Medan (SIB)
Komisi IV DPRD Medan mengaku sangat heran terhadap Kadis Kebersihan dan Pertamanan (KP) Kota Medan H Husni yang mengeluhkan keberadaan preman yang berkedok pemuda setempat (PS) di tempat pemakaman umum (TPU) Kristen di Simalingkar B. Pasalnya, meski di lokasi pemakaman sudah ada dipasang plang tarif penguburan (korek dan kubur) sesuai Perda nomor 10 Tahun 2012 sebesar Rp 200.000, tapi para preman tetap menagih Rp 2-3 juta per lubang kuburan.
Hal itu terungkap pada kunjungan kerja Komisi IV ke dinas KP ini, Senin (1/2) di Pinang Baris, Kecamatan Medan Sunggal. Kunjungan dipimpin Ketua Komisi IV Paul MA Simanjuntak. Turut mendampingi Wakil Ketua Komisi Edy Eka Suranta Meliala, Syaiful Ramadhan, Sukamto, Edwin Sugesti, M Rizmi Nugraha, Antonius D Tumanggor, Renville Napitupulu dan Dedi Aksyari Nasution.
Paul mengungkapkan, banyak warga mengadu ke rumahnya soal mahalnya biaya pemakaman di TPU Kristen. Terlebih lagi biaya pembetonan yang dikuasai para preman bisa mencapai Rp 30 juta, padahal TPU Kristen itu milik Pemko tapi dibiarkan dikuasai preman.
“Mengurus orang hidup saja gak siap-siap pak Kadis, jangan lagi kami dibebani mengurus orang yang sudah meninggal karena ketidaktegasan dinas ini. Ini lahan milik Pemko, kok orang lain berkuasa?†tanya Paul.
Ketika ditanya berapa sebenarnya biaya pemakaman sesuai Perda, Husni menjawab Rp 200.000. Renville Napitupulu langsung mengatakan, baru beberapa minggu ada keluarganya meninggal dunia, dia sendiri membayar Rp 3 juta biaya pemakaman. Husni menyarankan agar membayar retribusi pemakaman datang saja ke kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) di Pinang Baris. “Nanti akan kami komunikasikan di lokasi pemakaman, di lapangan kita mau kasih uang rokok sama penggali kubur, itu terserah bapak,†jelas Husni.
Husni mengungkapkan kalau di lokasi TPU itu didominasi pemuda setempat untuk menggali dan mengubur serta membangun makam. Husni mengakui yang menguasai TPU Kristen Simalinggar B adalah PS, mulai menggali, mengubur dan membangun makam. Petugas dari dinas yang ditempatkan menurut Husni tidak mampu mengatasi keberadaan para PS. “Itu bukan petugas kita, mereka PS (pemuda setempat), kadang tidak mampu juga petugas kita mengatasinya, karena intimidasi ada juga, upaya yang kami lakukan, baru-baru ini mandornya diganti dan menempatkan pekerja harian lepas (PHL) biar ada leadership di sana,†jelas Husni.
Sementara Antonius Tumanggor menyarankan agar pemko menyerahkan pengelolaan makam ke pihak ketiga agar pengelolaannya lebih profesional dan PADnya jelas masuk ke kas daerah, seperti pemakaman Taman Eden di Tanjung Morawa. Tidak seperti sekarang, Perda pemakaman ada, tapi dibisniskan oleh oknum PS. Semestinya orang yang sudah berduka tidak lagi terbeban masalah pemakaman, karena tidak semua keluarga duka itu orang kaya. Perda diterbitkan agar tata cara pemakaman itu ada, warga tidak diberatkan, tapi pemko dapat PAD dari retribusi.
Dari pertemuan itu tidak tercipta solusi bagaimana mengusir para preman yang berkedok PS tersebut. Husni sebagai Kadis DKP hanya melakukan uji coba lewat mengganti mandor makam. Kemudian, jika ada keluarga atau kerabat anggota dewan yang meninggal, mereka disuruh me-WA Kadis DKP dan membayar retribusi pemakaman ke kantor dinas. Kemudian pihak DKP bisa mengkomunikasikan kepada mandor di lokasi pemakaman bahwa itu adalah keluarga dewan sehingga tidak dikutip lagi biaya di luar retribusi.
Kepada wartawan Paul Simanjuntak mengaku sangat kecewa terhadap Kadis DKP, Husni yang tidak tegas mengawal perda sehingga merugikan masyarakat. Padahal sebagai pejabat, dia bisa bertindak tegas dengan menjalin kordinasi terhadap aparat penegak hukum seperti TNI dan Polri agar oknum preman yang bekedok PS tersebut diusir dari TPU Kristen. “Tidak mungkin kejadian seperti ini dibiarkan berlarut-larut kalau tidak ada imbal baliknya. Tidak sulit kok mengusir para preman itu, masa negara kalah dengan preman,†tegasnya, seraya berharap Wali Kota Bobby Nasution bisa mengatasi permasalahan ini jika nanti memimpin Kota Medan. (M10/a)
Sumber
: Hariansib edisi cetak