Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 28 Oktober 2025

5 Fungsi Puasa yang Memerdekakan dan Mempersatukan

Redaksi - Rabu, 06 April 2022 10:33 WIB
211 view
5 Fungsi Puasa yang Memerdekakan dan Mempersatukan
Foto: Ist/harianSIB.com
Ilustrasi puasa saat bulan Ramadhan.
Jakarta (SIB)
Umat Islam di seluruh dunia tengah melaksanakan ibadah puasa Ramadan dengan rangkaian ibadah yang mempersatukan dan memerdekan. Merdeka dari nafsu, egoisme, fanatisme, adu domba dan perpecahan. Semangat Ramadan yang memerdekan dan mempersatukan ini bisa dicapai saat umat Islam mampu memahami fungsi dan makna dibalik ibadah berpuasa tersebut.

Dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta Muhammad Suaib Tahir menyebutkan, setidaknya ada lima fungsi berpuasa yang perlu dipahami umat agar mampu memerdekakan diri dari dorongan-dorongan hawa nafsu yang justru dapat menimbulkan perpecahan dan merusak esensi Ramadan sebagai bulan yang suci.

"Saya melihat bahwa puasa membentuk karakter seseorang. Artinya, puasa ini memiliki beberapa fungsi terhadap seseorang yang menjalankannya. Pertama, puasa memiliki fungsi konfirmatif," ujar Suaib, di Sentul, Bogor, Selasa (5/4).

Dengan berpuasa, jelas Suaib, seseorang mengkonfirmasi bahwa dirinya adalah hamba Tuhan yang beriman. Dengan menyelenggarakan puasa, berarti menyatakan diri sebagai hamba yang tunduk pada perintah Allah SWT.

Kedua, fungsi puasa adalah lebih bersifat kepada purifikatif, artinya membersihkan jiwa. "Jadi, Ramadan ini adalah sebuah kesempatan untuk membersihkan diri dari hal-hal dan kebiasaan buruk," ujar pria yang juga Pengamat Timur Tengah ini.

Ketiga, fungsi iluminatif, yaitu untuk memperbaiki sesuatu. "Sebagaimana puasa mendorong kita untuk memenuhi target, untuk berpindah dari derajat ke derajat lain dalam hal karakter dan ketakwaan," ungkapnya.

Keempat, fungsi preservatif, yaitu bagaimana puasa yang konteksnya ibadah serta urusan antara manusia dan Tuhan, mampu juga memberikan kebermanfaatan. Misalnya dalam segi kesehatan.

"Puasa menjaga keadaan tubuh kita, seperti yang sering kita dengar ada seorang dokter dan para ahli ahli mengatakan bahwa berpuasa itu memberikan kesehatan. Terbukti banyak yang merasakan manfaat bagaimana mengatur makanan dengan baik," ujar Suaib.

Kelima, fungsi transformatif, yaitu berpuasa seharusnya mendorong seseorang agar dapat bertransformasi menjadi umat yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Dengan memahami fungsi-fungsi dari puasa itu, kita akan bebas dari kungkungan hawa nafsu yang selalu akan mengarahkan kita kepada hal-hal yang negatif yang tidak bermanfaat bagi seseorang," tutur jebolan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, itu.

Suaib mengungkapkan, makna Ramadan sebagai bulan yang memerdekakan adalah bagaimana seseorang mengontrol hawa nafsu. Artinya, manusia yang berpuasa dan beriman serta bertakwa pada Allah SWT akan terbebas dari pengaruh hawa nafsu atau dorongan-dorongan hawa nafsu.

"Ketika orang-orang sudah bebas dari dorongan-dorongan hawa nafsu itu, tentunya manusia akan kembali ke naturalnya bahwa kita semua ini adalah sama, kita ini adalah satu, kita tidak boleh terpecah-pecah," jelas Wasekjen Pengurus Besar Darud Da'wah Wal Irsyad (PB DDI) ini.

Suaib juga menyinggung polemik dan permusuhan yang kerap terjadi di terkait pembatasan operasional rumah makan selama Ramadan. Menurutnya, hal ini terjadi ketika seseorang gagal memaknai dan memahami fungsi Ramadan. "Ketika kita tidak memahami fungsi puasa tadi, maka akan mendorong kita kepada hawa nafsu," jelas peraih doctoral Islamic Universitas Khartoum, Sudan, ini.

Ia menyebut, tindakan pemaksaan penutupan operasional sejumlah rumah makan sebagai fanatisme kosong, tanpa ilmu.

Hal ini harus diredam agar tidak semakin menimbulkan perpecahan suku, ras, budaya, dan khususnya agama itu sendiri di tengah pluralisme bangsa. "Saya pikir, apa pun itu harus ilmu. Jadi, orang yang fanatik itu harus belajar, harus membaca lebih banyak," katanya.

Pasalnya, menurut Suaib, sering kali masalah di tengah masyarakat yang terkait dengan agama dan persatuan umat diakibatkan penceramah yang menganggap dirinya memiliki ilmu agama mumpuni, padahal sebenarnya tidak.

"Karena orang kalau sudah punya ilmu tentunya tidak akan fanatik, enak untuk diajak berbicara. Artinya, ketika dia berbicara dia akan memberikan pengetahuan bagi kita. Beda jika orang itu tidak punya ilmu, kita hanya akan membuat pertengkaran yang tidak ada gunanya," tegasnya.

Terakhir, Suaib berpesan untuk seluruh masyarakat agar bisa bersama-sama menyadari bahwa bangsa Indonesia ini sangat beragam. Jadi, tidak boleh merasa diri paling benar, yang pada akhirnya justru malah merusak keindahan negeri yang beragam ini.

"Kita hidup di dalam satu komunitas yang berbeda-beda. Karena perbedaan ini adalah suatu keniscayaan. Tetapi, jangan sampai perbedaan itu menjadi saling menjatuhkan dan saling menimbulkan persoalan antara yang satu dengan yang lainnya," pungkas Direktur Eksektutif Damar Institute ini. (RM/f)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru
431 P3K Pemkab Labura Dilantik

431 P3K Pemkab Labura Dilantik

Aekkanopan(harianSIB.com)Sebanyak 431 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di Lingkungan Pemkab Labuhan Baru Utara (Labura) dila