Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 20 Desember 2025
Refleksi Dies Natalis ke-62 PIKI dan Perayaan Natal 2025

DPD PIKI Sumut Serukan Jalan Mewujudkan Keadilan Ekologis

Danres Saragih - Sabtu, 20 Desember 2025 12:11 WIB
297 view
DPD PIKI Sumut Serukan Jalan Mewujudkan Keadilan Ekologis
Foto: Dok/Wartawan
DIES NATALIS: Tokoh Masyarakat Dr RE Nainggolan MM, Ketua PIKI Sumut Dr Naslindo Sirait menghadiri Dies Natalis ke-62 PIKI Sumut 2025 dirangkaikan dengan Perayaan Natal PIKI, Jumat (19/12/2025) bertempat di GBI TOD JW Marriott Medan.

Medan(harianSIB.com)

Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (DPD PIKI) Sumatera Utara memperingati Dies Natalis ke-62 Tahun 2025 yang dirangkaikan dengan Perayaan Natal, Jumat (19/12/2025) bertempat di GBI TOD JW Marriott Medan.

Kegiatan itu menjadi momentum refleksi intelektual dan spiritual PIKI dalam merespons tantangan kebangsaan, khususnya krisis ekologis yang kian nyata.

Acara tersebut dihadiri pengurus DPC PIKI se-Sumut, Dewan Pembina, Dewan Pakar, tokoh akademisi, organisasi kemasyarakatan, serta para pemimpin gereja.

Kehadiran lintas unsur itu mencerminkan konsolidasi PIKI sebagai organisasi intelektual Kristen yang aktif menyuarakan tanggung jawab moral dan sosial di tengah dinamika bangsa.

Baca Juga:
Dalam kesempatan itu, Ketua DPD PIKI Sumatera Utara Dr Naslindo Sirait menyampaikan orasi reflektif bertajuk "Jalan Mewujudkan Keadilan Ekologis". Ia menuturkan bahwa memasuki tahun 2025, masyarakat Indonesia membawa harapan baru seiring hadirnya pemerintahan baru di berbagai tingkatan.

Namun, harapan tersebut kembali diuji oleh maraknya bencana hidroklimat, seperti banjir dan longsor, yang melanda berbagai daerah.

"Di penghujung tahun, bangsa ini kembali dihadapkan pada situasi darurat bencana. Konsentrasi pemerintah dan masyarakat tersedot pada upaya tanggap darurat, pemulihan, dan rekonstruksi," ujar Naslindo.

Ia mengungkapkan, hingga 18 Desember, bencana tersebut berdampak pada sekitar 1,7 juta jiwa, dengan 338 korban meninggal dunia, 138 orang dinyatakan hilang, puluhan ribu rumah mengalami kerusakan, serta kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp16,89 triliun. Bahkan, lebih dari 42 ribu jiwa masih harus bertahan di pengungsian.

Dalam konteks tersebut, PIKI mengajak seluruh elemen bangsa untuk menumbuhkan empati dan solidaritas kemanusiaan. Menurut PIKI, respons terhadap bencana tidak boleh berhenti pada sikap saling menyalahkan, melainkan diwujudkan dalam tindakan nyata membantu para korban sesuai dengan kapasitas masing-masing.

PIKI menegaskan bahwa bencana ekologis bukan semata-mata peristiwa alam, melainkan akibat dari perilaku manusia yang merusak keseimbangan lingkungan.

Perubahan fungsi hutan, alih guna lahan, reklamasi serta manipulasi sistem alam telah mendorong pergeseran dari Epoch Holocene menuju Epoch Anthropocene, di mana aktivitas manusia menjadi faktor dominan perubahan bumi.

"Alam tidak pernah berniat mencelakakan manusia. Ketidakseimbangan terjadi karena relasi yang timpang, ketika manusia menempatkan diri sebagai pusat dan alam hanya dipandang sebagai objek," tegasnya.

Sebagai gerakan intelektual, PIKI menilai bahwa penanganan bencana tidak cukup bersifat reaktif. Diperlukan pergeseran paradigma menuju pencegahan bencana, melalui penataan ruang yang berkeadilan ekologis, penguatan kebijakan pengelolaan sumber daya alam, reformasi instrumen hukum dan ekonomi, serta pendidikan lingkungan yang berkelanjutan.

PIKI juga menekankan pentingnya membangun masyarakat tangguh bencana, mengingat lebih dari 83 persen wilayah Indonesia tergolong rawan bencana. Semakin tinggi kapasitas masyarakat dalam mitigasi dan adaptasi, semakin kecil risiko dan dampak bencana yang ditimbulkan.

Dalam refleksinya, PIKI menyerukan perjuangan keadilan ekologis, yakni pengakuan atas hak entitas non-manusia seperti hutan, sungai dan danau untuk hidup dan lestari.

Ia mencontohkan praktik di sejumlah negara seperti Ekuador, Selandia Baru, dan Kolombia, yang telah memberikan status hukum kepada entitas alam.

"Ke depan, kawasan seperti Danau Toba, hutan Toba, dan sungai-sungai di Sumatera Utara patut dipertimbangkan sebagai entitas yang memiliki kepentingan hukum," katanya.

Menutup orasinya Dr Naslindo menegaskan bahwa dunia saat ini berada dalam status darurat ekologis global, ditandai oleh krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Dampak krisis ini tidak hanya dirasakan secara ekologis, tetapi juga sosial dan ekonomi, terutama oleh kelompok miskin dan rentan.

PIKI pun mengajak pemerintah, dunia usaha, masyarakat sipil, dan seluruh elemen bangsa untuk melakukan pertobatan ekologis sebagai jalan bersama menuju keberlanjutan dan keadilan lintas generasi.

"Orang bijaksana bukan hanya mampu menyelesaikan masalah, tetapi juga mampu mencegah masalah sebelum terjadi," pungkasnya. (*)

Editor
: Wilfred Manullang
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Rayakan Dies Natalis ke-59, UDA Berbenah Sambut Era Industri 4.0
Dies Natalis ke-68 GMKI Medan akan Hadirkan 3 Bakal Cagubsu
Anak Yatim 2 Panti Asuhan Meriahkan Dies Natalis ke-58 UDA Medan
Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri Berikan Orasi Ilmiah di Dies Natalis ke-52 USI
Dihadiri Pimpinan GMI Serta Para Alumni, Dies Natalis ke-34 STT GMI Dibuka di Bandar Baru
Perayaan Dies Natalis STT HKBP ke-39 Berjalan Aman dan Damai
komentar
beritaTerbaru