Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 20 Desember 2025
Lampiran Perpres Investasi Miras Dicabut

Pebisnis Kuliner UKM Sumut Bingung, Impian Resto Tuak-Nira Buyar

Redaksi - Rabu, 03 Maret 2021 08:56 WIB
724 view
Pebisnis Kuliner UKM Sumut Bingung, Impian Resto Tuak-Nira Buyar
Andri Ginting
Ilustrasi
Medan (SIB)
Sejumlah pebisnis usaha kecil menengah (UKM) di bidang usaha kuliner minuman lokal di daerah ini prihatin dan bingung atas sikap pemerintah yang mencabut lampiran Pepres Nomor 10 Tahun 2021 tentang investasi minuman keras (miras).

Praktisi perhotelan dan restoran di kawasan Danau Toba, Maranti Tobing dari Hotel Toledo Inn, dan Eddin Sihaloho dari Prima Hotel (keduanya di Samosir), dan Ketua Umum Asosiasi UMKM Sumut, Ujiana Sianturi secara terpisah menyebutkan impian dan rencana para pelaku bisnis kuliner berupa minuman khas Batak seperti tuak manis atau arak legit, serta merta jadi buyar akibat pencabutan kembali Perpres tersebut.

"Kemarin, begitu terpublisir penerbitan Perpres tentang Investasi Miras itu, banyak rekan dan mitra bisnis yang menghubungi dan mengajak saya untuk segera membentuk koperasi yang khusus memproduksi minuman tuak-nira dengan kualitas dan kemasan standar agar bisa beredar resmi di cafe-cafe atau restoran konsumen tertentu. Koperasi skala UKM atau UMKM ini tadinya akan mencakup usaha penyulingan air nira atau aren, pengolahan bahan baku menjadi tuak hingga pemasaran ke cafe-cafe di restoran tunggal atau restoran dalam hotel," ujar Maranti Tobing kepada SIB melalui hubungan seluler, Selasa (2/3).

Hal senada dicetuskan Eddin Sihaloho yang juga pengurus pusat Komite Independen Batak (DPP KIB), bahwa ada tiga faktor yang menjadi rekomendasi publik atas semangat dan rencana para pebisnis kuliner UKM Batak untuk membuat 'usaha legal' produksi miras Batak pasca penerbitan Perpres Nomor 10 tahun 2021 kemarin.

Ketiga faktor yang sempat diwacanakan untuk pertimbangan Pemda Provinsi dalam rekomendasi proses ke BKPM (pusat) adalah: pertama, publikasi resmi Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Utara (Disbun Sumut) Ir Herawaty pada Maret 2019 yang menyatakan produk nira atau aren merupakan '6 Komoditi Prioritas' sektor perkebunan Sumut yang mencakup kopi, kakao, karet, kelapasawit, tembakau dan aren/nira. Kedua, rekomendasi (lisan) Kapolda Sumut (ketika itu) Irjen Pol Agus Andrianto yang mengusulkan agar tuak dapat digunakan untuk terapi pengobatan dan rehabilitasi para korban narkoba. Ketiga, sosialisasi ilmiah oleh anggota DPR RI Hinca Panjaitan (juga pada 2019) tentang riset Journal of Experiment& Clinical Anatomy, bahwa tuak juga bisa menjaga kesehatan tubuh bagus untuk ginjal, produksi ASI dan perawatan payudara.

Sikap serupa juga disebutkan Anna Sianturi, bahwa tadinya Perpres itu disambut baik karena akan memposisikan sejumlah minuman beralkohol dari produksi tradisional menjadi produk sah-legal di pasaran. Selain karena sudah merupakan produk minuman khas yang melekat dalam konsumsi masyarakat adat Batak dan juga di sejumlah daerah lainnya (Bali, NTT, Papua, Menado), juga karena sudah menjadi mata pencaharian sebagian warga Batak (Toba, Karo, Simalungun) mulai dari kerja penderesan dan penyulingan air nira (marragat), pengolahan berupa proses fermentasi dengan campuran sari beras ketan, hingga adonan bahan produk (mardai tonggi) sebagai minuman siap teguk.

"Tidak ada jaminan kalau minuman tuak atau arak Batak sebagai produk ketegori miras itu akan stop atau tutup di pasaran atas pencabutan kembali Perpres Investasi miras ini. Kalau memang sejak awal proses katanya ditolak, kenapa bisa lolos dan disetujui Presiden. Bingung kita" ujar Anna Sianturi dengan prihatin karena sudah sempat akan diundang satu pihak UKM kuliner Batak yang ingin mendirikan Resto Tuak-nira dalam bentuk koperasi di daerah ini. (A05/d)
Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru