Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 03 Desember 2025
Penetapan Ganti Rugi Dinilai Diskriminatif

Warga Minta BPK Audit Keuangan dan Kinerja Pengelola Proyek Jalan Tol Medan-Binjai

* Pemerintah Tak akan Rugikan Rakyat
- Senin, 12 Maret 2018 14:52 WIB
347 view
Warga Minta BPK Audit Keuangan dan Kinerja Pengelola Proyek Jalan Tol Medan-Binjai
Medan (SIB)- Seorang korban penggusuran proyek Jalan Tol Medan- Binjai, Alimin Sagala, penduduk Jalan Orde Baru, Desa Mulyorejo, Kecamatan Sunggal, Deliserdang, melalui kuasa hukumnya H Hamdani Harahap SH, MH dari kantor Biro Hukum Citra Keadilan Jalan Sutomo Medan, memohon  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI agar mengaudit total keuangan dan kinerja Kementerian PUPR sebagai Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Jalan Tol Medan-Binjai terkait  pembebasan tanah dan pembayaran ganti kerugian tanah/bangunan milik warga.

Permintaan audit itu dimohonkan karena, Kementerian PUPR dinilai tidak transparan dan diskriminatif  serta melanggar mekanisme dan substansi hukum, sebagai mana diatur dalam UU No.2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum (PTBPUKU) dan peraturan terkait lainnya. Hal itu dapat dibuktikan dengan apa yang dialami kliennya, dimana panitia tidak memperhitungkan dan tidak membayar ganti kerugian, teras, kedai sampah dan ganti kerugian prospek usaha kliennya, sebagaimana mestinya. Demikian pula besaran ganti kerugian tanah di sekitar kediaman Alimin. Pemilik tanah/bangunan yang diduga bersedia memberi upeti kepada oknum, akan lebih besar bayarannya daripada yang diterima kliennya yang tidak mau berkolusi,  hanya dibayar Rp 2.408.333/ meter persegi.

Menurut Alimin, yang datang menemui SIB, Jumat (2/3), dalam surat yang dilayangkan melalui kuasa hukumnya Hamdani Harahap, Selasa (27/2) lalu, pembayaran ganti rugi di Desa Mulyorejo berbeda dengan yang terjadi di segmen lain Proyek Tol Medan- Binjai tersebut. Seperti di kawasan Tajung Gusta, Kecamatan Sunggal Deliserdang panitia justru membayar ganti rugi warung, teras, selasar, sumur bor, PDAM, sumur galian, septik tank dan harga prospek usaha milik warga. Sedangkan di Jalan KL Yossudarso KM 8 Kelurahan Tanjung Mulia Medan Deli tanah masyarakat dihargai Rp 4.600.000/ meter persegi. Perbedaan sistem pembayaran dan harga ini mengesankan terjadinya  diskriminasi.

Dikatakan, sesuai undang-undang, tanah dan bangunan teras, kedai sampah dan lainnya telah ditetapkan untuk diganti rugi. Namun faktanya, yang diperhitungkan dan dibayarkan Satuan Kerja Pengadaan Tanah Jalan Tol Wilayah I Jalan Tol Medan-Binjai melalui PPK Jalan Tol Medan-Binjai kepada Alimin, hanyalah tanah dan bangunan induk saja, itupun tidak diumumkan di kantor desa, sebagai mana diatur dalam Pasal 34 UU No.2 Tahun 2012 Tentang PTBPUKU sehingga terkesan tidak transparan atau tertutup, dan membuat sesama warga yang tanahnya terkena proyek jalan tol tidak saling mengetahui harga yang diterima masing-masing.

Menurut Hamdani, sesuai dengan perhitungan kliennya, harga yang seharusnya dibayarkan pemerintah kepada kliennya untuk seluruh item yang terdampak proyek mencapai Rp 958.992.000. Namun, yang dihitung Kantor Jasa Penilai Publik yang ditunjuk pemerintah hanya Rp 497.700.000 untuk nilai tanah dan bangunan saja. Menurut Hamdani, penetapan itu tidak adil bila dibandingkan dengan penetapan di sektor lain pada proyek yang sama yakni Jalan Tol Medan-Binjai. Karena itu pihaknya memohon agar BPK mengaudit total keuangan dan kinerja perangkat Kementerian PUPR yang menangani Proyek Jalan Tol Medan-Binjai.

Sudah Sesuai Perhitungan
Sementara itu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Jalan Tol Medan-Binjai Pairin Sitompul, yang dimintai konfirmasi, Kamis (8/3) membantah ada diskriminasi dalam pembayaran ganti kerugian tanah dan bangunan milik warga yang terdampak proyek. Perhitungan atas besaran ganti kerugian itu dilakukan oleh tim appraisal bekerjasama dengan instansi terkait, seperti BPN, Dinas Pertanian, PUPR, Pemukiman dan instansi lainnya." Jadi perhitungannya sudah menyeluruh dan tidak mungkin pemerintah merugikan rakyatnya," kata Sitompul.

Terkait dengan ganti kerugian tanah dan bangunan milik Alimin Sagala,  Sitompul menyebutkan sebenarnya tidak ada persoalan lagi. Sebab yang bersangkutan telah mengambil ganti rugi tanah, bangunan dan kedai sampahnya sebesar Rp 497.700.000,-." Kami tidak mungkin mengambil atau menerima sesuatu dari proses pembayaran ganti rugi itu, sebab pembayaran dilakukan Kementerian langung ke rekening tabungan masing-masing warga. Kemudian, dalam proses ini tugas kami hanya membayarkan, sedangkan yang menentukan besaran harga ganti rugi adalah tim yang terdiri dari berbagai instansi. Soal ada tuntutan lain dari yang bersangkutan silakan saja. Tapi perlu diketahui bahwa pembayaran itu sudah menghitung dan mempertimbangkan segala aspek yang terkait dengan dampak pembebasan lahan untuk proyek tersebut," kata Pairin.

Perlu diketahui, penyelesaian proyek Jalan Tol Medan-Binjai, khususnya jalan menuju pintu tol Jalan Binjai KM 12,5 di Jalan Orde Baru, Desa Mulyorejo kini terkendala, karena  sebagian bangunan rumah milik Alimin Sagala belum bisa dibongkar sebab yang bersangkutan membawa kasus itu ke Pengadilan Negeri Lubukpakam melalui gugatan perdata. (R14/d)
   
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru