Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 09 November 2025
Sidang Lanjutan Kasus OTT KPK

OK Arya Sudah Atur Pembagian Proyek Serta Jumlah Fee di Dinas PUPR Kabupaten Batubara

- Jumat, 15 Desember 2017 11:24 WIB
532 view
OK Arya Sudah Atur Pembagian Proyek Serta Jumlah Fee di Dinas PUPR Kabupaten Batubara
SIB/Rido Adeward Sitompul)
BERI KETERANGAN: Kepala Dinas PUPR Helman Hedardi memberikan keterangan di persidangan yang digelar di ruang utama Pengadilan TIpikor Medan pada gedung PN Medan, Kamis (14/12).
Medan (SIB) -Bupati Batubara Non Aktif OK Arya Zulkarnain disebut sebagai orang yang mengatur pembagian proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Batubara dan juga jumlah fee yang harus diberikan para kontraktor kepada dirinya.

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) penyuapan Bupati Batubara dengan terdakwa dua kontraktor, Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar yang berlangsung di Ruang Utama Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Kamis (14/12) sore.

Kepala Dinas PUPR, Helman Hedardi yang dihadirkan sebagai saksi oleh Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, satu dari dua terdakwa yang merupakan rekanan itu dikenalkan oleh OK Arya. Sedangkan, Syaiful Azhar merupakan teman lamanya yang diketahui memiliki usaha dibidang pembangunan jalan.

"Awal kenal pak Situmorang di tahun 2017 dikenalkan pak bupati di showroom Ada Jadi Mobil milik Ayen di Jalan Gatot Subroto Medan. Ayen dan pak bupati itu teman lama. Disitu pak bupati bilang pak Situmorang ini ahli dibidang pembangunan jembatan," kata Helman di hadapan majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo.

Sehingga pada pertemuan itu, Helman menyebutkan bila OK Arya selaku Bupati Batubara pernah mengucapkan bahwa setiap pembangunan jembatan, pelaksanaan proyeknya akan dikerjakan oleh Maringan Situmorang.

Apalagi hal itu diperkuat dengan adanya  pengalokasian dana untuk pembangunan jembatan yang ditampung pada APBD Kabupaten Batubara Tahun Anggaran (TA) 2017. "Di 2016 kan ada dibahas item-item proyek untuk Dinas PUPR untuk APBD 2017. Jadi dari situlah pak bupati sudah plot-plot setiap proyek ini untuk si ini. Karena pada prinsipnya ini perintah maka ya saya katakan siap," ungkapnya.

Begitu juga dengan Syaiful Azhar juga mendapatkan proyek pembangunan jalan berkat adanya penunjukkan oleh Bupati Batubara. "Pak Bupati pernah panggil saya, sambil menunjuk item proyek dibagi ini untuk pak Situmorang, ini untuk Syaiful. Walau proses tender tetap dilaksanakan, tapi itu sudah ditentukan sebelumnya termasuk adanya fee 10 persen dari setiap jumlah anggaran proyek yang harus disetorkan ke pak Bupati," terangnya.

Hingga akhirnya pada Agustus 2017 seluruh fee proyek 10 persen kedua kontraktor sudah harus diserahkan melalui Sujendi Tarsono alias Ayen untuk diberikan kepada OK Arya Zulkarnain. "Pak Situmorang ada lapor ke saya. Agar Syaiful segera serahkan feenya karena sudah ditegur oleh pak bupati. Lalu saya kabari Syaiful dan dia tranfer ke rekening BCA saya sebesar Rp 400 juta atas nilai proyek senilai Rp 3 miliar yang dia dapat," jelasnya Helman.

Pada 12 September 2017 OK Arya menelepon Helman Herdadi menanyakan kejelasan uang fee milik Syaiful. Setelah dijelaskannya uang tersebut telah berada di rekening Kadis PUPR, maka OK Arya meminta untuk berkoordinasi dengan Maringan Situmorang. Dan akhirnya KPK menciduk mereka.

"Jam 9 pagi tanggal 12 September pak bupati telpon saya, tanyakan uang Syaiful. Saya bilang sudah sama saya. Pak bupati kemudian minta segera hubungi pak Situmorang dan serahkan uang ke dia. Saya hubungi lah pak Situmorang dan dia bilang mau datang untuk jemput uangnya sekaligus ada yang mau ditandatangani. Ternyata ketika mau ketemu di tanggal 13 Agustus, KPK datang ke rumah. Saya dibawa ke polda untuk dimintai keterangan," ungkapnya.

Diketahui, dalam kasus ini, baru dua terdakwa yang disidangkan yakni Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar selaku kontraktor. Sementara berdasarkan informasi dari penuntut umum KPK menyebut OK Arya, Kepala Dinas PUPR Helman Hedardi dan Ayen yang juga ditetapkan sebagai tersangka, akan menjalani sidang perdana pada awal tahun 2018 mendatang.

Dalam persidangan itu, KPK menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara. (A14/l)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru