Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 27 Oktober 2025

Membuka Cakrawala Petani Melalui Internet

- Selasa, 25 September 2018 11:11 WIB
417 view
Data 2017 menunjukkan sekitar 40 juta orang atau 32 persen penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Mereka umumnya masih berpendidikan maksimal SD. Sebagian masih buruh tani, sebab tidak memiliki lahan garapan. Dengan rata-rata lahan garapan kurang dari 0,5 hektare, pendidikan rendah, dan minim penggunaan teknologi, maka mereka masuk golongan miskin absolut dan nyaris miskin.

Bandingkan dengan Amerika Serikat, jumlah petani tak banyak, namun petaninya makmur. Di sana, mereka dilindungi konstitusi bernama Homestead Act 1862, yang khusus ditujukan untuk melindungi dan mengangkat martabat petani. Sejak zaman Presiden Abraham Lincoln, petani telah diberikan lahan seluas 65 hektare per kapling. Mereka juga mendapatkan pendidikan di Land Grant College sebagai petani profesional.

Di Indonesia, selain masalah lahan dan pendidikan, petani kesulitan mendapat akses. Apakah itu akses ke informasi, jaringan maupun permodalan. Petani cenderung terkungkung dan diekploitasi, antara lain oleh tengkulak.

Itu yang mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meluncurkan "Program Petani Go Online". Ini untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Melalui aplikasi ini, cakrawala petani akan terbuka dan bisa merasakan secara langsung dampak positif kemajuan teknologi informasi. 

Selama ini petani hanya memikirkan bagaimana mendapat benih dan pupuk dengan harga murah serta menjualnya di harga tinggi ketika panen. Dengan menggunakan aplikasi Petani Go Online, petani mendapatkan informasi mengenai kepastian harga bahan baku dan harga penjualan hasil pertanian. Fasilitas di aplikasi ini meliputi marketplace pertanian nasional, penyuluhan pertanian online dan informasi pengendalian stok.

Pada aplikasi penyuluhan pertanian online dimuat kisah sukses petani yang memulai dan berhasil memakai aplikasi ini. Dengan contoh itu, maka petani akan memulai mencoba dan melakukan sesuai instruksi dari penyuluhan tersebut. Sedangkan aplikasi informasi pengendalian stok digunakan untuk mengantisipasi kelangkaan bahan pokok. Melalui aplikasi ini, petani dapat melaporkan persoalan seputar pertanian, misalnya tanaman rusak lalu difoto kemudian dilaporkan. Secara langsung, para ahli pertanian akan menjawab keluhan petani tersebut.

Jika aplikasi ini dimanfaatkan secara efektif akan memotong jalur tengkulak (selama ini tengkulak hanya menghargai hasil pertanian sebatas harga pupuk dan benih). Harga yang didapat petani akan lebih baik melalui aplikasi dibandingkan melalui tengkulak. Tentu saja harus ada pihak yang mengasistensi petani menggunakan aplikasi ini.

Persoalan gagap teknologi (gaptek) memang akan menjadi kendala penggunaan aplikasi ini. Walau sebenarnya penetrasi teknologi informasi sudah menyentuh petani. Mayoritas mereka sebenarnya sudah menggunakan ponsel cerdas, walau bukan yang bagus. Untuk mengunduh aplikasi ini sudah memadai.

Kita berharap harkat dan martabat petani bisa meningkat. Aplikasi ini hanya salah satu ikhtiar saja dan bukan obat mujarab untuk semua masalah. Semua cara untuk menyejahterakan petani harus didukung. (**)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru