Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 03 November 2025

Aturan Agar Bijak Ber-Medsos

Redaksi - Sabtu, 06 Februari 2021 10:41 WIB
304 view
Aturan Agar Bijak Ber-Medsos
via: qureta.com
Ilustrasi sosial media.
Media sosial (medsos) kembali jadi sorotan. Kali ini diwacanakan agar pemerintah membentuk regulasi agar medsos bisa diatur. Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun mendorong itu untuk tujuan membedakan antara media massa dan medsos.

Seperti diketahui, media massa atau pers di Indonesia telah dijamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999. Kebebasannya disertai dengan tanggung jawab sosial. Artinya setiap kegiatan pers harus menghormati hak asasi setiap orang dan harus bertanggung jawab kepada publik.

Agar tanggung jawab sosial tersebut benar-benar terlaksana, maka dibentuklah Kode Etik Jurnalistik untuk wartawan.

Wartawan dan pers merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Wartawan adalah profesi yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, sementara pers adalah lembaga yang menjalankan kegiatan jurnalistik. Kegiatan wartawan termasuk juga dalam kegiatan pers.

Sebagai pedoman operasional, Kode Etik Jurnalistik berfungsi sebagai landasan moral dan etika agar seorang wartawan senantiasa melakukan tindakan tanggung jawab sosial.

Sementara itu medsos belum memiliki regulasi, sehingga masyarakat penggunanya harus lebih bijak untuk mengekspresikan kebebasan berpendapat agar tidak terjerat pada kasus hukum pidana di Undang Undang No 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sebab UU ITE ini akan mudah memidanakan kasus pencemaran nama baik, penghinaan dan ujaran kebencian.

Namun sejauh ini, menurut Hendry Bangun dalam diskusi bertajuk 'Regulasi Negara dalam Menjaga Keberlangsungan Media Mainstream di Era Disrupsi Medsos', Kamis (4/2), Dewan Pers sering diminta untuk menindaklanjuti laporan berita hoax yang ada di medsos.

Namun aturan medsos saat ini hanya dapat ditindaklanjuti oleh Kominfo, sehingga ia menilai perlunya ada regulasi terkait media sosial.

Saat ini medsos sering kali jadi sumber masalah, karena siapa saja bisa mengungkapkan pendapatnya di sana. Banyak kasus bermunculan berupa ujaran kebencian, fitnah, hoax dan lain sebagainya. Saking banyaknya, Kominfo tak mampu mengontrolnya. Kecuali ada yang melaporkan atau sebuah berita yang menjadu viral.

Malah saat ini medsos seperti menjadi sumber utama pemberitaan. Sebagian besar lembaga pers juga sudah memanfaatkan medsos tidak hanya sebagai tempat promosi, tetapi juga tempat penyampaian opini dan karya jurnalistik. Karena selain murah, informasinya cepat dan banyak dibaca berbagai kalangan.

Ketika informasinya baik dan benar tentu sangat membantu menyosialisasikan berbagai program dan pengetahuan kepada masyarakat. Tetapi bila informasi itu hoax dan menimbulkan masalah, Kominfo tak mampu menanganinya sendiri dan sering minta bantuan Dewan Pers. Mirisnya lagi, wartawan dan lembaga pers menjadi ikut-ikutan terlibat, karena beritanya yang benar "didaur ulang" pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan tertentu.

Sering kali pers menjadi bahan atau alat untuk propaganda di medsos. Sehingga tepat ada wacana untuk membuat peraturan berupa undang-undang atau peraturan pemerintah lainnya tentang medsos. Aturan itu menjadi acuan dalam ber-medsos dan masyarakat juga tidak mudah "diracuni" dengan berita tidak benar juga menyesatkan.

Regulasi nantinya diharapkan bisa dibuat untuk melindungi wartawan dan masyarakat sekaligus. Tentu dengan penegakan hukum yang tepat supaya bisa memberi pelajaran dan pengetahuan kepada masyarakat dalam ber-medsos yang benar. (***)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru