Jumat, 11 Oktober 2024

Ahli: Kandungan BPA pada Kemasan Polikarbonat Sangat Sedikit dan Aman

Donna Hutagalung - Jumat, 30 Agustus 2024 11:22 WIB
263 view
Ahli: Kandungan BPA pada Kemasan Polikarbonat Sangat Sedikit dan Aman
Foto: SNN/Int
Ilustrasi air minum kemasan dalam galon.
Jakarta (harianSIB.com)

Seorang ahli polimer lulusan University of Applied Science Darmstadt, Jerman, Oka Tan, mengungkapkan, kandungan Bisfenol A (BPA) dalam pembuatan kemasan polikarbonat, termasuk galon air, berada dalam jumlah yang sangat sedikit.

Menurutnya, BPA hanya akan bermigrasi jika kemasan tersebut meleleh, kondisi yang sangat jarang terjadi.

"BPA pada produk jadi berada dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga tidak mungkin kemasan polikarbonat melepaskan BPA dalam jumlah besar," jelas Oka, dalam keterangannya baru-baru ini.

Baca Juga:

Ia menambahkan, BPA yang terikat dalam bentuk polimer pada galon polikarbonat tidak akan bermigrasi meskipun terjadi benturan, gesekan, atau paparan sinar matahari.

"BPA dalam polimer tidak akan bermigrasi kecuali kemasan meleleh. Namun, hal ini tidak pernah terjadi karena kemasan polikarbonat tahan panas hingga lebih dari 200 derajat Celsius," ujarnya.

Baca Juga:

Oka juga menjelaskan, gesekan yang mungkin terjadi selama proses distribusi tidak akan mempengaruhi bagian dalam galon.

"Gesekan hanya terjadi pada bagian luar galon, sehingga tidak mungkin terjadi migrasi BPA ke dalam air. Kekhawatiran tentang mikroplastik yang muncul akibat gesekan pun hingga saat ini belum terbukti secara ilmiah," tambahnya.

Menanggapi opini yang berkembang di masyarakat, Oka menegaskan pandangan tersebut tidak terbukti secara ilmiah.

Sebelumnya, seorang profesor ahli farmakologi dari Universitas Airlangga, Junaidi Khotib, menyatakan, ambang batas aman BPA mungkin perlu diperbarui, mengingat migrasi BPA dari polikarbonat dapat dipengaruhi oleh tingkat keasaman cairan, suhu penyimpanan dan paparan sinar matahari.

Namun, Oka menekankan kembali BPA tidak akan bermigrasi meskipun terjadi gesekan selama distribusi atau paparan sinar matahari.

"Setiap orang boleh beropini, tetapi faktanya, gesekan terjadi di luar galon, bukan di dalamnya. Jadi, tidak ada kemungkinan migrasi BPA kecuali kemasannya meleleh," tegasnya.

Lebih lanjut, Oka menjelaskan, sebelum digunakan sebagai kemasan minuman, galon polikarbonat melalui proses anil, di mana kemasan tersebut dipanaskan ulang agar lebih kuat. "Polikarbonat dipilih karena tahan banting," jelasnya.

Secara prinsip, Oka menegaskan penggunaan polikarbonat masih diizinkan oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat serta badan pengawas di negara-negara lain, termasuk Indonesia.

"Jika dianggap berbahaya bagi kesehatan, kemasan ini seharusnya sudah ditarik dari peredaran sejak lama. Namun, kenyataannya tidak demikian," ungkapnya.

Ia juga menyebutkan, polikarbonat bahkan dikembangkan lebih lanjut untuk pembuatan Tupperware di Irlandia, Amerika, dan Belgia.

"Ini menunjukkan polikarbonat masih dianggap aman untuk digunakan," katanya.

Oka mengakui, BPA dapat mempengaruhi kromosom, tetapi menegaskan penggunaan polikarbonat sebagai kemasan sudah diteliti secara mendalam di Eropa, Amerika, dan negara lainnya, dan tidak ditemukan bukti bahaya.

"Jika memang berbahaya, polikarbonat pasti sudah dilarang sejak lama," tandasnya.

Oleh karena itu, ia berpendapat isu tentang BPA sering kali dihembuskan karena persaingan bisnis.

"Di seluruh negara, belum ada kasus migrasi BPA dari kemasan polikarbonat yang melebihi ambang batas aman. Semua masih di bawah limit yang ditetapkan," tutupnya. (*)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
komentar
beritaTerbaru