Jakarta (SIB)
Bareskrim Polri mengajukan pencekalan ke luar negeri terhadap 4 tersangka kasus penyelewengan dana yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pengajuan itu dikirimkan ke bagian imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
"Bareskrim Polri meminta bantuan kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan pencekalan untuk melakukan pencekalan atau pencegahan ke 4 tersangka," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam keterangannya, Kamis (28/7).
Adapun pengajuan surat pencekalan tercatat dengan nomor B/5050/VII/RES.1.24./2022/_ pada 26 Juli 2022. Tujuannya mencegah keempat tersangka melarikan diri ke luar negeri.
"Untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut serta dikhawatirkan akan melarikan diri ke luar negeri," ungkap Nurul.
Belum Ditahan
Sebelumnya, Dittipideksus Bareskrim Polri memanggil empat tersangka kasus dugaan penyelewengan dana donasi Yayasan ACT pada Jumat (29/7). Keempat tersangka itu saat ini belum ditahan.
"Selanjutnya akan ada panggilan untuk datang pada hari Jumat," ujar Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dimintai konfirmasi, Selasa (26/7).
Keempat tersangka itu ialah Ahyudin (A) selaku Ketua Pembina Yayasan ACT, Ibnu Khajar (IK) selaku pengurus Yayasan ACT, Hariyana Hermain (HH) sebagai anggota Pembina Yayasan ACT, dan Novardi Imam Akbari (NIA) selaku Ketua Dewan Pembina ACT.
Dia mengatakan penentuan penahanan tergantung pemeriksaan pada Jumat nanti.
"Betul (tergantung pemeriksaan nanti)," kata Whisnu.[br]
Gandeng PPATK
Sementara itu, Kementerian Sosial (Kemensos) RI mencabut izin pengumpulan uang dan barang (PUB) Yayasan ACT. Kemensos juga membentuk tim untuk memantau aktivitas lembaga filantropi di Indonesia usai geger kasus ACT.
"Sekarang lagi kita siapkan tim, saya nanti akan ketemu dengan aparat penegak hukum (APH) semuanya untuk pemantauan semuanya, siapa saja," kata Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini kepada wartawan di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur (Jaktim), Kamis (28/7).
Risma mengatakan, dirinya telah menegur ACT saat awal menjabat. Dia juga menyebut mekanisme pengawasan lembaga seperti ACT masih lemah.
"Karena sebetulnya saat awal saya jadi menteri itu sudah saya ingatkan dia. Karena saat itu kalau nggak salah ada sumbangan ke luar dia. Terus dia saya tegur. Tapi kita saat itu mekanismenya masih pengawasan masih lemah. Ini kita mau buatkan tim untuk monitoring ini rutin," ungkapnya.
Risma juga akan menyisir lembaga filantropi lainnya. Kemensos akan melibatkan sejumlah pihak lain seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksai Keuangan (PPATK) dan Interpol.
"Seluruhnya (lembaga filantropi yang disisir), dia kalau nggak salah memang berapa bulan gaada laporan. Kami juga melibatkan PPATK dan Interpol. Jadi nanti tim kita akan lebih lengkap," ujarnya.
Risma mengatakan, tak ada yang salah jika lembaga filantropi mengambil dana dari donasi warga untuk keperluan operasiona. Namun, katanya, hal itu harus dilakukan sesuai aturan.
"Saya selalu sampaikan, jadi ya sebetulnya boleh amil pun mengambil. Tapi kan ada aturan-aturannya. Jadi harus dibatasi sesuai aturan dan di kita pun ada batasannya. Karena ini menyangkut kepercayaan pemberi bantuan," tuturnya.
Sebelumnya, Kemensos mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan ACT tahun 2022. Kemensos menduga adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan ACT.
Berdasarkan keterangan dari Humas Kemensos RI, pencabutan izin itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi, Selasa (5/7). (detikcom/d)