Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 14 Desember 2025

Korupsi Rugikan Eropa Rp1.468,8 Triliun Setiap Tahun

- Rabu, 05 Februari 2014 15:37 WIB
265 view
Korupsi Rugikan Eropa Rp1.468,8 Triliun Setiap Tahun
Thailand (SIB)- Negara-negara Eropa masih bermasalah dengan praktik korupsi. Padahal Eropa tengah berjuang keras keluar dari krisis keuangan. Menurut laporan Uni Eropa, yang dihimpun kantor berita Reuters, setiap tahun korupsi telah merugikan Eropa sebesar 120 miliar euro atau sekitar Rp1.468,8 triliun. Jumlah ini setara satu persen dari output ekonomi di kawasan itu.

"Korupsi merendahkan kepercayaan para warga atas institusi-institusi demokratis dan aturan hukum. Korupsi juga merusak ekonomi Eropa dan negara-negara yang sangat membutuhkan pendapatan dari pajak," kata Ketua Komisi Eropa Hubungan Internal, Cecilia Malmstrom. 

Ini merupakan kali pertama UE membuat laporan itu, yang dipublikasikan di Brussels pada Senin waktu setempat. Laporan ini hanya mendata 28 negara anggota UE. Laporan soal kerugian yang timbul akibat korupsi ini termasuk mengejutkan. Pasalnya, Uni Eropa sering dikenal sebagai satu dari kawasan yang bersih dari korupsi.

Di kalangan pebisnis, menurut laporan tersebut, tersebar anggapan bahwa satu-satunya cara untuk sukses adalah melalui koneksi politik. Selain itu, hampir setengah dari perusahaan-perusahaan yang berbisnis di Eropa mengaku bahwa korupsi merupakan masalah bagi mereka. Selain itu makin bertambah warga di UE yang merasa bahwa korupsi di kawasan ini makin parah dan kasus-kasusnya beragam. Hampir semua perusahaan di Yunani, Spanyol, dan Italia yakin bahwa korupsi telah menyebar. Namun kejahatan itu langka terjadi di Denmark, Finlandia, dan Swedia.

Banyak warga UE yakin bahwa korupsi kini kian parah akibat masalah-masalah ekonomi dan keuangan di kawasan pengguna zona euro. Krisis ini dipicu masalah utang yang melanda sejumlah negara pengguna euro. Perusahaan-perusahaan konstruksi, yang sering terlibat tender atas proyek-proyek pemerintah, sering bermasalah dengan korupsi. Hampir delapan dari sepuluh perusahaan itu mengeluh masih adanya praktik demikian. (Rtr/vvn/W)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru