Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 09 November 2025

Ketum Himapsi Samrin Girsang SPd: Falsafah Simalungun ‘Tolu Sahundulan’ Sebagai Penopang Kehidupan Harmoni

- Sabtu, 18 Maret 2017 15:05 WIB
1.341 view
Ketum Himapsi Samrin Girsang SPd: Falsafah Simalungun ‘Tolu Sahundulan’ Sebagai Penopang Kehidupan Harmoni
Samrin Girsang SPd
Simalungun (SIB) -Acara adat Simalungun baik suka maupun duka, keberadaan 'Tolu Sahundulan' selalu ada di dalamnya. 'Tolu Sahundulan' itu adalah 'tondong' (paman), 'sanina' (saudara), 'anak boru' (ipar kandung, menantu, kemanakan).  Tiga kedudukan dasar tersebut kemudian berkembang menjadi 5 dengan falsafah 'tolu sahundulan lima saodoran' yaitu 'tondong' (paman), 'sanina' (saudara), 'suhut' (tuan rumah) yang menjadi titik sentral kerja adat, 'anak boru jabu' (ipar kandung, menantu dan panogolan, kemanakan) dan 'anak boru mintori' (iparnya ipar).

Setiap pegelaran adat Simalungun berlangsung, kedudukan 'tolu sahundulan lima saodoran' selalu hadir dan memiliki peran masing-masing. Sanina 'pengalopan riah' (membuat kesepakatan), tondong 'pangalopan podah' (memberi saran dan masukan) dan boru 'pangalopan gogoh' (memberi tenaga menyelesaikan kerja adat). Jika satu saja tidak ada, maka ketimpangan pun akan terjadi dalam pesta adat Simalungun.

"Imbasnya, acara adat tidak berjalan dengan baik dan hubungan kekeluargaan pun akan retak, maka ikatan emosional dalam kekeluargaan tidak terwujud dengan baik," kata Ketua Umum Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Himapsi) Samrin Girsang Spd, Jumat (3/3) di Saribudolok.

Oleh karena itu, falsafah 'Tolu Sahundulan' dalam masyarakat adat Simalungun berperan sebagai penopang kehidupan yang harmoni. Ketika kedudukan itu hadir secara lengkap dalam acara adat, maka acara itu pun berjalan dengan sempurna serta penuh dengan kebahagiaan dan hubungan emosional sesama masyarakat adat Simalungun terwujud dengan baik.

'Selain acara adat, orang-orang di dalam Tolu Sahundulan itu pun sangat berperan mengatasi permasalah dalam lingkungan keluarga, baik dalam keadaan susah maupun senang. Misalnya, ketika 'sanina' dalam keadaan susah, 'tondong' dan 'anak boru' kerap hadir untuk membantu, begitu juga sebaliknya," kata Samrin.

Menurutnya, falsafah 'Tolu Sahundulan' dalam adat Simalungun memiliki makna yang sangat luar biasa, karena sangat berperan menjalin hubungan emosional di lingkungan keluarga maupun masyarakat Simalungun yang beradat. Setiap masyarakat Simalungun yang memiliki marga, falsafah 'Tolu Sahundulan' selalu melekat dalam dirinya. Jika tidak, maka kekerabatan keluarga itu dipertanyakan.

"Apabila falsafah itu dihormati dan dijalankan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat Simalungun yang beradat, maka kerukunan serta kebahagiaan akan tercipta dengan baik. Kehidupannya pun pasti lebih bahagia. Itulah maka disebut, 'Tolu Sahundulan' sebagai penopang kehidupan yang harmoni di tengah masyarakat adat Simalungun," ujarnya. (C12/c)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru