Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 23 September 2025

Presiden Prabowo Diminta Segera Bentuk TGPF Kekerasan Dalam Aksi Massa

Duga Munte - Kamis, 04 September 2025 15:57 WIB
12 view
Presiden Prabowo Diminta Segera Bentuk TGPF Kekerasan Dalam Aksi Massa
Ist/SNN
Sutrisno Pangaribuan
Medan(harianSIB.com)

Presiden Prabowo diminta segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen dari unsur non pemerintah, untuk mengungkap setiap orang yang terlibat dalam seluruh tindakan kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan luka- luka pada aksi-aksi unjukrasa yang terjadi tanggal 25 Agustus hingga 2 September 2025.

Permintaan itu disampaikan Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) dan Presidium Pergerakan Rakyat Indonesia Makmur Adil (Prima), kepada Jurnalis SIB News Network (SNN) di Medan, Kamis (4/9/2025).

Dikatakan, TGPF harus mengungkap sutradara, dalang, aktor intelektual mafia yang diduga Presiden Prabowo berada dibalik aksi massa.

Jika akhirnya temuan TGPF sesuai dengan dugaan makar yang disebut Presiden Prabowo, maka semua yang terlibat harus diproses hukum.

"TGPF bekerja dan bertanggung jawab hanya kepada presiden, dan fakta yang ditemukan final dan mengikat. Terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa presiden membentuk TGPF untuk mengungkap fakta yang sebenarnya," kata Sutrisno.

Dijelaskan, pasal 27 ayat 1 UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

"Maka negara wajib memberi perlakuan yang sama dan setara kepada seluruh warga negara," katanya.

Mengutip Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, Sutrisno mengatakan, dalam aksi massa sejak Senin (25/8/2025) hingga Selasa (2/9/2025), tercatat ada 10 orang warga negara yang meninggal dunia akibat aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di berbagai daerah. Beberapa korban jiwa tersebut meninggal diduga karena kekerasan dan penyiksaan aparat kepolisian.

Namun aksi massa yang tidak terkendali juga menyebabkan 2 orang meninggal terbakar bersama gedung DPRD Makassar, dan 1 orang meninggal akibat melompat menyelamatkan diri.

Sementara korban luka berat dan luka ringan masih terus didata dan dirawat, yang dipastikan akan dibiayai oleh pemerintah sesuai keterangan Menteri HAM, Natalius Pigai.

Dalam hal mewujudkan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 tersebut, menurut Sutrisno, maka pemerintah seharusnya memberi perlakuan yang sama kepada 10 korban meninggal dunia.

Jika supir ojek online diberi perhatian oleh pemerintah, baik Presiden Prabowo, Ketua DPR Puan Maharani, dan pejabat lainnya, maka 9 korban lainnya juga harus diperlakukan sama.

"Jika keluarga almarhum Affan Kurniawan, pengemudi ojol dijanjikan rumah, sepeda motor atau bentuk lain yang dijanjikan oleh pemerintah, maka keluarga almarhumah Sarina Wati, pegawai DPRD Makassar yang tewas terbakar pun berhak diberi rumah dan sepeda motor dan yang sama dengan seluruh jenis bantuan yang dijanjikan pemerintah kepada keluarga Affan Kurniawan," sebut mantan anggota DPRD Sumut itu.

Sumari (60 tahun), tukang beca asal Solo yang meninggal dunia diduga akibat terkena tembakan gas air mata.

Reza Sendy Pratama (21 tahun), mahasiswa Amikom Yogyakarta yang ditemukan tewas dengan luka memar dan bekas pijakan sepatu di tubuhnya, menurut Sutrisno, keluarganya pun berhak atas rumah dan sepeda motor, beserta semua jenis bantuan yang sama yang dijanjikan pemerintah kepada keluarga almarhum Affan Kurniawan.

Setiap warga negara yang meninggal akibat peristiwa yang sama harus diperlakukan sama oleh pemerintah. Maka semua hal yang diberi oleh pemerintah kepada keluarga almarhum Affan Kurniawan juga harus diberikan kepada keluarga almarhum/ah: Andika Lutfi Falah, Reza Sendy Pratama, Sumari, Saiful Akbar, M Akbar Basri, Sarina Wati, Rusdamdiansyah, Iko J Junior, dan Septianus Sesa.

"Sementara itu, para pelaku yang mengakibatkan meninggalnya 10 orang warga negara, harus diperlakukan sama. Jika anggota Polri yang menggilas Affan Kurniawan mendapat hukuman pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) dan akan dilanjutkan dengan proses pidana, maka seluruh aparat maupun warga sipil yang diduga melakukan kekerasan terhadap 9 orang hingga meninggal dunia harus diproses hukum yang sama," kata Sutrisno.(**)

Editor
: Wilfred Manullang
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru