Jakarta (SIB)
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melawan atas vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat hukumannya menjadi 9 tahun penjara. Edhy Prabowo mengajukan kasasi.
Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Jumat (26/11), Edhy mengajukan kasasi pada Rabu (17/11). Jaksa KPK yang menangani kasasi Edhy adalah Zainal Abidin.
Diketahui, pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis ke Edhy 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti bersalah menerima uang suap senilai Rp 25,7 miliar dari pengusaha eksportir benih bening lobster (BBL) atau benur. Atas vonis itu, Edhy pun mengajukan banding.
Hingga akhirnya, pada Kamis (11/11), putusan banding itu dibacakan. Edhy Prabowo berharap hukuman 5 tahun penjara itu diringankan, tetapi nasib berkata lain, hukuman Edhy justru diperberat menjadi 9 tahun penjara.
Alasan hakim memperberat hukuman Edhy adalah perbuatan Edhy dinilai telah meruntuhkan sendi kedaulatan negara.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi putusan PT DKI Jakarta yang dikutip dari website-nya, Kamis (11/11).
Selain itu, Edhy diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsinya, yaitu Rp 9,6 miliar dan USD 77 ribu. Bila tidak membayar dalam waktu satu bulan sejak putusan inkrah, hartanya disita dan dirampas negara. Bila hartanya tidak cukup, diganti 3 tahun kurungan.
Hakim PT Jakarta menilai hukuman 5 tahun penjara tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat, yang seharusnya ditangani secara ekstra dan luar biasa. Terlebih, Edhy adalah seorang menteri yang membawahkan Kementerian KKP telah dengan mudahnya memerintahkan anak buahnya berbuat hal yang menyimpang dan tidak jujur.
"Terdakwa telah merusak tatanan kerja yang selama ini ada, berlaku, dan terpelihara dengan baik. Terdakwa telah menabrak aturan/tatanan prosedur yang ada di kementeriannya sendiri," ucap majelis yang beranggotakan M Lutfi, Singgih Budi Prakoso, Reny Halida Ilham Malik, dan Anthon Saragih.
Bidik
Edhy Prabowo telah diputus 9 tahun penjara di kasus suap ekspor benur. KPK nantinya akan mendalami soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) setelah vonis Edhy berkekuatan hukum tetap.
"Jadi, kalau kemudian sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, setelah inkrah gitu ya, tentu kami akan segera pelajari pertimbangan dari putusan hakim Pengadilan Tinggi, fakta-faktanya apakah sama dari fakta-fakta dari di pengadilan negeri, ataukah ada fakta-fakta baru ataukah ada kemungkinan yang bisa dikembangkan lebih lanjut ke pasal-pasal lain ataupun penerapan undang-undang lain, seperti tindak pidana pencucian uang," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (26/11).
Ali mengatakan, KPK masih menunggu perkembangan dari perkara ini. Dia menyebut, KPK tentu akan mempelajari putusan Edhy secara utuh guna mendalami dugaan TPPU.
"Tapi, pada prinsipnya, tentu kami menunggu nanti seperti apa perkembangan dari perkara ini dan pasti nanti kami akan informasikan ya seperti apa hasil akhir dari putusan terdakwa itu sendiri," ujarnya.
"Nanti kami pelajari dulu putusan secara utuhnya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut," sambungnya. (detikcom/a)