainnya berinisial AT yang punya peran serupa dengan MAB, klaim Amir.

Menurutnya, AT dikenal sebagai salah satu pengacara di lingkup Polda Metro Jaya.

BBC News Indonesia telah meminta konfirmasi Polda Metro Jaya dan Mabes Polri terkait klaim-klaim Amir ini, namun hingga artikel ini diterbitkan belum mendapat respons.

Editor
: Wilfred Manullang
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru