Jakarta (SIB)
Irjen Ferdy Sambo mengaku telah berbohong mengenai rekayasa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Dia bahkan menjanjikan uang Rp 1 miliar kepada Bharada Richard Eliezer setelah menembak Yoshua.
Hal tersebut terungkap dari kesaksian Eliezer, Kuat, dan Bripka Ricky Rizal kepada penyidik. Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, disebut ikut dalam menjanjikan uang tersebut kepada Eliezer.
Sedangkan kepada Kuat dan Ricky, yang berperan dalam membantu melakukan pembunuhan berencana terhadap Yoshua, masing-masing dijanjikan uang Rp 500 juta.
Namun, agar tidak menyita perhatian, Ferdy Sambo baru akan memberikan uang kepada Eliezer, Kuat, dan Ricky pada Agustus 2022 atau sebulan setelah kejadian.
Eks pengacara Eliezer, Deolipa Yumara, juga membenarkan adanya informasi tersebut di berita acara penyidikan (BAP).
"Iya (benar) itu kan omongannya si Richard, di BAP juga ada itu (diiming-imingi uang). Bharada E Rp 1 miliar. Totalnya Rp 2 miliar.
Bharada E Rp 1 miliar, Ricky Rp 500 juta, Kuat Rp 500 juta," ujar Deolipa Yumara saat dihubungi wartawan, Jumat (12/8).
Deolipa mengatakan iming-iming uang itu dijanjikan tidak lama setelah Bharada E menjalankan skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo.
"Ya setelah udah mulai amanlah, setelah terjadi penyelesaian skenario, udah mulai aman (lalu diiming-imingi uang)," tuturnya.
Namun Bharada E tidak pernah menerima uang yang dijanjikan itu. Menurut Deolipa, Bharada E, Ricky, dan Kuat hanya dijanjikan.
"Dijanjiin doang," ucapnya.
Dihubungi terpisah, pengacara Bharada E yang baru, Ronny Talapessy, menolak berkomentar lebih jauh soal dugaan iming-iming uang tersebut. Ronny Talapessy menyampaikan hal itu menjadi materi penyidikan.
"Saya tidak bisa menyampaikan apa yang menjadi materi penyidikan," kata Ronny Talapessy.
Wartawan juga meminta konfirmasi terhadap Arman Hanis selaku kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Arman tidak membantah dan tidak membenarkan pertanyaan yang diajukan terkait dugaan iming-iming uang tersebut.[br]
"Terima kasih banyak telah memberikan kesempatan dan ruang kepada kami tim kuasa hukum untuk bisa diakomodir dalam diskusi/publikasi yang sedang dipersiapkan. Saat ini, tim kuasa hukum masih fokus menindaklanjuti proses hukum klien kami dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait perkembangan kasus ini," kata Arman.
Arman mengatakan pihaknya menghormati dan mempercayakan proses hukum yang masih berlanjut saat ini.
"Kami mempercayakan kepada penyidik, terkait seluruh proses yang saat ini sedang berjalan," imbuh Arman.
Gemetaran
Sementara itu Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi menyebut petugas LPSK mengaku gemetaran saat ada dua amplop cokelat disodorkan seusai pertemuan dengan Irjen Ferdy Sambo. Pertemuan itu terjadi di Kantor Propam pada 13 Juli 2022.
Edwin mengatakan peristiwa itu setelah Irjen Ferdy Sambo berbicara soal pengajuan permohonan perlindungan untuk Bharada Eliezer dan istrinya, Putri Candrawathi, terkait tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Edwin mengatakan petugas LPSK langsung menolak amplop itu.
"Belum dilihat lah. Kasih begitu saja sudah buat staf LPSK gemetaran. Langsung staf kami tolak saja," kata Edwin kepada wartawan, Jumat (12/8).
Edwin mengatakan ada dua petugas LPSK yang datang ke Kantor Propam. Dia menyebut salah satu anggota LPSK saat itu tengah menunaikan ibadah salat dan meninggalkan petugas lain seorang diri.
"Setelah pertemuan dengan Irjen Ferdy Sambo dan jeda menunggu kedatangan Bharada E, salah satu petugas LPSK menunaikan salat di Masjid Mabes Polri sehingga hanya ada satu orang petugas LPSK yang menunggu di ruang tunggu tamu kantor Kadiv Propam," ucapnya.
Edwin mengatakan petugas LPSK yang berada di ruang tunggu kantor Sambo itu ditemui seseorang berseragam hitam dengan garis abu-abu yang menyampaikan amplop cokelat.
Dia mengatakan, berdasarkan cerita stafnya, amplop itu disebut sebagai titipan 'Bapak'.
"Menyampaikan titipan atau pesanan 'Bapak' untuk dibagi berdua di antara petugas LPSK. Staf tersebut menyodorkan sebuah map yang di dalamnya terdapat 2 amplop cokelat dengan ketebalan masing-masing 1 cm," ujar Edwin.
"Petugas LPSK tidak menerima titipan atau pesanan tersebut dan menyampaikan kepada staf tersebut untuk dikembalikan saja," sambungnya.
Untuk diketahui, istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, mengajukan permohonan perlindungan atas laporannya terkait dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Permohonan itu disampaikan pada 14 Juli 2022 ke LPSK. Hingga kini, status Putri masih sebagai pemohon di LPSK.
Putri disebut tak kooperatif saat menjalankan tahapan pendalaman oleh LPSK. Karena itu, asesmen Putri disudahi. Keputusan terkait permohonan perlindungan istri Irjen Ferdy Sambo akan diputuskan Senin depan.
Tanggapan Pihak Irjen Ferdy Sambo
Pengacara keluarga Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis, buka suara terkait cerita LPSK terkait ada amplop tebal dari 'Bapak'. Arman mengatakan fokus dengan proses hukum yang dijalani kliennya.
"Saat ini tim kuasa hukum masih fokus menindaklanjuti proses hukum klien kami dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait perkembangan kasus ini," kata Arman Hanis saat dimintai konfirmasi terkait cerita LPSK.[br]
Pihaknya menyerahkan kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang menjerat Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kepada penyidik. Dia mengatakan Ferdy Sambo menghormati proses hukum.
"Kami mempercayakan kepada penyidik, terkait seluruh proses yang saat ini sedang berjalan," ucapnya.
Fee Rp 15 Triliun
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menyebut kuasa Deolipa Yumara dan Muhamad Boerhanuddin sebagai pengacara Bharada Eliezer atau Bharada E telah dicabut. Deolipa mengaku belum diberi tahu dan meminta fee Rp 15 triliun.
"Ini kan penunjukan dari negara, dari Bareskrim. Tentunya saya minta fee saya dong. Saya akan minta jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara. Saya minta Rp 15 triliun, supaya saya bisa foya-foya," kata Deolipa kepada wartawan, Jumat (12/8).
Deolipa mengatakan meminta Rp 15 triliun karena merasa ditunjuk oleh negara. Jika tidak dipenuhi, katanya, dirinya akan mengajukan gugatan.
"Ya kan kita ditunjuk negara, negara kan kaya. Masa kita minta Rp 15 triliun nggak ada. Ya kalau nggak ada, kita gugat. Catat aja," katanya.
"Kapolri kita gugat, semua kita gugat. Presiden, menteri, Kapolri, Wakapolri, semuanya kita gugat supaya kita dapat ini kan sebagai pengacara, secara perdata, Rp 15 triliun," tambahnya.
Deolipa mengatakan akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan dilakukan bisa secara perdata, katanya.
"Perdata bisa ke PTUN, bisa secara perdata," katanya.
Sebelumnya, beredar surat bahwa Bharada E mencabut kuasa Deolipa Yumara dan Muhamad Boerhanuddin sebagai pengacaranya.
Hal itu dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi.
"Iya, betul," kata Andi saat dimintai konfirmasi. Andi menjawab pertanyaan terkait benar atau tidaknya surat pencabutan kuasa oleh Bharada E itu.
Andi mengatakan pencabutan merupakan wewenang Bharada E. Dia tak memberikan alasan detail terkait pencabutan kuasa ini.
"Ya namanya juga ditunjuk. Kalau penunjukannya ditarik, kan terserah yang nunjuk," katanya.
Andi menyebut awalnya Deolipa dan Boerhanuddin memang ditunjuk oleh salah satu penyidik untuk membela Bharada E. "Penyidik yang menunjuk untuk Bharada E," katanya.
Sebagai informasi, Bharada Eliezer merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua. Selain Eliezer, Polri juga telah menetapkan tiga tersangka lain, yakni Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. (detikcom/f)