Saudaraku yang kekasih dalam nama Yesus Kristus, Tuhan kita. Salam sejahtera dan Salam sehat bagi kita semua. Firman Tuhan ini menyerukan agar kita semua, di tengah tantangan maha berat Covid-19 ini, tetap setia beribadah dan memberi persembahan hidup kepada Tuhan !
Saudaraku ! Ada kalanya gereja alpa berbicara tentang persembahan, apalagi tentang uang. Nanti takut dituduh, gereja atau pendetanya mata duitan. Mungkin pengaruh adat ketimuran, sehingga dinilai kurang teologis dan kurang beriman. Apalagi ditopang oleh stigma bahwa uang bisa menjadi sumber dosa atau akar segala kejahatan. Padahal Alkitab berbicara banyak tentang persembahan. Yakub misalnya, berjanji mempersembahkan sepersepuluh dari berkat Tuhan (Kej 28:22).
Persembahan sangatlah vital dalam hidup beriman. Persembahan merupakan tindakan Alkitabiah sebagai produk dari relasi yang mesra dengan Tuhan. Allah memberkati umat, dan umat bersyukur kepadaNya. Persembahan merupakan buah dari penghayatan yang sungguh akan berkat Allah. Bukan seberapa besar yang kita mau atau suka, tetapi seberapa dalam penghayatan kita akan berkatNya. Bukan menjadi beban atau karena terpaksa, namun dengan sukarela dan penuh sukacita.
Umat Israel memiliki sedikitnya tiga momentum hari raya besar. Pertama: Pesta Paskah menjadi perayaan karya pembebasan Allah dari perbudakan Mesir, yang ditandai dengan makan roti tidak beragi selama enam hari (Ul 16:1-8). Kedua: Pesta panen sebagai pengakuan akan pemeliharaan Tuhan dalam hidup mereka di padang gurun yang penuh dengan ancaman dan tantangan hidup, yang ditandai dengan peristiwa penyerahan hukum Taurat. Dan yang ketiga adalah Hari raya Pondok Daun, sebagai pengakuan akan kasih setia Tuhan yang memberkati mereka, baik tanah, segala usaha, serta menghantarkan mereka ke tanah Kanaan. Mereka yang dahulu adalah budak di Mesir, namun kini dibebaskan dan dipulihkan Tuhan sebagai manusia yang merdeka dan egaliter (Ul 16:9-12).
Ketiga hari raya tersebut menjadi pesta sukacita bagi semua, baik anak maupun hamba, orang Lewi, orang asing, anak yatim-piatu dan janda. Dalam setiap hari raya itu, mereka membawa dan memberi persembahan dengan sukarela sesuai dengan pemberian Tuhan dan tidak pernah dengan tangan hampa. Mereka bersyukur, dan tidak melupakan Allah yang memberkati mereka. Mereka beroleh berkat, sekaligus tidak abai apalagi lupa terhadap pemberi berkat itu sendiri.
Persembahan itu diberi setelah Tuhan mengeluarkan mereka dari perbudakan Mesir, setelah dipelihara di padang gurun dan setelah dihantar ke tanah Kanaan, tanah perjanjian. Karya Allah mendahului aksi memberi persembahan. Mereka memberi persembahan, bukan sebelum dikeluarkan dari perbudakan Mesir, atau sebelum disertai Tuhan di padang gurun atau sebelum memasuki tanah Kanaan.
Kita pun menyampaikan persembahan, bukan karena Allah kekurangan. Itu sesat. Sebab Tuhan adalah sumber segala berkat. Memberi persembahan menjadi tanda dan pengakuan yang sungguh akan Tuhan, terutama sebagai bukti iman percaya kepada Allah, yang telah melepaskan kita dari belenggu dosa, yang menyertai kita dalam perjalanan "padang gurun" dunia serta menghantar dan memasukkan kita ke dalam persekutuan kudus dalam kerajaan sorga.
Ibadah dan persembahan memang tidak dapat dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang, persembahan adalah buah nyata dari ibadah, dan ibadah adalah persembahan sejati di hadapan Allah. Jangan sampai manusia tidak lagi merasa hidup ini sebagai berkat. Bila demikian, kita sedang mengkorupsi atau memalsukan berkat Allah atas nama diri sendiri.
Yesus tidak mencela pemberian umat. Namun, Yesus menghendaki pemberian yang tulus. Itu sebabnya Yesus mengapresiasi persembahan seorang janda, karena ia memberi "dari kekurangannya" (Mrk 12:41-44). Persembahan janda yang dua peser itu, bagi Yesus, jauh lebih besar dari persembahan orang kaya itu. Persembahan adalah ungkapan ketaatan dan penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan. Itulah ibadah yang sejati (Roma 12:1). Yesus, sekalipun Dia kaya, Dia telah menjadi miskin, agar kita menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya (2 Kor 8:9).
Di sisi lain, Yesus mengecam kedermawanan palsu yang di-design sebagai show persembahan. Mereka acap memberi sebagai umpan kecil untuk beroleh mangsa yang besar. Mereka memberi dengan tangan kanan, tetapi merampas sesama dengan tangan kirinya. Bagi mereka, adalah lebih mudah bagi seekor unta masuk ke lobang jarum, ketimbang orang kaya masuk ke dalam kerajaan sorga.
Itu bukan berarti Yesus antipati terhadap harta. Uang bukanlah dosa. Yang berdosa adalah orang yang menyalah-gunakannya. Yesus tidak menghendaki seseorang mencintai uang dengan berlebihan, lebih dari pada cinta-kasihNya kepada Tuhan, Sang Pencipta, sumber dari segala berkat.
Tuhan telah memberkati hidup kita, maka hidup kitapun hendaknya dipenuhi dengan ungkapan syukur. Maka, berilah kepada Tuhan seberapa kamu rela, dan berikanlah secara rela seberapa kamu mampu. Dalam konteks itulah kita memaknai ungkapan: orang yang menabur sedikit akan menuai sedikit, dan yang menabur banyak akan menuai banyak pula.
Namun jangan keliru. Besar kecilnya persembahan tidak dapat menjadi neraca besar kecilnya iman dan syukur kepada Tuhan. Namun, kualitas iman seseorang, tentu saja akan tertuang melalui persembahan hidupnya kepada Tuhan.
Di tengah tantangan Covid-19, perolehlah kekuatan dari Tuhan dengan tetap setia beribadah kepadaNya. Dan dengan kerelaan yang tulus, berilah persembahan hidupmu sesuai dengan realitas berkat yang kita terima. Jangan sampai beribadah kepada Tuhan dengan tangan hampa (ayat 16).
Semoga Tuhan memberkatimu, keluarga, usaha dan pekerjaanmu sehari-hari. Semoga pula ibadah dan persembahan kita berkenan di hadapan Allah. Amin ! (d)