Jakarta (SIB)
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Yanti Setiawan gemas dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan yang belum turun mengikuti penurunan suku bunga acuan BI atau BI 7 Day Reverse Repo Rate.
"Kami juga sama-sama gemas," kata Yanti dalam pelatihan wartawan BI secara virtual, Kamis (25/3).
Dia mengatakan, BI rutin mempublikasi asesmen transmisi suku bunga kebijakan kepada SBDK Perbankan. Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, publikasi asesmen transmisi suku bunga kebijakan kepada SBDK Perbankan bertujuan untuk mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia serta memperluas diseminasi informasi kepada konsumen, baik korporasi maupun individu, guna meningkatkan tata kelola, disiplin pasar dan kompetisi di pasar kredit perbankan.
"Tetapi memang kami lihat publikasi itu sendiri memang belum sepenuhnya membentuk pola perilaku suku bunga di perbankan secara lebih efektif. Karena memang market leader dan market follower-nya memang gap-nya agak jauh," ujar Yanti.
Dia menuturkan respons SBDK masih belum sepadan dengan penurunan Suku Bunga Kebijakan Bank Indonesia (BI-7DRR). Penurunan BI-7DRR sebesar 125 basis poin dari Januari 2020 hingga Januari 2021, diikuti oleh penurunan SB deposito sebesar 189 bps. Namun SBDK hanya turun sebesar 78 bps pada periode yang sama.
Berdasarkan komponen SBDK, kata dia, terlihat bahwa peningkatan justru terjadi pada margin keuntungan. Hal ini mengindikasikan adanya upaya bank menahan potensi penurunan kinerja profitabilitas sebagai dampak dari menurunnya fungsi intermediasi akibat pelemahan ekonomi.
BI, kata dia, masih mengkaji aturan agar perbankan bisa mengikuti pergerakan suku bunga acuan BI dari sisi bunga kredit. Namun, dia melihat suku bunga kredit dipengaruhi oleh urusan internal perbankan dan eksternal. Faktor internalnya di mana suku bunga terbentuk berdasarkan kondisi, karakteristik, bisnis model, dan sebagainya, termasuk size atau skala ekonomi bank. Dan ada faktor eksternal, yaitu makro ekonomi.
"Jadi beban dari kondisi ekonomi kita yang sekarang melemah, kita ingin share tidak hanya pemerintah dan otoritas, tapi juga perbankan juga ikut tanggung renteng terhadap ini, salah satunya tercermin dari suku bunga yang lebih akomodatif terhadap kondisi ekonomi," ujarnya.
Langkah itu, kata Yanti, cukup efektif kalau dilihat pada Februari 2021. Bank-bank yang langsung menurunkan suku bunga kreditnya adalah bank-bank milik Badan Usaha Milik Negara.
Sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN memangkas bunga hingga 270 basis poin untuk memacu pergerakan ekonomi sejalan dengan arahan pemerintah dan regulator keuangan. Berdasarkan laporan SBDK yang dilansir Bank BTN, perseroan memangkas bunga di seluruh segmen kreditnya. SBDK kredit pemilikan rumah(KPR) mencatatkan penurunan bunga tertinggi sebesar 270 bps.
Plt Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan penurunan suku bunga tersebut sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mencanangkan 2021 sebagai tahun pemulihan ekonomi nasional. Penurunan ini juga mengikuti pergerakan BI 7-Day Reverse Repo Rate yang terus turun ke level 3,5 persen.
“Penurunan bunga ini kami harapkan dapat membantu meningkatkan permintaan kredit khususnya di sektor perumahan. Apalagi, sektor perumahan memiliki multiplier effect ke 174 sektor lain sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian nasional,†kata Nixon dalam keterangan resmi, Selasa 9 Maret 2021. (T/f)
Sumber
: Hariansib.com edisi cetak