Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 26 Oktober 2025

Musim Hujan, Sang Pawang Kebanjiran Kerjaan

- Sabtu, 18 Januari 2014 14:03 WIB
591 view
Musim Hujan, Sang Pawang Kebanjiran Kerjaan
SIB/Int
Ilustrasi
Jakarta (SIB)- Telepon genggam itu berbunyi. Dengan jemari agak gemetar, Yasimah menerima dan menyapa peneleponnya. Tiga menit kemudian, telepon ditutup dan memberitahu putra sulungnya agar nanti malam diantar ke rumah saudaranya di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

“Ini telepon dari saudara. Dia ada hajatan Minggu besok. Minta tolong juga nih,” kata perempuan yang disapa Mpok Imah ini saat ditemui detik di rumahnya, Kramatjati, Jakarta Timur, kemarin.

Tingginya curah hujan belakangan menjadi berkah bagi perempuan berusia 56 tahun ini. Profesi sebagai pawang hujan sudah dilakoni sejak 10 tahun. Dalam kurun itu, berbagai orderan dari pesta pernikahan, khitanan, hingga pembukaan toko sering menghampirinya.

Meski sebagian besar berhasil, tapi kadang upayanya untuk menunda hujan bisa pula gagal. Sindiran dan omelan pun sudah pernah dirasakan dari pemesan jasa karena kegagalannya mencegah turun hujan.

“Kalau alam siapa sih yang bisa ngelawan? Kita kan cuma bantu doa. Yang nentuin ya Tuhan,” ujar perempuan yang juga guru mengaji ini.

Awal tahun ini, Mpok Imah sudah kebanjiran order. Minggu pertama dan kedua, ia harus fokus dengan enam pesta pernikahan dan satu khitanan yang masih di dekat daerah rumahnya.

Seluruh acara itu, menurutnya bisa dikatakan berhasil. Karena selama acara berlangsung, tidak turun hujan. Adapun hujan turun saat dua jam setelah pesta selesai. Kliennya puas dan berjanji bakal menggunakan jasa Mpok Imah lagi kalau ada hajatan.

Namun, di pekan ketiga bulan ini, ia agak ragu karena faktor hujan yang ekstrim. "Kalau tahun sebelumnya, hujan gede susah ditebak. Tapi, emak tiap malam doain supaya gak hujan. Semoga aja enggak susah nanti,” sebut nenek empat cucu ini.

Biasanya Mpok Imah punya rutinitas khusus yang harus dilakukan sebelum hajatan. Sepekan sebelum hari H, persiapannya hanya doa dan zikir 300 kali saat salat Tahajud.

Ia berdoa kepada Tuhan agar nama orang dan jenis hajatannya pada waktu tertentu untuk sementara tidak turun hujan. Untuk medianya, Mpok Imah menggunakan tanah kering dan beras yang ditaruh di kediaman rumah yang punya hajat.

Kalau media ini dirasa masih meragukan dan hujan deras berpotensi turun, ia ada alternatif lain yaitu dengan empat paku yang dibungkus kertas bertuliskan lafal Alquran serta benang jahit.

Empat paku ini harus masih baru dan juga harus ditaruh di rumah yang punya hajatan. “Insya Allah kalau diizinkan Allah bisa enggak hujan. Minimal ditunda dulu hujannya,” kata ibu tiga anak ini.

Mpok Imah mengaku secara pribadi biasanya pada akhir pekan sering melihat awan berbentuk mendung mengumpul tapi cuaca cerah dan panas. Penglihatan ini menurutnya karena kerja para pawang hujan yang sedang mengawal hujan di berbagai daerah.

Biasanya, ia hanya sering meminta untuk “pindah” lokasi atau ditunda dulu turunnya. “Kalau tetap turun, paling hujan gerimis kecil,” ujar perempuan keturunan Banten dan Jakarta ini.

Soal tarif, Mpok Imah mengaku tidak mematok harga khusus. Hanya biasanya setiap klien yang meminta jasanya sudah mengetahui tarifnya. Meski tidak bilang secara gamblang, ia membenarkan kalau tarifnya di atas kisaran Rp 300 ribu untuk sekali acara.

Untuk dua pekan pertama bulan ini, ia menyebutkan pendapatannya sudah lebih Rp 3 juta dari tujuh pesta hajatan. Pendapatan ini meningkat dibandingkan waktu yang sama tahun lalu. “Ini kan buat sambilan bantu orang aja. Kalau rezeki enggak ke mana ya,” tuturnya. (detikcom/d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru