Makanan dan minuman adalah hal yang sangat penting bagi kebutuhan tubuh manusia. Makanan dan minuman menjadi sumber kekuatan dan energi bagi manusia untuk beraktivitas. Sulit dibayangkan ketika manusia tidak makan dan minum. Pernahkah saudara-saudari melihat dalam berita atau dalam adegan film, situasi perang yang berkelanjutan yang akhirnya menimbulkan kelaparan. Apa yang mereka lakukan? Dalam satu tayangan, diperlihatkan bagaimana sekelompok masyarakat memasuki sebuah toko. Mereka nekad menjarah dan merebut makanan yang bukan hak mereka. Untuk mempertahankan kehidupan ada orang sampai saling membunuh.
Setelah merayakan pesta turunnya Roh Kudus (Pentakosta), Bunda Gereja kudus memestakan Hari Raya Tritunggal Maha Kudus. Pada hari ini dirayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Tekanan utama perenungan hari ini adalah makanan dan minuman. Makanan dan minuman merupakan gancu pengait dalam tiga bacaan yang ditawarkan.
Dalam Kitab Ulangan (Ul. 8-2-3.14b-16a) diceritakan kembali kisah bangsa Israel keluar dari Mesir. Setelah melalui masa penindasan dalam tahun yang panjang, mereka dipimpin Musa menuju tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka. Dalam perjalanan yang sungguh berat itu, bangsa terpilih itu dicobai apakah bangsa itu tetap berpegang teguh kepada Tuhan Allahnya dalam segala situasi hidupnya. Apakah iman mereka tentang monoteisme tetap terpelihara. Maka Allah menguji mereka dengan kelaparan dan kehausan dalam perjalanan. Haus dan lapar serta perjalanan yang mengerikan di padang gurun menjadi ujian akan penyerahan diri kepada Allah. Dengan penyerahan diri itu, Tuhan Allah mereka memberikan segalanya. Dalam kelaparan dan kehausan, mereka diberikan makanan dan minuman. Bukan hanya itu, mereka juga dibimbing dan dijaga Tuhan Allah dari bahaya di padang gurun. Dengan itu semua hendak dinyatakan bahwa atas segala makanan, minuman dan penyertaan itu, Allah adalah segalanya.
Dalam Suratnya (1Kor 10:16-17), rasul Paulus menasihati umat Korintus agar menunjukkan kesetiaan kepada Allah. Allah itu Esa, Dia adalah Allah pencemburu dan hanya kepadaNya satu-satunya persembahan disampaikan. Setiap pengikut Kristus haruslah menghindarkan persembahan kepada berhala. Hal ini berkaitan erat dengan iman sejati, yaitu Allah yang Esa dan satu-satunya. Lewat cawan berkat, semua pengikut Kristus ikut ambil bagian dalam darah Kristus. Roti yang disantap bersama merupakan daya ikat dengan Kristus dan sesama. Sebagai satu tubuh dalam Kristus, mereka diberi makan santapan bersama. Ambil bagian dalam perjamuan merupakan ungkapan kesatuan dengan jemaat, yakni tubuh Kristus.
Tema yang sama juga ditawarkan penginjil Yohanes. Pengajaran Yesus tentang roti hidup diawali dengan "tanda" mukjizat penggandaan roti. Ketika orang banyak yang mengikuti Yesus itu telah makan dengan kenyang, akhirnya mereka mencari Yesus. Yesus tahu bahwa orang banyak yang datang mencarinya bukanlah karena tanda heran yang dilakukanNya, melainkan karena mereka telah makan dan kenyang. Maka kesempatan itu digunakan Yesus untuk menyampaikan wejanganNya tentang roti hidup. "Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini ia akan hidup selamanya, dan roti yang kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup kekal" (Yoh. 6:51). Ucapan ini membuat orang-orang Yahudi bersungut-sungut karena Yesus mengatakan bahwa roti yang diberikanNya adalah dagingNya sendiri. "Bagaimana mungkin Ia dapat memberikan dagingNya untuk dimakan".
Ungkapan ketidakmengertian ini juga pernah ditanyakan oleh Nikodemus ketika Yesus berbicara tentang perlunya orang dilahirkan kembali. Dalam situasi ini, Yesus melanjutkan pengajaranNya, "Jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahNya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu". Pernyataan Yesus ini bukan pernyataan metaforis. Sebelumnya Yesus mengatakan "barangsiapa datang kepadaKu ia tidak akan lapar lagi dan barangsiapa percaya kepadaKu ia tidak akan haus lagi". Sekarang bahasa Yesus lebih konkret, Ia tidak berbicara tentang datang dan percaya, tetapi makan daging Anak Manusia dan minum darahNya. Yesus memberikan jaminan kepada mereka yang makan daging dan minum darah, mereka memperoleh hidup yang kekal. Sebab dagingNya adalah sungguh-sungguh makanan dan darahNya adalah sungguh-sungguh minuman. Akhirnya Yesus memberikan suatu perbandingan, Ia hidup oleh Bapa yang mengutusNya, maka sekarang yang memakan dagingNya akan hidup oleh Dia.
Jika dicermati, kosa kata ini merupakan unsur-unsur dalam Ekaristi, yaitu daging dan darah. Kepercayaan akan roti surgawi adalah lambang Yesus sendiri. Tubuh dan darah Yesus sebagai santapan dimengerti sebagai ungkapan rohani, yaitu dimengerti dengan makan dan minum melalui iman. Hal itulah yang terjadi dalam Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi, Yesus hadir bukan dalam bentuk tubuh jasmani yang dapat ditangkap oleh panca indra, melainkan tubuh yang mistik yang hanya dapat ditangkap oleh mata iman.
Dalam Ekaristi kudus, tubuh Tuhan yang tampak dalam roti yang sederhana, Yesus datang dan tinggal dalam diri kita atas cara yang sangat istimewa. Bukan hanya Yesus yang tinggal di dalam hati kita, kita juga tinggal dalam Yesus. Itulah yang yang dimaksudkan Yesus ketika berkata "barang siapa makan tubuhKu dan minum darahKu tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia". Setiap kali menyambut Tubuh dan Darah Kristus, kita memasuki persekutuan mesra dengan Kristus, kita membawa Kristus di dalam diri kita ke mana pun kita pergi.
Dalam buku Rome sweet home, buku yang termasuk best seller karangan dan cerita perjalanan iman Scott dan Kimberly Hahn, dikisahkan seorang pendeta Gereja Episkopal merencanakan untuk mengadakan perjamuan Ekaristi atau komuni setiap minggu. Usulan Scott terlihat sangat aneh, karena menurut mereka menerima komuni setiap minggu akan menjadi sebuah rutinitas yang berlebihan yang akhirnya menumbuhkan sikap yang tidak hormat. Scott menjawabnya dengan jawaban yang menggugah: "Setiap kali menerima komuni, kita bersatu dengan Kristus dan perjanjian kita denganNya dibaharui. Sama halnya ketika membaharui perjanjian nikah dengan istri, apakah hanya ingin membaruinya dua kali dalam setahun atau membaruinya sekali seminggu". Akhirnya usulan Scott diterima, Ekaristi dilaksanakan setiap minggu dan dijadikan puncak ibadat.
Perayaan Ekaristi menjadi sumber dan puncak iman. Meminjam istilah Scott, Ekaristi itu layak diterima sesering mungkin, karena dengannya kita bersatu dengan Kristus dan jemaat serta perjanjian kita dengan Allah dibarui. Suatu kebahagiaan yang tiada tara jika setiap hari kita mengalami persatuan dengan Kristus dan tubuh rohani kita dikuatkan lewat santapan surgawi. (Penulis adalah seorang biarawan dan tinggal di Biara Kapusin St Fransiskus Jl Medan, Pematangsiantar/f)