Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 03 November 2025

Indonesia Butuh Pemimpin Pekerja Keras

Redaksi - Jumat, 08 Januari 2021 10:30 WIB
585 view
Indonesia Butuh Pemimpin Pekerja Keras
Merdeka.com
Ilustrasi Pemimpin
Belum lama jadi Menteri Sosial, Tri Rismaharani atau biasa disapa Bu Risma membuat gebrakan dengan blusukan menjumpai para tunawisma (gelandangan) di seputaran Ibu Kota DKI Jakarta. Tak pelak pemberitaannya, termasuk di dunia maya (medsos) menjadi heboh. Ragam komentar bermunculan, baik dari nitizen maupun tokoh politik. Ada yang memuji maupun memojokkan.

Sebagian pihak menyambut positif tindakan Risma untuk menunjukkan bahwa, meski di seputar pusat pemerintahan masih banyak masalah sosial yang harus ditangani. Apalagi di seluruh wilayah Indonesia dari Aceh sampai Papua.

Sebagian lagi menilai tindakan Risma itu sebagai pencitraan untuk menaikkan elektabilitas menyongsong tahun 2024. Bahkan ada yang takut hal ini bisa menggerus ketokohan Gubernur DKI Anies Baswedan.

Namun hingga saat ini mantan Wali Kota Surabaya yang terkenal sukses memajukan kotanya, belum berkomentar sedikit pun tentang aksinya maupun tanggapan masyarakat luas. Dia seolah tak peduli dengan apa kata orang, yang penting kerja, kerja dan kerja.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, ikut memberikan kritikan keras kepada aksi Bu Risma yang kerap blusukan di DKI Jakarta. Ia menyarankan agar Risma bekerja sebagai seorang menteri, bukan sebagai wali kota.
“Stafnya Bu Risma harus kasih tahu beliau beda jadi wali kota dan menteri. Perbedaan tidak saja pada filosofi, skala, juga metode,” cuitnya dalam akun Twiitter @Fahrihamzah sebagaimana dikutip di Jakarta, Rabu (6/1).

Menurut Fahri, seorang menteri harus bekerja secara sektoral yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
“Menteri tidak dipilih tapi ditunjuk, kerja sektoral saja dan berlaku di seluruh negeri. Wali kota dipilih, non-sektoral tapi terbatas kota,” katanya.

Ia pun menyarankan agar Risma untuk bekerja sesuai dengan data.
“Itu rakyat bunuh diri, bunuh keluarga, ada ibu bunuh tiga anaknya karena melarat. Tapi para penjilat dalam birokrasi ini jahat. Tega amat sih. Ayolah mulai dari data,” cetusnya.

Ia menyarankan agar seorang menteri harus bekerja untuk negara dan bukan dengan melakukan pencitraan.
“Kalau ada data, analisis, keluar konsep, lapor presiden, hearing di @DPR_RI muncul kritik, muncul koreksi, publik nimbrung lalu bikin kesimpulan akhir, lalu eksekusi secara massif nasional melalui jalur-jalur struktural. Barulah masalah selesai,” tukasnya.
Terkait itu, PDIP menyampaikan pembelaan dan mengklaim aksi blusukan merupakan karakter kepemimpinan Risma.

“Jadi karakter kepemimpinan Bu Risma setiap kunjungan ke daerah itu turun dan menyapa rakyat khususnya mereka yang miskin yang terpinggirkan yang diperlakukan tidak adil,” kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto.

Hasto mengatakan, Risma melakukan blusukan bukan hanya akan di Jakarta tetapi juga di seluruh wilayah Indonesia yang merupakan wilayah kerjanya sebagai menteri sosial. Pada akhir tahun lalu, ia mengatakan, Risma sempat berkunjung ke Ponorogo untuk bertemu penyandang disabilitas.

Menurut Hasto, apa yang dilakukan Risma itu cara membangun harapan bahwa wong cilik tidak akan lagi merasa ditinggalkan. Dia mengatakan, tradisi blusukan serupa juga biasa dilakukan Presiden Jokowi sebelumnya ketika menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta.

“Sehingga ini harus menjadi bagian kultur kepemimpinan nasional kita, seorang pemimpin yang menyatu dengan rakyat,” katanya.
Dia mengatakan, pengalaman Risma sebagai Wali Kota Surabaya mampu membawa kemajuan dan keberpihakan bagi rakyat kecil di Kota Pahlawan. Menurutnya, apa yang dilakukan Risma merupakan pelaksanaan semangat konstitusi terkait bagaimana keadilan sosial dikedepankan.

“Karena itulah apa yang dilakukan Bu Risma justru menunjukkan beginilah sosok pemimpin yang terus bergerak dan berdedikasi bagi kepentingan rakyat itu, karena rakyat sebagai sumber legitimasi dan legalitas dari kepemimpinan itu,” katanya.

Sementara itu Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, permasalahan tunawisma di ibu kota memang menjadi pekerjaan rumah Pemprov Jakarta dan pemerintah pusat. Dia mengaku tidak mempermasalahkan dan justru mengapresiasi aksi blusukan Mensos tersebut.

Ariza menilai, aksi blusukan Risma merupakan upaya untuk mengumpulkan data dan fakta di lapangan. Sebab, kata dia, baik pemerintah pusat maupun daerah, dalam memutuskan suatu kebijakan pasti memperhatikan data dan fakta.

Memang sudah kebiasaan di masyarakat kita yang sangat reaktif dengan sesuatu dianggap di luar kelaziman. Baik itu sesuatu yang positif maupun negatif.

Namun terlepas dari itu semua, yang terpenting kita harus menyadari bahwa dengan gaya kerja seperti Risma - seperti halnya Jokowi dan Ahok - secara gamblang dapat diketahui bahwa permasalahan sosial masih banyak dan harus ditangani dengan bekerja keras, tidak bisa lagi pejabat bekerja dengan cara-cara konvensional, apalagi birokratik.

Masyarakat Indonesia menunggu tindakan selanjutnya dari pejabat dengan gaya kerja seperti ini dan berharap bisa membuktikan apa yang dilakukannya membawa perubahan yang positif bagi bangsa. Dan dengan demikian penilaian atas tindakan pencitraan semata tidak terbukti.

Kondisi saat ini membutuhkan pemimpin yang bekerja keras dan ikhlas membantu rakyatnya, bukan pemimpin untuk kepentingan pribadi atau golongannya saja. (***)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru