Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 03 November 2025

Pohon Sebagai Pelindung Manusia

Redaksi - Minggu, 10 Januari 2021 09:44 WIB
697 view
Pohon Sebagai Pelindung Manusia
Foto: Istimewa
Ilustrasi menanam pohon
Hari ini tanggal 10 Januari diperingati sebagai Hari Gerakan Sejuta Pohon Sedunia. Kita diingatkan betapa pentingnya melestarikan pohon, makhluk hidup yang punya andil dalam pertumbuhan manusia. Proses fotosintesis yang ia punya menjadi komponen alami krusial bagi manusia.

Pohon dapat mengurangi kandungan karbondioksida (CO2) dalam air dan mengeluarkan oksigen ke udara untuk nafas manusia.
Pohon yang tumbuh dalam jumlah besar seperti hutan pinus, mampu membuat 60 persen air hujan bisa terserap tanah. Khusus spesies hutan berdaun lebar dan tajam bahkan mampu menyerap hingga 80 persen air hujan. Hal ini bisa meningkatkan pasokan air untuk keberlangsungan hidup manusia.

Indonesia mulai menerapkan kebijakan soal kelestarian pohon melalui Gerakan Satu Miliar Pohon. Gerakan ini pada 2012 telah menanam pohon hingga 732 juta pohon atau sebanyak 70 persen dari target satu miliar.

Forest Watch Indonesia (FWI) memperkirakan, selama periode 2013 sampai 2017 sebanyak 5,7 juta hektar hutan di Indonesia telah berkurang.

Rata-rata setiap tahun defortasi hutan ini menyusut sebanyak 1,4 juta hektar. Seperti diwartakan Antara, FWI menjelaskan bahwa Kalimantan merupakan daerah yang paling banyak kehilangan hutan, yaitu sebanyak 2 juta hektar.

Dengan berkurangnya hutan ini, FWI meminta masyarakat untuk membuka akses informasi seluas-luasnya. Supaya masyarakat tahu apa yang harus dilakukan. Karena hal ini juga telah diatur dalam Undang-undang 41 tahum 1999 dan putusan MA pada 2017.
Dalam rangka Hari Sejuta Pohon Sedunia ini, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga menggagas program Polri Peduli Lingkungan sebagai upaya mencegah kembali terjadi bencana banjir dan longsor.

Karena salah satu penyebab bencana banjir dan longsor karena hutan gundul dan lahan tidur yang tidak produktif.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi banjir akhir tahun akan terjadi pada Januari hingga Maret 2021. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya curah hujan yang tinggi.

"Potensi banjir meningkat secara umum, curah hujan bulan Januari-Februari-Maret 2021 diprakirakan berkisar antara 200-500mm/bulan, atau cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 lalu," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, Jumat (25/12/2020).

Sebagian Sulawesi Tenggara, Papua Barat dan Papua diprakirakan mendapatkan curah hujan bulanan lebih dari 500mm/bulan.
Beberapa daerah diprakirakan bakal mendapatkan peningkatan curah hujan 40 hingga 80 persen lebih tinggi dari curah hujan di tahun 2020. Antara lain di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kemudian di Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Timur dan Utara, sebagian besar Sulawesi kecuali Sulawesi Selatan, Maluku dan Maluku Utara, Papua Barat dan sebagian Papua.

Berdasarkan prakiraan tersebut, BMKG mengimbau pihak-pihak terkait di pemerintah pusat dan pemerintah daerah maupun masyarakat yang tinggal di daerah berpotensi mendapatkan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi agar mewaspadai adanya ancaman bencana hidrometeorologi.

"Seperti genangan, banjir, longsor dan banjir bandang, serta diminta terus memonitor informasi perkembangan cuaca dan peringatan dini dari BMKG," katanya

Siaga bencana banjir dan tanah longsor ini seharusnya disadari semua elemen, khususnya masyarakat, dilakukan setiap saat dengan peduli lingkungan. Pohon sebagai lumbung air dan penahan longsor merupakan pelindung manusia. Sehingga sangat aneh bila manusia tidak mau melindungi dirinya dengan cinta lingkungan, tidak merusak hutan dan tanaman.

Sebenarnya saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia sudah peduli lingkungan. Kecintaan terhadap pohon dan tanaman tidak hanya pada masyarakat pedesaan saja, tetapi sudah merambah ke kota-kota besar. Pohon berupa tanaman buah dan bunga sudah dibudidayakan. Bahkan sudah bisa menghasilkan sebagai mata pencaharian. Hal ini karena tingginya minat masyarakat untuk berkebun buah dan tanaman hias.

Hal yang menjadi masalah adalah pada sebagian kecil masyarakat yang menguasai sebagian besar lahan tanah. Mereka memanfaatkan lahannya untuk industri dengan merusak tanaman hutan. Termasuk juga para mafia tanah yang tidak memikirkan pelestarian hutan hanya untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Untuk itu pemerintah dan aparatnya harus benar-benar memperhatikan ini. Apalah guna sosialisasi pelestarian lingkungan terhadap masyarakat luas, bila segelintir orang yang menguasai lahan luas tak peduli dan tetap merusak hutan. Pemerintah harus tegas menjalankan undang-undang dan menegakkan hukum secara benar.

Gerakan sejuta atau semiliar pohon sangat perlu, tetapi lebih perlu lagi bila orang-orang berkompeten mau menegakkan peraturan secara benar. Hukum berat mafia, perambah hutan maupun oknum aparat pelindungnya. Jangan mau teriming dengan uang dan harta, sementara alam dan masyarakat dunia terancam hidupnya. (***)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru