Medan (SIB) -Pemimpin Pondok Pesantren Al-Kautsar Tuan Syech Ali Akbar Marbun sangat berterima kasih kepada pemerintah pusat karena sudah menetapkan bandara Silangit menjadi Bandara Internasional Raja Sisingamangaraja XII. "Alhamdulillah, saya sangat berterima kasih kepada pemerintah," kata pria yang akrab dipanggil Buya ini kepada SIB, Rabu (12/9) di Pondok Pesantren Al Kautsar Jalan Pelajar Timur, Kecamatan Medan Kota.
Menurut dia, penetapan lewat SK Menteri Perhubungan ini merupakan penghormatan pemerintah kepada orang Batak. Karena Raja Sisingamangaraja XII adalah pemimpin orang Batak di Tanah Batak. Masyarakat Sumut, khususnya orang Batak yang menghargai jasa pahlawan Raja Sisingamangaraja XII, berterima kasihlah kepada pemerintah," ungkapnya.
Dia menceritakan sekelumit perjuangan Raja Sisingamangaraja XII kepada SIB, agar masyarakat yang belum tahu banyak menjadi paham.
Raja Sisingamangaraja XII berperang melawan Belanda selama 30 tahun (1877-1907) yang disebut Perang Batak. Tidak ada kompromi dengan penjajah, Raja Sisingamangaraja XII berjuang sampai mati, demi orang Batak dan Tanah Batak.
Raja Batak ini anti penjajahan, tidak suka rakyatnya dianiaya dan dijajah, juga anti perbudakan. Raja sangat cinta kepada rakyatnya, jika ada budak ditawan, Raja Sisingamangaraja XII langsung menebusnya agar segera bebas. Raja sangat dekat dengan Tuhan dan rakyatnya. Pernah terjadi musim kering, rakyat mengadu kepadanya. Lalu Raja mengajak rakyat berkumpul di lapangan dan berdoa kepada Tuhan, lalu hujanpun turun. "Raja Sisingamangaraja XII tidak pernah mengutip pajak, inilah pemimpin yang bijaksana, tidak membebani rakyatnya dengan pajak," tuturnya.
Kepada Pemerintah Belanda dia tidak mau negosiasi, segala macam cara sudah dilakukan Belanda agar bisa menguasai Tanah Batak. Banyak hadiah ditawarkan Belanda, mulai dari jabatan menjadi Sultan dengan kerajaan megah dan harta benda apa saja yang diinginkan Raja akan dipenuhi Belanda.
"Tapi Raja tidak bergeming sedikitpun, kemewahan apapun yang ditawarkan Belanda ditolak Raja demi martabatnya sebagai Raja Batak dan orang Batak. Bagi Raja, hanya ada satu kata untuk berunding: tinggalkan Tanah Batak. Sejak itu, pecahlah perang Batak selama 30 tahun. Dalam perang gerilya tersebut, Raja membawa anak dan istrinya ke dalam hutan," tuturnya.
Tuan Syech juga menceritakan bahwa opung(kakek)nya dari sisi ibunya, Dingin Nainggolan, salah satu panglima Raja Sisingamangaraja di benteng Hajoran di Humbang Hasundutan. Panglima tersebut ditawan Belanda dan tidak pernah kembali. Sejak kejadian itu, Raja pindah ke Si Onomhudon, Belandapun melakukan pengepungan, akhirnya Raja Sisingamangaraja XII gugur ditembak Belanda.
Christoffel, pemimpin pasukan Belanda yang menembak Raja Sisingamangaraja XII ditarik pulang ke negaranya Belanda karena telah melakukan kesalahan besar yakni membunuh seorang Raja. Karena peraturan kerajaan Belanda, seorang Raja tidak boleh dibunuh. Christoffelpun menyesal atas perbuatannya itu. Sebelum meninggal, dia meminta cucunya untuk menyampaikan permintaan maafnya yang paling dalam kepada keturunan Raja Sisingamangaraja XII.
"Lalu cucu Christoffel mencari keberadaan keturunan Raja Sisingamangaraja XII, akhirnya dia bertemu dengan salah seorang keturunan Raja Sisingamangaraja, Tiomas br Manurung, istri almarhum Raja Barita Sinambela di Jalan Wahid Hasyim Medan.
Cucu Christoffel tersebut menyampaikan permintaan maaf kakeknya. Christoffel pernah bercerita bahwa Raja Sisingamangaraja XII adalah pahlawan yang luar biasa, pemberani dan tidak mau kompromi kepada penjajah. Belanda dibuat sangat repot, butuh 30 tahun bisa melumpuhkannya. Dia sudah banyak menaklukkan raja-raja Afrika sampai belahan Asia, tapi perjuangan Raja Sisingamangaraja paling sulit diatasi," ungkapnya.
Untuk itu, Buya mengharapkan kepada seluruh masyarakat, baik pejabat maupun rakyat biasa agar menghormati jasa-jasa para pahlawan. Sebagai Ketua Dewan Penasehat Toga Marbun sedunia, dia mengajak keluarga besar Marbun, anak, boru, bere, juga hula-hula agar berterima kasih kepada pemerintah yang menetapkan nama bandara Internasional Raja Sisingamangaraja XII Silangit. Perjuangannya tanpa pamrih, rela berjuang bergerilya di dalam hutan, tanpa menikmati predikat sebagai Raja demi orang Batak dan Tanah Batak. (A10/c)