Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 02 November 2025

Kepedulian dalam Ber-medsos

Redaksi - Kamis, 18 Maret 2021 11:24 WIB
456 view
Kepedulian dalam  Ber-medsos
Internet
Ilustrasi
Melihat penyebaran berita hoax yang semakin marak di tengah masyarakat, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengajak semua insan pers menjaga wibawa dan kehormatan media massa sebagai pilar keempat demokrasi. Salah satunya dengan tidak ikut menyebar berita bohong atau hoax dan aktif meluruskan hoax yang tersebar melalui media sosial.

Dikatakan, menurut laporan Kemenkominfo ada 800.000 situs penyebar hoax di Indonesia. Lalu baru kemarin, Kemenkominfo menemukan 1.479 isu hoax tentang Covid-19 di 2.697 akun media sosial sejak Januari 2021 sampai sekarang.

Boleh dikatakan ini sebuah jumlah yang fantastis negatif, lebih setengah akun medsos tentang Covid merupakan berita hoax. Bisa disebut juga, kini selain adanya pandemi Covid, muncul pula pandemi hoax. Hal ini sangat berbahaya bagi kehidupan manusia yang salah bersikap akibat informasi hoax.

Kenyataan ini memang sangat sulit diatasi karena canggihnya teknologi digital. Siapapun bisa dengan mudah mengakses maupun membuat akun medsos, lalu secepat kilat bisa menyebarkannya ulang. Dunia pers sepertinya sudah berbuat maksimal untuk melawan berita-berita hoax ini. Namun berita hoax masih bisa muncul kapan saja oleh siapa saja.

Seperti diketahui, seseorang bisa dikenai pidana apabila menyebarkan informasi palsu. Merujuk UU ITE, dalam pasal 45A ayat (1), setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Dengan beralaskan UU tersebut, penegak hukum harus konsisten menerapkannya untuk memberikan efek jera kepada masyarakat, khususnya para pelaku dan penyebar hoax. Antara institusi diharapkan bisa bersinergi agar tidak ada tebang pilih dalam memberikan hukuman.

Kemudian media massa juga di sini bisa membantu dengan memberitakan orang-orang yang dihukum sebagai pelanggar UU ITE itu, supaya masyarakat mengetahui kalau hukum itu benar-benar dijalankan. Meski sangat sulit bila melakukan tindakan hukum kepada ribuan orang, tetapi lakukanlah tindakan kepada pelanggaran yang dianggap paling berat dulu.

Secara ilmiah, sebuah studi dari Universitas Stanford menyatakan, banyak masyarakat lebih memprioritaskan isi artikel daripada sumber berita. Hal ini menjadi alasan kenapa orang sangat rentan dengan berita hoax. Kemudian masyarakat suka berbagi, namun malas membaca.

Membaca judul yang provokatif, bukannya meneruskan membaca, namun buru-buru membagikannya karena rasa sosialnya tinggi. Tak lupa diimbuhi kalimat "Indahnya berbagi".

Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.

Kemudian secara sosial masyarakat kita pengguna medsos ingin paling update dan ingin pengakuan. Mereka ingin berita yang disebarkan mendapatkan respon dengan disebarkan lagi oleh follower. Banyak yang share dan jadi viral, sehingga timbul perasaan bangga dan bahagia.

Menurut dr Andri SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, seseorang bisa saja dengan sengaja menyebarkan berita atau informasi hoax dengan tujuan memancing keributan atau provokasi. Menurut dr Andri, mereka-mereka ini jauh dari golongan kurang intelek atau ketinggalan zaman. "Malah sebagian besar biasanya pintar dan memposting berita bohong, hoax, provokatif agar orang-orang marah dan memang ini rutinitas dia.

Lalu kemudian ada pula yang memang dibayar untuk tujuan tertentu. Penggiringan opini, pemenangan pihak tertentu.

Satu lagi, yakni masyarakat yang tidak ada kerjaan tapi pegang gadget seharian.

Inilah penyebab penyebar hoax sejati. Sudah malas verifikasi sumber berita, malas membaca, selalu berpikiran negatif dan suka cemas.

Dapat disimpulkan, masalah berita hoax sangat kompleks. Sebagai pilar keempat demokrasi, media massa atau pers sudah berbuat maksimal. Saatnyalah eksekutif, legislatif dan yudikatif yang memiliki kewenangan dan fasilitas bekerja maksimal menuntaskan hal ini, karena secara hukum dan ilmu sudah jelas dipaparkan.

Bagi masyarakat saatnya mengedepankan kepedulian, agar dalam ber-medsos tidak untuk merusak kehidupan sosial di sekitarnya yang pada gilirannya akan merugikan kehidupannya juga. Kepedulian untuk menggunakan akal sehat, kesabaran, ketelitian dan tanggung jawab dalam menggunakan medsos. Jadilah bagian dari kelompok yang bisa menyelesaikan masalah. Bukan sebaliknya! (***)
Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru