Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 06 Juli 2025

ICW Temukan Anggaran Influencer Rp 90 Miliar, Menkominfo Mengaku Tidak Tahu

Redaksi - Sabtu, 22 Agustus 2020 09:31 WIB
422 view
ICW Temukan Anggaran Influencer Rp 90 Miliar, Menkominfo Mengaku Tidak Tahu
kompasiana.com
Ilustrasi
Jakarta (SIB)
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengaku tak mengetahui temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) soal belanja pemerintah untuk membayar influencer sejak 2017.

Menurut dia, Kemenkominfo memiliki program coaching clinic yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Siberkreasi pada 2018 lalu. Program itu memang melibatkan influencer. "Namun program coaching clinic school of influencer oleh Kominfo tersebut bukan untuk membiayai influencer, tetapi pelatihan bagi yang berminat berprofesi sebagai influencer," kata Johnny saat dihubungi, Jumat (21/8).

Dia mengatakan, program tersebut dibuat agar peserta mempunyai kemampuan sebagai influencer yang baik. Dalam program itulah pemerintah membayar influencer untuk memberikan pelatihan. "Literasi digital membutuhkan banyak influencer yang mengerti tentang transformasi digital dan kegiatan literasi digital tersebut berlangsung terus sampai sekarang bahkan lebih agresif," kata dia.

Menurut dia, program ini untuk membantu pemahaman yang lebih baik terkait digital, khususnya digital ekonomi bagi masyarakat pedesaan seperti petani, peternak, dan nelayan. "Kominfo melibatkan banyak lembaga swadaya maupun organisasi kemasyarakatan untuk mendukung kegiatan literasi digital," ujar dia.

Johnny tak merinci besaran anggaran untuk program tersebut. Meski begitu, dia menegaskan, anggaran yang dialokasikan untuk program tersebut tak sebesar yang disebut ICW yakni Rp 10,83 miliar untuk kementeriannya.

ICW mencatat, pemerintah pusat menggelontorkan dana mencapai Rp 90,45 miliar untuk Influencer. Data tersebut merupakan belanja pemerintah dari tahun 2017-2020 yang dihimpun ICW dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengatakan, ICW menggunakan kata kunci influencer dan key opinion leader dalam melakukan pencarian anggaran di LPSE. Hasilnya, terdapat jumlah paket pengadaan mencapai 40 dengan kata kunci tersebut sejak 2017.

Pada 2017, ada 5 paket pengadaan dengan nilai Rp 17,68 miliar. Lalu, jumlahnya meningkat pesat menjadi Rp 56,55 miliar untuk 15 paket pengadaan pada 2018. Pada tahun selanjutnya, jumlahnya menurun ke angka Rp 6,67 miliar untuk 13 paket pengadaan. Terakhir, di tahun 2020 ini, sudah ada 9,53 miliar yang dihabiskan untuk 7 paket pengadaan.

Instansi yang paling banyak menghabiskan anggaran untuk influencer adalah Kementerian Pariwisata dengan pengadaan 22 paket dan anggaran Rp 77,6 miliar. Selanjutnya secara berturut-turut ada Kementerian Komunikasi dan Informatika Rp 10,83 Miliar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 1,6 Miliar, Kementerian Perhubungan Rp 195,8 juta serta Kementerian Pemuda dan Olahraga Rp 150 juta.

Menyangga
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adiansyah menyangga pernyataan ICW yang menilai penggunaan influencer oleh pemerintah adalah bentuk ketidakpercayaan diri. Sebab program yang dimiliki harus diketahui seluruh pihak terutama millennial.
"Saya kira bukan tidak percaya diri. Tapi jangkauannya lebih luas, terutama di kalangan milenial," kata Donny saat dihubungi, Jakarta, Jumat (21/8).

Dia menjelaskan dengan melihat data 40 persen populasi di Indonesia adalah millenial, sebab itu program tersebut bisa disampaikan kepada influencer. Sehingga kata dia program tersebut mudah dipahami.

Donny Gahral Adian menjelaskan, penggunaan influencer agar program-program pemerintah dapat sampai ke masyarakat yang berada di pelosok daerah. Pasalnya, influencer memiliki banyak pengikut.

"Karena namanya program harus dipahami sampai ke pelosok, sampai ke desa-desa, ke daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh media. Nah, influencer itu kan kita tahu menggunakan sosmed. Sosmed kan banyak yang menggunakan," kata Donny kepada wartawan, Jumat (21/8).

Dengan menggunakan jasa influencer, maka program-program pemerintah dapat lebih mudah dimengerti oleh masyarakat. Sehingga, diharapkan program tersebut dapat bermanfaat bagi rakyat.

"Misalnya, bansos (bantuan sosial) orang kan tidak tahu bagaimana melakukan bansos, daftar kemana, prosedurnya seperti apa. Nah itu penting kan untuk disosialisasikan," ucap Donny.

Untuk itu, dia menilai tak ada yang salah dari penggunaan jasa influencer untuk mensosialisasikan program pemerintah selama yang disampaikan ke publik sesuai fakta. Terlebih, Donny menuturkan apa yang disampaikan influencer pasti didengar orang banyak.

"Saya tidak melihat salahnya dimana. Kecuali influencer digunakan untuk menyampaikan kebohongan. Kalau untuk menyampaikan kebeneran, why not?" tutur dia. (Kps/Liputan6/d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru