Jakarta (SIB)
Dalam hitungan hari, RKUHP akan disahkan DPR dengan masa transisi dari KUHP lama ke KUHP baru selama 3 tahun. Sejumlah pasal baru muncul. Salah satu pasal baru adalah hubungan seks di luar pernikahan. Sementara saat ini tidak dilarang, dalam RKUHP, seks di luar pernikahan diancam penjara 1 tahun.
"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi Pasal 413 ayat 1 yang dikutip detikcom, Jumat (25/11).
Namun pasal di atas baru berlaku apabila ada pengaduan oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
"Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai," bunyi Pasal 413 ayat 4.
Selain itu, RKUHP mengatur soal pasangan yang tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan atau biasa disebut kumpul kebo.
"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi Pasal 414 ayat 1 RKUHP.
Namun tidak mudah mempidanakan pelaku kumpul kebo karena harus dengan delik aduan. Yang berhak mengadukan yaitu:
1. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
2. Orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan
"Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai," demikian bunyi Pasal 414 ayat 4.
Dipenjara 6 Bulan
Sementara itu, pasangan yang tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan atau biasa disebut kumpul kebo dipidana penjara paling lama 6 bulan.
"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi Pasal 414 ayat 1 RKUHP yang dikutip, Jumat (25/11).
Namun tidak mudah mempidanakan pelaku kumpul kebo karena harus dengan delik aduan. Yang berhak mengadukan yaitu:
1. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, atau
2. Orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan
"Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai," demikian bunyi Pasal 414 ayat 4.
RKUHP juga memperluas pasal zina. Pada KUHP Belanda saat ini, pelaku zina salah satunya harus terikat ikatan perkawinan atau kedua pasangan zina. Sekarang semua hubungan seks di luar pernikahan adalah zina.
"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi Pasal 413 ayat 1.[br]
Namun pasal di atas baru berlaku apabila ada pengaduan oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
"Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai," bunyi Pasal 413 ayat 4.
Pidanakan Ngeprank
Berdasarkan draf RKUHP yang dilihat, Jumat (25/11) juga terdapat aturan pidana bagi orang yang membuat prank. Aturan pidana untuk tindakan nge-prank itu diatur Pasal 331 yang berbunyi:
Setiap orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Berapa denda kategori II itu? Dalam Pasal 79 ayat 1 huruf b disebutkan:
Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan kategori II Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Dalam Penjelasan Pasal 331 diberi sedikit ilustrasi, yaitu:
Yang dimaksud dengan 'kenakalan' misalnya mencoret-coret tembok di jalan umum.
RKUHP juga melarang siapa pun berbuat berisik pada malam hari hingga mengganggu tetangga. Bila si tetangga tidak terima, ia bisa melaporkan tetangganya ke polisi. Hal itu diatur dalam bab gangguan terhadap Ketenteraman Lingkungan dan Rapat Umum.
"Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, setiap orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan dengan membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada malam; atau membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu," demikian bunyi Pasal 265 RKUHP.
Dari Manakah KUHP yang Berlaku Saat Ini?
KUHP yang berlaku saat ini di Indonesia adalah Code Napoleon Prancis yang berlaku pada 1810. Prancis kemudian menjajah Belanda dan Prancis memberlakukan KUHP di Belanda pada 1881.
Kemudian KUHP dibawa Belanda ke Indonesia saat menjajah Nusantara. Pemerintah kolonial Belanda pun memberlakukan code itu secara nasional pada 1918 dengan nama Wet Wetboek van Strafrecht.
Wet Wetboek van Strafrecht itu lalu menggusur seluruh hukum yang ada di Nusantara, dari hukum adat hingga hukum pidana agama. Nilai-nilai lokal juga tergerus hukum penjajah. Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 tidak serta-merta mengubah hukum yang berlaku.
Mulai Berlaku 3 Tahun
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Sharif Omar Hiariej mengatakan RKUHP tidak akan langsung berlaku setelah diundangkan. Dia menyebut, RKUHP baru akan berlaku 3 tahun sejak resmi berlaku.
"Undang-undang ini mulai berlaku tiga tahun terhitung sejak tanggal diundangkan," kata Edward saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Kamis (24/11).
Edward mengatakan, RKUHP itu baru berlaku setelah 3 tahun atas berbagai pertimbangan. Salah satunya pertimbangan masa tahapan Pemilu 2024.[br]
"Diusulkan menjadi tiga tahun dengan mempertimbangkan masa tahapan pemilu pada tahun 2023 dan Pemilu 2024, serta penyesuaian peraturan perundang-undangan existing dengan RUU KUHP. Misalnya, denda yang diatur dalam UU Administrasi bersanksi pidana," ucapnya.
Lebih lanjut, Edward menjelaskan RKUHP juga tidak mungkin langsung berlaku satu tahun setelah disahkan. Dia menyebut, ada berbagai aturan dalam RKUHP itu yang harus dilanjutkan dengan aturan pelaksanaan.
"Ya itu kan banyak ada aturan pelaksanaan yang harus dikerjakan, jadi tidak mungkin dalam satu tahun. Tapi ingat, maksimal tiga tahun, ya. Ada berbagai macam peraturan yang harus kita selesaikan, misalnya terkait dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, itu akan dibuat peraturan pemerintah sebagai pedoman bagaimana pemberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat. itu contoh konkret," ujar dia. (detikcom/d)