Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 07 Juli 2025

Petani di Desa Pematang Terang Galau, Musim Panen Kali Ini Sangat Mengecewakan

Sutan S Silaen - Senin, 14 Oktober 2024 12:41 WIB
370 view
Petani di Desa Pematang Terang Galau, Musim Panen Kali Ini Sangat Mengecewakan
Foto: SNN/Sutan Silaen
LANGSIR: Tampak petani melangsir padinya menggunakan jalur sungai menggunakan sampan plastik, Senin (14/10/2024).
Sergai (harianSIB.com)
Petani di Desa Pematang Terang, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), merasa galau karena musim panen kali ini sangat membuat kecewa dan tidak sesuai dengan harapan.

Musim panen ini kebetulan bersamaan dengan musim hujan. Dan musim hujan inipun memang tidak seperti biasanya, karena disertai angin kencang.

Berdasarkan laporan masyarakat petani kepada Jurnalis SIB News Network (SNN), Senin (14/10/2024), kebanyakan aktivitas panen kali ini dilakukan dengan cara manual tradisional, padahal seharusnya cara panen ini sudah tidak dilakukan lagi untuk masa sekarang ini.

Baca Juga:

Para petani yang hendak memanen padinya harus mengarit padinya sendiri terlebih dahulu, ataupun mengupahkan untuk diarit. Kemudian dimasukkan ke dalam karung atau goni, lalu di bawa atau dilangsir ke kampung atau ke rumah masing-masing, untuk selanjutnya diproses dengan alat mesin panen seperti thresher ataupun combine harvester di rumah para petani.

Saat membawa atau melangsir ke rumah petani, para petani juga mengalami kesulitan. Petani tidak bisa menggunakan jalan usaha tani sepanjang DAS Sungai Pematang Terang ke Ria-ria karena jalan tersebut hancur, berlubang dan becek atau berlumpur dalam.

Baca Juga:

Alternatif lain, para petani melangsir dengan menggunakan jalur air dari sungai. Petani membuat sampan dari plastik yang disebut "sampan melango".

Kedua ujungnya diikat, lalu diisi dengan jerami, lalu dimasukkan karung atau goni berisi padi yang diarit, lalu dibawa menuju kampung atau rumah petani dari alur sungai.

Kegalauan para petani bertambah, karena cuaca ekstrem, hujan hampir setiap hari terjadi, disertai angin kencang, sehingga semua padi yang siap dipanen tumbang atau rubuh rata dengan tanah.

Padi-padi yang tumbang tersebut sudah mulai menghitam dan mulai tumbuh bijinya karena terkena rendaman air sawah. Untuk antisipasi hal ini, maka para petani turun langsung untuk memanen padinya sendiri.

Dari antara hamparan persawahan yang paling sulit untuk di panen adalah kawasan di Blok 7 dan 8. Kawasan persawahan inilah yang banyak tumbang padinya dan air juga banyak di hamparan sawah tersebut. Selain itu, jalan usaha tani juga paling hancurpun di kawasan ini.

Silaen, petani yang merasakan dampak ini sangat kecewa berat. Biasanya ia bersukacita saat musim panen tiba, namun situasi kali ini berbanding terbalik. Ia hanya bisa pasrah kepada Yang Maha Kuasa, semoga musibah ini cepat berlalu.

"Berangsur semoga cepat selesai panen kami ini, semua upaya sudah kami lakukan. Arit sendiri lalu bawa hasil aritan padi via jalur sungai, sangat menyakitkan," ucap Silaen.

Ia berharap adanya perubahan pada musim tanam berikutnya. Lebih diperhatikan tentang cuaca, pola tanam, harus sudah bisa terukur dengan kemampuan dan kebiasaan para petani untuk menghindari saat-saat seperti ini.

Para tokoh desa, kata dia, juga harus ikut berperan. Kelompok Tani, Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A), Pemerintah Desa, Dinas Pertanian melalui Petugas Penyuluhan Lapangan (PPL), semuanya harus bersinergi, agar masalah ini tidak terulang kembali.

"Ini yang paling penting, hindari musim panen bersamaan dengan musim hujan. Hindari juga panen raya, karena ini sebenarnya bisa diperhitungkan. Inilah yang menjadi penyebab kegalauan musim panen saat ini," tutupnya. (*)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru