Bangkok (SIB)- Pengadilan Konstitusional Thailand hari Jumat (24/1) mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu 2 Februari yang selama ini ditentang demonstrasi anti-pemerintah bisa ditunda. Namun keputusan untuk menggelar atau menunda pemilu diserahkan kepada pemerintah dan komisi pemilihan umum.
Ketua Komisi Pemilu Thailand sebelumnya telah mendesak agar pemilu ditunda karena demonstrasi yang melanda Thailand. Namun PM Yingluck Shinawatra menegaskan tidak akan menundanya. Yingluck memutuskan menggelar pemilu setelah membubarkan Parlemen Desember lalu untuk meredakan krisis politik. Kerusuhan yang dimulai sejak Desember telah menewaskan sembilan orang dan lebih 550 orang terluka.
Dalam perkembangan terbaru dilaporkan puluhan demonstran merusak penunjuk nama Kepolisian Thailand. Para demonstran ini melepas huruf yang membentuk nama Royal Thai Police di markas besar kepolisian setempat. Tidak hanya itu, mereka juga mencoret-coret dinding penunjuk nama tersebut dengan kata-kata kritikan untuk polisi. Juru bicara Kepolisian Thailand, Mayor Jenderal Piya Uthayo menuturkan, sedikitnya ada 21 demonstran yang terlibat aksi pengrusakan ini.
Menurut Piya, polisi terus mengumpulkan bukti-bukti sebelum menyidangkan mereka. Akibat perbuatan para demonstran ini, penunjuk nama tersebut harus dilepas seluruhnya untuk diperbaiki. Dibutuhkan dana yang tidak sedikit untuk memasang kembali huruf-huruf tersebut. Sementara itu, pasca insiden ini, beredar sejumlah pertanyaan dalam tubuh internal kepolisian Thailand. Sebagian besar pertanyaan tersebut mempertanyakan bagaimana citra polisi di mata publik saat ini.
Pertanyaan ini berkembang di internet dan media sosial. Yang paling menyita perhatian ialah tanggapan dari seorang pengguna media sosial setempat, yang mengaku dirinya seorang polisi, menyampaikan sejumlah pertanyaan kepada publik.
"Apakah kalian benar-benar berpikiran bahwa semua polisi itu buruk? Polisi mungkin memang menerima suap dari pengusaha atau orang-orang yang melanggar hukum, tapi kalian bersedia membayar untuk aktivitas ilegal kalian?" ucap polisi dengan nama akun p.suksri5150 tersebut.
"Polisi mengikuti perintah dari atasannya, sebelumnya di bawah pemimpin demo Suthep Thaugsuban ketika dia masih menjabat Wakil Perdana Menteri, tapi ketika mereka mengikuti perintah atasannya saat ini, mereka dikecam sebagai kroni mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Apakan kritikan semacam ini benar-benar tidak bias dan dipikirkan dengan baik," imbuhnya.
Desak Personil Militer Periksa Hak SuaraPerdana Menteri sementara Thailand Yingluck Shinawatra dalam pertemuan Dewan Pertahanan meminta petinggi militer untuk menginstruksikan para personilnya memeriksa hak suara mereka menjelang pemilihan 2 Februari mendatang. Pertemuan tersebut telah dipindahkan dari Kementerian Pertahanan ke markas Angkatan Udara Kerajaan Thailand untuk menghindari demonstran, menurut laporan surat kabar the Nation.
Sementara Suthep Thaugsuban, pemimpin protes yang juga sekretaris jenderal Komite Reformasi Demokratis Rakyat (PDRC) Kamis memimpin ribuan pengunjuk rasa berbaris dari tempat unjuk rasa Asoke untuk menentang Keputusan Darurat Negara.
Dalam perkembangan lain, semua kantor perusahaan utama pemerintah dan negara di Provinsi Songkhla selatan telah ditutup oleh oleh demonstran. Namun, semua rumah sakit dan kantor polisi masih beroperasi secara normal.
Dalam upaya mengakhiri protes anti-pemerintah, Menteri Tenaga Kerja sementara Chalerm Yubamrung mengatakan bahwa Pusat Penjaga Ketentraman dan Ketertiban (CMPO) sedang mempertimbangkan menggunakan Keputusan Darurat untuk memenjarakan para anggota terkemuka PDRC.
Chalerm, yang juga direktur CMPO, mengatakan ia berencana untuk mengeluarkan perintah untuk menangani PDRC dalam kasus Pelumpuhan Bangkok yang dimulai dari 13 Januari. Chalerm menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan kekerasan terhadap demonstran, tetapi akan melaksanakan dekrit darurat itu untuk menangkap pemimpin inti PDRC dalam rangka menghentikan protes.
Chalerm mengatakan bahwa ia memiliki daftar termasuk nama-nama kelompok kapitalis yang mendukung kegiatan PDRC. Dia mengatakan bahwa mereka akan dikenakan tindakan hukum cepat jika ditemukan melanggar hukum. Pemerintah sementara pada Selasa mengumumkan Keputusan Darurat di ibu kota dan beberapa daerah di dekatnya, yang mulai berlaku Rabu selama 60 hari.
Sementar sekitar 79,6 persen dari 1.018 penduduk Thailand yang disurvei dalam jajak pendapat terbaru menyatakan kesediaannya untuk memberikan suara mereka dalam pemilu 2 Februari meskipun kekerasan dan aksi-aksi protes meningkat.
Hasil survei yang dilakukan oleh Universitas Bangkok, yang disiarkan Jumat, menunjukkan bahwa 9,9 persen responden mengatakan mereka tidak akan pergi ke tempat pemungutan suara (TPS) dan 10,5 persen menyatakan ragu-ragu.
Sekitar separoh dari responden mendukung pemilihan yang dijadwalkan 2 Februari, sementara 20,4 persen mengatakan mereka lebih suka pemilu ditunda. Menurut hasil jajak pendapat, 21,6 persen orang yang disurvei setuju dengan kudeta militer, sementara 56 persen tidak setuju.
(AP/Detikcom/R15/w)