Medan (SIB)- Gereja harus memainkan peranan sebagai penjaga moral politik dengan tidak terlibat langsung dalam politik praktis. Hal itu disampaikan Dr RE Nainggolan MM yang menjadi keynote speaker pada Dialog bertopik “Peran dan Tanggungjawab Gereja Terhadap Tahun Politik 2014 di Indonesia†yang diselenggarakan PGI Wilayah Sumut pada Syukuran Awal Tahun Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Wilayah Sumut, Sabtu (25/1) di Kantor Pusat GPP Jalan Sempurna Medan.
Itu merupakan salah satu peranan gereja yang harus semakin proaktif dalam mengatasi berbagai persoalan mendasar yang dihadapi bangsa seperti isu korupsi, kemiskinan dan kesenjangan sosial, pengangguran, pelanggaran HAM, perusakan lingkungan, pengaruh globalisasi yang semakin kompleks.
Salah satu persoalan yang sedang dihadapi adalah Pemilu Legislatif 2014 sebagai penentu arah perjalanan bangsa ke depan.
Untuk mensukseskan Pemilu 2014 maka gereja harus mengajak semua jemaat menggunakan hak pilihnya untuk menentukan masa depan bangsa.
Gereja harus terus menerus melakukan penyuluhan agar jemaat menggunakan hak pilihnya.
Tuntutan itu sesuai dengan gambaran umum gereja tentang sikapnya kepada politik yaitu gereja terpisah dari negara, gereja melibatkan diri dengan politik praktis dan gereja melakukan politik moral untuk memberi pencerahan pada jemaat agar dapat melakukan perbaikan.
Pedoman yang ditekankan pada jemaat untuk memilih adalah bahwa calon yang dipilih harus memiliki kemampuan melakukan tindakan, memiliki rekam jejak yang baik, karakter dan menjaga dan mengawal bangsa dan negara untuk 5 tahun ke depan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan gereja yaitu bagaimana gereja mempengaruhi jemaat untuk senantiasa melakukan hal hal yang benar.
Bagaimana gereja mendidik para jemaatnya untuk menjadi bertanggungjawab serta memampukan jemaat melakukan hal hal konkrit pada pemerintah, mendukung calon tertentu karena menilai calon yang benar dan rekam jejak yang baik. Bahkan gereja juga bisa menjadi partai politik untuk menyuarakan suara jemaat.
Dr RE Nainggolan didampingi Ir Ronald Naibaho MSi sebagai moderator menegaskan, gereja dan jemaatnya perlu membuat penegasan akan pilihan mendukung calon baik legislatif maupun eksekutif.
Gereja sudah saatnya menjadi pemilih dan pemilah calon yang dinilai baik dan layak didukung.
Namun perlu ditegaskan pula bahwa dukungan itu harus berdasarkan pada kriteria objektif dan tidak semata mata karena alasan sempit, sesaat apalagi transaksional.
Lebih ekstrim lagi bahwa apabila dalam suatu keadaan tidak ada calon seiman yang bisa didukung maka gereja boleh memberikan dukungan kepada calon dari keyakinan yang lain yang dirasa paling memenuhi kriteria dari segi karakter, integritas dan kemampuan serta yang paling penting komitmen menjaga keutuhan bangsa dan negara.
Secara menyeluruh bahwa peranan gereja tidak terbatas hanya dalam mendukung calon, justru peran gereja yang paling dibutuhkan adalah mengawasi kinerja calon yang didukung setelah menempati kedudukannya.
Bishop GKPI Pdt Patut Sipahutar MTh yang hadir sebagai pembanding pada dialog itu mengatakan bahwa bahwa hubungan gereja dan politik adalah hal yang realistis dan tidak boleh diingkari karena gereja hidup di dalamnya.
Posisi gereja adalah sebagai Pejuang keadilan bagi semua agama dan semua golongan. Yang selalu diperjuangkan gereja adalah pesan Tuhan tentang keadilan.
Dilematika yang dihadapi gereja saat menghadapi Pemilu 2014 adalah ketika berhadapan dengan para calon legislatif.
Pengajuan calon legislatif yang berasal dari partai politik seringkali bertolak belakang karena ketika mencari massa mesin partai tidak berfungsi. Sehingga para calon datang kepada pimpinan gereja bukan kepada pimpinan partai.
Kehadiran para calon legislatif kepada pimpinan gereja kerap menjadi dilematis karena yang datang bukan satu orang dan bahkan dari berbagai partai.
Kedatangan para calon legislatif itu seringkali mempertunjukkan diri seolah olah sebagai pejuang Kristen bukan sebagai pejuang bangsa. Padahal para calon dari Kristen seharusnya jangan menjadikan diri seolah olah caleg orang Kristen sehingga tidak mampu berbaur lagi dengan suku dan agama lain.
Di saat menghadapi situasi dilematis itulah maka gereja harus berani mengambil sikap dengan melakukan seleksi secara objektif dan konsekwensi memberi pilihan dengan ada yang dikorbankan melalui pertimbangan yang objektif pula.
Bahkan komunikasi antar pimpinan gereja juga dibutuhkan untuk mendapatkan calon yang benar-benar berkwalitas dalam memperjuangkan keadilan.
Akhirnya pilihan akan jatuh pada calon bukan berdasarkan uang tapi komitmen dan jejak rekam kalaupun harus mengorbankan orang orang tertentu.
Berdasarkan hasil polling yang sudah dipublikasi, para calon legislatif tidak perlu lagi khawatir dengan money politics terhadap para pemilih tapi yang perlu dikhawatirkan adalah penyelenggara pemilu.
Dalam satu polling itu menunjukkan bahwa 52,1 persen masyarakat menerima pemberian dari calon legislatif. Kemudian. 18, 1 persen terpengaruh pada pemberian itu, dan 21 persen tetap pada pendiriannya tanpa terpengaruh pada pemberian para calon legislatif.
Sementara Rikson Sibuea menanggapi dialog itu bahwa gereja harus terlibat secara aktif dalam politik moral untuk ikut menentukan ke arah mana bangsa ini dibawa. Bahkan gereja harus bisa menjadi penjaga jemaat yang terpilih dalam pemilu sehingga calon yang terpilih benar benar bisa menyuarakan suara jemaat.
Dikatakannya, sinergitas Gereja dan Caleg akan membawa gereja menjadi tidak anarkis politik lewat politik transaksional.
Ketua GAMKI Derman Nababan yang juga sebagai (Hakim Tindak Pidana Pemilu) mengatakan bahwa presentase yang sangat minim yang akan terpilih pada pemilu dari jumlah caleg yang ikut bertarung akan menjadikan tahun 2014 menjadi Goncangan bagi para celeg. Untuk itu gereja harus bisa memberi tips tips bagi caleg hang akan menang dan kalah.
Di contohkannya bahwa seorang putra gereja RE Nainggolan yang melewati Pilgubsu tahun lalu walaupun tidak terpilih tapi pelayanannya tetap membumi.
Dialog yang dihadiri para calon legislatif pimpinan gereja dari berbagai aras gereja, tokoh masyarakat dan para politisi diselenggarakan PGI Wilayah Sumut untuk mengoptimalkan peranan gereja dalam menghadapi tahun politik 2014.
Hadir pada acara itu Ketua PGI Wilayah Sumut Pdt Dr Jamilin Sirait, Ketua Jansen Ricardo Sitanggang SH, Bishop DR JH Manurung, Bishop GMI Pdt Darwis Manurung, Sekretaris Pdt Enida Girsang MTh, Bendahara Umum Pdt Lucas Timotheus, Wakil Sekretaris Umum Pdt Hotman Hutasoit, anggota PGI Pdt Nettina Samosir dan Sihar Cibro Sekjen GPP Pdt Erwin Tambunan MTh, Bishop GKPI Bishop Patut Sipahutar MTh, Bishop GTDI P Zebua MA, Bishop Pdt Elias J Solin STh, Ir GM Chandra Panggabean, sejumlah calon legislatif untuk DPRD Kabupaten Kota, Provinsi dan DPR RI dan sejumlah pendeta dari berbagai gereja. (A9/f)