Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 20 Desember 2025

Catatan IAW: Sejumlah Daftar Tanah Eks PTPN II yang Diperjualbelikan dengan Menabrak Hukum

Donna Hutagalung - Senin, 03 November 2025 10:02 WIB
527 view
Catatan IAW: Sejumlah Daftar Tanah Eks PTPN II yang Diperjualbelikan dengan Menabrak Hukum
Foto: Dok/Iskandar
Iskandar Sitorus

Medan(harianSIB.com)

Indonesian Audit Watch (IAW) kembali menyoroti dugaan praktik jual beli ilegal tanah eks PTPN II yang dinilai telah berlangsung secara sistematis selama bertahun-tahun.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menyebut praktik tersebut dilakukan dengan berbagai modus, mulai dari kerja sama operasional fiktif hingga transaksi notarial yang tidak transparan.

"Semua dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, bahkan melanggar regulasi agraria dan keuangan negara," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Senin (3/11/2025).

Iskandar yang dikenal vokal dalam isu agraria ini menegaskan, "permainan" tersebut harus segera dihentikan. Menurutnya, seluruh pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum dan menyebabkan kerugian negara harus diseret ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Baca Juga:
Ia pun meminta Kejaksaan Agung memberi perhatian serius terhadap kasus ini. "Kini kasus tersebut telah dilimpahkan ke Kejati Sumut. Sudah saatnya publik turut membantu dengan membuka daftar tanah eks HGU yang dijual atau dialihkan secara melawan hukum oleh oknum-oknum di PTPN II," kata Iskandar.

Lebih lanjut, Iskandar membeberkan sejumlah data yang menunjukkan indikasi kuat adanya pelanggaran hukum sistemik dalam pengelolaan tanah eks HGU PTPN II. Data tersebut, kata dia, bersumber dari dokumen resmi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dan akta notaris yang diperoleh pihaknya.

Menurutnya, sejak tahun 2008 hingga 2023, pola penyimpangan terjadi secara berulang dengan pelaku yang hampir sama. Berikut beberapa temuan penting yaitu, LHP 2008 (No. 26/LHP/XVIII.MDN/12/2008), ditemukan 2.150 hektare HGU dikuasai pihak ketiga tanpa dasar hukum. LHP 2016 (No. 18/LHP/XVIII.MDN/03/2016), yakni penyewaan 1.500 hektare tanpa izin, dengan potensi kerugian mencapai Rp1,8 triliun.

Kemudian, LHP 2021 (No. 23/LHP/XVIII.MDN/06/2021). Sebanyak 1.243 hektare HGU aktif terbengkalai. LHP 2023 (No. 07/LHP/XVIII.MDN/04/2023), yaitu pengalihan tanah ke pengembang tanpa tender dengan potensi kerugian hingga Rp3,4 triliun per tahun.

"Dari hasil audit terlihat jelas adanya pola sistematis penguasaan dan pengalihan tanah negara tanpa dasar hukum, yang dilakukan secara berulang oleh pengurus PTPN II dan pihak-pihak terafiliasi," ungkap Iskandar.

Salah satu contoh konkret, kata dia, dapat dilihat pada kasus jual-beli Persil 53 di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Batang Kuis, seluas 3.650 meter persegi. Dalam transaksi pertama, PTPN II menjual tanah tersebut kepada seorang buruh tani berinisial HAD melalui Akta Pelepasan Hak No. 41 tertanggal 21 Maret 2022, yang dibuat oleh Notaris MAF.

Pihak PTPN II diwakili SS berdasarkan SK Gubernur Sumut No. 188.44/552/KPTS/2021, dengan harga jual Rp1.192.950.000.

"Pertanyaannya sederhana, bagaimana mungkin seorang buruh tani mampu membeli tanah seharga lebih dari Rp1 miliar? Semua pihak yang terlibat, mulai dari PTPN II, notaris, hingga pejabat provinsi harus diperiksa Kejati Sumut," tegasnya.

Tak sampai di situ, hanya 37 hari kemudian, tanah tersebut dijual kembali oleh HAD kepada warga berinisial RP melalui notaris dan saksi yang sama, dengan kenaikan harga hanya Rp5 juta (Akta No. 30, 27 April 2022).

Menurut Iskandar, transaksi cepat dengan notaris yang sama itu sangat janggal dan berpotensi melanggar prinsip kehati-hatian hukum.

Baca Juga:
"Kejati dapat dengan mudah menelusuri aliran uang dari HAD ke rekening PTPN II, dan dari RP ke HAD. Apakah transaksi ini benar-benar nyata atau hanya simulasi? Bagaimana pula dengan pembayaran pajaknya?" ujarnya mempertanyakan.

Iskandar juga menyinggung kasus lain yang melibatkan Pemkab Deli Serdang di kawasan Bandar Klippa. Berdasarkan dokumen penyelidikan (SP.Lidik/275.a/VIII/2025/Ditreskrimsus dan SP.Gas/978.a/VIII/2025/Ditreskrimsus, tertanggal 25 Agustus 2025), Pemkab mengaku telah membayar tanah eks HGU seluas tiga hektare kepada PTPN II. Namun, faktanya, tanah tersebut kini justru dikuasai warga penggarap.

"Ini bukan sekadar maladministrasi, tapi indikasi kuat adanya korupsi atas aset negara," tegas Iskandar.

Ia menilai Kejati Sumut memiliki kapasitas penuh untuk menelusuri seluruh pihak yang terlibat. "Fakta di lapangan sudah jelas. Kejati Sumut kini berperan penting dalam menyelamatkan aset negara.

Namun di sisi lain, Kejati juga merupakan bagian dari Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Sumut, bersama Gubernur.

Kedua posisi ini menempatkan Kejati Sumut dalam peran strategis sebagai penegak hukum sekaligus pelaksana reforma agraria," pungkasnya. (*)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Kinerja Kejaksaan Agung Jalan di Tempat
Debitor Bank Milik Terpidana BLBI Gugat Kejaksaan Agung di Pengadilan
Kejaksaan Agung Agendakan Eksekusi Mati 12 Napi
Serentak di Indonesia, Kejati Sumut dan Aceh Teken MoU dengan PT BNI Kanwil Medan
Situs Dewan Pers dan Kejaksaan Agung Diretas
Kejaksaan Agung Ungkap Penagihan Bohong-bohongan di Pertamina Rugikan Negara Rp73,49 M
komentar
beritaTerbaru