Jakarta (SIB)
Meski dibilang produk Indonesia, namun RKUHP masih mempertahankan beberapa poin rumusan warisan penjajah Belanda. Salah satunya soal tindak pidana terhadap Ketertiban Umum.
Dalam draft final RKUHP yang diserahkan Pemerintah ke DPR, rancangan itu masih mengatur ancaman penjara bagi setiap orang yang menghina pemerintah dan memicu kerusuhan.
"Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi Pasal 240 yang dikutip, Kamis (7/7), dari draf final RKUHP yang diserahkan Pemerintah ke DPR.
Nah, ancaman menjadi lebih berat bila penghinaan ke pemerintah di atas disiarkan lewat ITE/sosial media sehingga menjadi kerusuhan. Yaitu hukuman diperberat menjadi 4 tahun penjara.[br]
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V," demikian bunyi Pasal 241.
Lalu apa yang dimaksud kerusuhan?
"Yang dimaksud dengan "kerusuhan" adalah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menimbulkan keributan, keonaran, kekacauan, dan huru-hara," demikian bunyi Penjelasan Pasal 240 RKUHP.
Dari manakah?[br]
KUHP yang berlaku saat ini di Indonesia adalah Code Napoleon Perancis yang berlaku tahun 1810. Prancis kemudian menjajah Belanda dan Prancis memberlakukan KUHP di Belanda pada 1881.
Kemudian KUHP dibawa Belanda ke Indonesia saat menjajah Nusantara. Pemerintah kolonial Belanda pun memberlakukan code itu secara nasional pada 1918 dengan nama Wet Wetboek van Strafrecht.
Wet Wetboek van Strafrecht itu lalu menggusur seluruh hukum yang ada di Nusantara, dari hukum adat hingga hukum pidana agama. Nilai-nilai lokal juga tergerus hukum penjajah. Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 tidak serta-merta mengubah hukum yang berlaku (detikcom/d)