Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 14 Desember 2025

Morsi Kembali Disidang atas Kasus Pembunuhan Demonstran

* Komisi HAM PBB Kecam Tindakan Keras Terhadap Awak Media
- Minggu, 02 Februari 2014 13:52 WIB
288 view
 Morsi Kembali Disidang atas Kasus Pembunuhan Demonstran
SIB/AP photo
Pasukan keamanan Mesir membubarkan pendukung presiden terguling Mohamed Morsi yang berunjukrasa di Kairo, Sabtu (1/2). Morsi bersama 14 orang lainnya kembali diadili dengan dakwaan membunuh demonstran di tahun 2012.
Kairo (SIB)- Presiden terguling Mesir, Mohamed Morsi bersama 14 lainnya, kembali disidangkan, Sabtu (1/2), dengan dakwaan membunuh demonstran di tahun 2012. Kelompok pendukung Morsi, Ikhawanul Muslimin telah menyerukan aksi demo nasional. Kelompok tersebut menganggap Morsi tetap sebagai presiden terpilih Mesir.

Sidang diadakan di akademi kepolisian yang dijaga ketat. Dalam kasus ini, Morsi dan 14 terdakwa lainnya dituduh memicu pembunuhan para demonstran oposisi pada Desember 2012 lalu di luar istana kepresidenan. Persidangan sebelumnya terpaksa ditunda dikarenakan kondisi cuaca, sehingga tak memungkinkan untuk membawa Morsi dari penjara ke pengadilan.

Morsi menghadapi empat persidangan terpisah. Dalam persidangan atas kasus lainnya yang digelar pada 28 Januari lalu, Morsi bersikeras bahwa dirinya tetap menjadi presiden Mesir yang sah. Dalam persidangan itu, Morsi dan 130 terdakwa lainnya didakwa atas kaburnya para tahanan dari penjara selama pergolakan tahun 2011 yang mengakhiri kediktatoran Hosni Mubarak yang telah berlangsung tiga dekade.

Sementara itu militer Mesir melancarkan serangan udara di wilayah semenanjung Sinai. Menurut militer, serangan itu menewaskan tujuh militan. Serangan udara ini dilancarkan kurang dari sepekan setelah para jihadis menembak jatuh sebuah helikopter militer di wilayah tersebut.

Militer Mesir menyatakan serangan tersebut mengenai para militan terkait kelompok Ikhwanul Muslimin yang dipimpin Morsi. Otoritas Mesir telah menyatakan Ikhwanul sebagai organisasi teroris meskipun kelompok itu telah berulang kali mengecam serangan-serangan jihadis terhadap aparat keamanan Mesir.

"Serangan menargetkan empat rumah ekstremis berbahaya yang terkait kelompok Ikhwanul Muslimin di kota Sheikh Zwayed, sebelah selatan Sinai Utara," demikian pernyataan militer Mesir. Diimbuhkan bahwa tujuh militan tewas dan lima lainnya luka-luka dalam serangan itu. Sebelumnya pada 25 Januari lalu, para militan menembak jatuh helikopter militer di Sinai. Akibatnya, lima tentara Mesir tewas.

Sementara itu Komisi HAM PBB menilai laporan berbagai pelecehan, penahanan dan penuntutan wartawan nasional dan internasional di Mesir mengkhawatirkan, dan meminta penyidikan independen atas semua laporan kekerasan terhadap wartawan.

Badan tersebut mengutuk kekerasan yang ditujukan terhadap wartawan, terutama insiden yang melibatkan polisi dan pasukan pemerintah lainnya. Kantor PBB mencatat wartawan yang akhir pekan lalu hendak meliput ulang tahun ketiga revolusi Mesir, diserang dan terluka, lainnya ditahan pihak berwenang.

Jurubicara kantor HAM PBB, Rupert Colville, seperti dilansir situs VoA Sabtu (1/2), menyatakan menjadi semakin sulit dan berbahaya bagi wartawan untuk melaksanakan tugas di Mesir. Ia mengatakan suasana menjadi semakin mengancam sejak pengumuman hari Rabu bahwa tuduhan terorisme diajukan terhadap 20 wartawan.

Jaksa agung Mesir menyatakan bermaksud menuntut 16 warga Mesir dan empat wartawan asing yang bekerja untuk jaringan televisi al-Jazeera. Mereka menghadapi tuduhan membantu kelompok teroris dan membahayakan kepentingan nasional. Menurut Colville, perkembangan ini menjadi keprihatinan besar.

"Mereka orang-orang yang membawa kamera, bukan senjata. Kamera hendak menjelaskan, bukan membungkam, informasi mengenai yang terjadi. Jadi, sangat tidak bisa diterima bila wartawan dinyatakan mendukung terorisme. Ini perkembangan yang benar-benar mengkhawatirkan dan kami berharap ini akan berubah segera," ujar Colville.

Ada lima staf al-Jazeera yang kini ditahan. Colville menyatakan wartawan televisi itu ditarget secara sistematis sejak penggulingan Presiden Mohamed Morsi Juli lalu, dan ini telah menimbulkan kekhawatiran yang meluas di kalangan wartawan yang bekerja di Mesir. Kepada VOA, ia menyatakan, bekerja dalam lingkungan sarat pembatasan dan ancaman seperti itu sangat merugikan kebebasan berekspresi dan berpendapat.

"Menurut saya, dalam situasi seperti ini, koreksi diri sayangnya tidak terhindarkan, dan itu salah satu keprihatinan utama kami dalam hal kebebasan berpendapat. Jelas sangat merusak kalau wartawan berada dalam tekanan semacam itu dan benar-benar mencemaskan keselamatan fisik mereka," lanjut Colville. Colville menyatakan wartawan yang tidak terkait al-Jazeera telah diserang pendukung pemerintah yang keliru menyangka mereka dari jaringan televisi berbasis di Qatar itu.

Jurubicara kantor HAM PBB mengatakan ada keprihatinan yang semakin meningkat mengenai wartawan yang ditahan yang dilaporkan menjadi sasaran perlakuan buruk, atau ditahan dalam kondisi yang tidak sesuai standard HAM internasional. (VoA/x)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru