Jakarta (SIB)
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, meminta pemerintah daerah (Pemda) dan pemerintah pusat mempercepat realisasi anggaran belanjanya. Harapannya, dapat mendorong laju ekonomi Tanah Air pada kuartal II-2021.
"Kita harapkan belanja pemerintah pusat atau daerah secara agregat, atau secara akumulatif, total, terutama di kuartal kedua ini dapat dipercepat realisasinya dalam rangka untuk memulihkan ekonomi kita," ujar Tito dalam keterangan tulis, Jumat (28/5).
Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo, Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 tumbuh 7 persen. Menurut Tito, target ini dapat terealisasi jika pemerintah pusat dan daerah bekerja sama untuk melakukan belanja-belanja produktif, tepat sasaran, yang dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi.
"Kita harapkan bisa meningkat, bahkan bisa terdongkrak di atas 7 persen, ini memerlukan kebersamaan realisasi belanja pemerintah pusat maupun daerah," tuturnya.
Kendati begitu Tito mengingatkan bahwa untuk mencapai angka yang diperkirakan, maka harus diiringi dengan pengendalian kasus Covid-19. Empat indikator pengendalian Covid-19 seperti angka positivity rate, angka kematian, angka kesembuhan, dan keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR), harus dimonitor dengan baik.
Tak hanya itu, Mendagri juga terus mendorong agar pemerintah daerah mempercepat eksekusi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang menjadi bagian dari program nasional untuk mengendalikan pandemi.
"Kita harapkan (vaksinasi) untuk lansia segera selesai sehingga bisa dilanjutkan (ke) sektor-sektor lainnya, terutama yang rentan untuk penularan, seperti sektor transportasi, pasar ya, kemudian juga hotel, restoran, dan lain-lain," bebernya.
Counter Cyclical
Terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih mengandalkan penerapan counter cyclical sebagai upaya menjaga belanja negara untuk bisa meminimalkan kerusakan akibat Covid-19.
"Salah satu instrumen yang paling penting adalah APBN dan counter cyclical. APBN berarti kita harus melakukan dan menjaga belanja negara untuk bisa meminimalkan damage/kerusakan akibat Covid-19," kata Sri Mulyani, dalam Webinar Pascasarjana UPH-Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan Sin Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia, Jumat (28/5).
Counter cyclical artinya mengambil pendekatan sebaliknya, yaitu mengurangi pengeluaran dan menaikkan pajak selama ekonomi sedang booming, serta meningkatkan pengeluaran dan memangkas pemungutan pajak ketika sedang dalam masa resesi.
Dengan kebijakan counter cyclical tersebut digunakan untuk penanganan dampak pandemi baik untuk bidang kesehatan, membantu masyarakat yang paling rentan, membantu usaha kecil menengah, membantu dunia usaha dan tetap menjaga kegiatan ekonomi.
"Karena lebih dari setahun ini banyak dari kegiatan masyarakat yang berubah dan itu menyebabkan perubahan yang sangat drastis dan fundamental bagi banyak dunia usaha," ujarnya.
Kendati begitu, Pemerintah tetap berusaha untuk memulihkan perekonomian dengan memberikan dukungan pada masyarakat dan memprioritaskan penanganan Covid-19. Dengan adanya pandemi Covid-19, APBN keuangan negara mengalami perubahan dan mengalami tekanan yang sangat besar bahkan syok yang sangat berat akibat Covid-19. Sehingga Pemerintah harus melakukan suatu fondasi baru di dalam menghadapi Covid-19 ini.
Salah satunya, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perpu nomor 1 tahun 2020 yang menjadi undang-undang nomor 2 tahun 2020 sebagai landasan bagi Pemerintah untuk merespon kondisi konflik pandemi yang luar biasa ini.
"Kalau kita lihat dampak Covid yang begitu luas secara global, kontraksi ekonomi secara global hampir semua negara di dunia mengalaminya, hanya sedikit negara yang tidak mengalami kontraksi dan kontraksinya pun bervariasi begitu dalam," pungkasnya. (Merdeka.com/d)