Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 03 November 2025

Penderitaan TKW Berlanjut

- Jumat, 28 Maret 2014 14:05 WIB
553 view
Penderitaan TKW Berlanjut
Seorang lagi TKW Indonesia diperhadapkan pada hukuman pancung di Arab Saudi. Satinah, seorang pembantu rumah tangga di Arab Saudi asal Jawa Tengah dihukum pancungĀ  karena membunuh majikannya. Sebagaimana hukum yang berlaku di Arab Saudi, untuk mencegah hukuman pancung maka Satinah bisa membayar uang darah atau uang kematian yang disebut diyat 7 rial Arab Saudi atau Rp 21 miliar lebih. Pemerintah masih terus melakukan lobi bagaimana supaya uang diyat ini bisa berkurang. Upaya pemerintah melakukan lobi bisa kita terima sambil terus mengupayakan uang sebesar itu.

Uang itu memang besar, tetapi nyawa manusia tidak bisa dibeli dengan uang. Apapun harus dilakukan untuk menebus Satinah sebagai seorang warga negara yang berhak mendapatkan pembelaan tatkala bermasalah di luar negeri. Berhitung mengenai keuntungan yang diperoleh oleh negara dari TKI sangatlah besar. Jumlah uang diyat itu tidaklah sebanding dengan pendapatan negara dari para TKI dalam bentuk devisa yang sangat besar. Tetapi kita bukan mau berdebat mengenai itu, fokus utama sekarang adalah andaikan lobi gagal, apa upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam menyelamatkan nyawa Satinah yang beberapa hari ke depan akan menghadapi hukum pancung.

Penderitaan TKI seolah tidak pernah berakhir. Setiap tahun ada saja TKI yang menghadapi masalah di luar negeri. Celakanya motifnya selalu sama, membunuh majikan. Mengapa TKI kita selalu menghadapi masalah yang sama setiap tahunnya? Kita harus memahami benar, para TKI itu banyak yang bekerja di bawah tekanan psikologis karena perlakuan majikan yang kurang mengenakkan. Akibatnya, para TKI kita melakukan upaya apa saja agar bisa bebas.

Berangkat dari masalah yang selalu sama dari tahun ke tahun sudah saatnya iniĀ  menjadi pelajaran maha berharga. Perlindungan hukum pada TKI harus diupayakan. TKI yang dikirim pun harus punya keterampilan dan punya dokumen yang legal agar tidak menghadapi masalah hukum. Target pengiriman TKI sebagaimana yang dibuat oleh PJTKI harus dihentikan kalau pada akhirnya membuat masalah.

Pelajaran yang berharga dari kasus Satinah adalah, pemerintah sudah saatnya instropeksi diri betapa kesulitan ekonomi dengan melambatnya pertumbuhan angkatan kerja di negara kita membuat TKI tidak punya pilihan lagi. Sementara janji para elite politik dan DPR selalu berapi-api tentang kesejahteraan negara ini. DPR dan pemerintah yang selalu menampilkan gaya hidup mewah tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh rakyatnya. Lihat saja Wawan dengan tumpukan mobil mewahnya. Sementara TKI bekerja dengan keringat dan air mata di luar negeri sana.

Mana keadilan ekonomi sebagaimana yang diamanatkan oleh ekonomi Pancasila di negara ini? Pemimpin selanjutnya (hasil pemilu 2014 ini) harus fokus bagaimana membangun ekonomi kerakyatan di negara ini agar warga negara Indonesia jangan lagi hanya mengandalkan diri menjadi TKI. Kita harus membangun angkatan kerja dan menjadi tuan rumah di negara sendiri. Sudah cukup penderitaan TKI yang menyakitkan dari tahun ke tahun.

Untuk itu, pembangunan ekonomi yang berkeadilan berdasarkan Pancasila harus mampu menyentuh masyarakat paling miskin sekalipun. Dengan demikian masyarakat kita dapat mengandalkan kerja di dalam negeri dan tidak usah jadi TKI yang kerap menimbulkan masalah besar. Mengakhiri penderitaan TKI adalah salah satu tugas utama pemerintah mendatang agar jangan lagi berlanjut. (#)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru