Jakarta (SIB)
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan bahaya anak jika terkena fenomena long Covid. Anak yang kena long Covid disebut akan mengalami gejala seperti rambut rontok hingga sesak napas.
Hal ini disampaikan oleh Ketum IDAI Aman B Pulungan dalam webinar 'Kajian Kesiapan Pembelajaran Tatap Muka di Provinsi DKI Jakarta', Sabtu (26/6). Aman mengatakan gejala ini akan didapat anak-anak setelah 6-8 bulan terpapar Covid.
"Nah kita IDAI mulai concern, kalau ketika testing pada anak ini sedikit, dan anak ini tidak tahu kita kena Covid apa tidak, dan anak ini tidak masuk program di-testing dan kalau mau sekolah dia tidak di-PCR, kita tidak tahu dia positif, nanti 6-8 bulan lagi dapatlah kita anak-anak, rontok rambutnya, loyo, sesak (napas), sulit konsentrasi, terus apa lagi, nyeri otot, tidak bisa tidur. Ini long Covid," kata Aman B Pulungan.
Selain itu, IDAI mengungkapkan data anak yang meninggal karena Covid-19. IDAI mengutip data dari beberapa dokter anak ada sekitar 14 anak meninggal karena Covid.
"Sekarang kasus positif ini cukup tinggi dan yang meninggal itu kita data mingguan. Yang meninggal itu data di dokter anak ada 13 atau 14, minggu lalu. Jadi berarti apa, setiap minggu ada dua anak yang meninggal (karena Covid)," kata Aman.
Aman mengatakan saat ini angka anak terpapar Covid sudah menyentuh sekitar 12 persen. Dia mengatakan satu dari delapan orang yang terpapar Covid di Indonesia merupakan anak-anak.
"Bagaimana Covid pada anak? Seluruhnya sudah tahu sekarang, angka kita ini sekitar 12 persen. Kemarin UNICEF juga mengatakan sekitar 12,5 persen. Jadi berarti apa, 1 di antara 8 itu adalah anak-anak. Jadi kalau ada seluruh dari 2 juta, ini harusnya kita ada 200 ribuan penderita anak pada saat itu," ujar Aman.
Meski demikian, Aman menduga masih banyak anak yang terpapar tapi belum terdeteksi. Karena itu, dia mengingatkan para orang tua waspada.
"Tetapi yang terdaftar di IDAI ini hanya 100 ribuan. Jadi berarti banyak sekali anak ini belum terdeteksi dan bisa tiba-tiba datang ke IGD, parah dan meninggal," ujarnya.
Menular
Terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, membenarkan varian Covid-19 Delta atau B16172 asal India bisa menular dalam hitungan detik. Berdasarkan informasi dari Australia, varian tersebut bisa bertransmisi dalam waktu 5 hingga 15 detik.
"Kalau dari informasi di Australia itu 5-15 detik tanpa masker bisa tertular," katanya, Sabtu (26/6).
Nadia menyebut, tingkat penularan varian Delta enam kali lebih tinggi dari varian Alfa atau B117 asal Inggris. Varian Alfa membutuhkan waktu sekitar 15 hingga 20 menit untuk melakukan transmisi.
"Artinya, kecepatan penularan Delta memang enam kali lebih tinggi dari Alfa yang sebelumnya jauh cepat menular," ujarnya.
Nadia mencatat, kasus varian Delta di Indonesia sudah mencapai 254, per 22 Juni 2021. Naik signifikan dari data 20 Juni 2021, yang tercatat masih 160 kasus.
Sebanyak 254 kasus varian Delta sudah tersebar di sembilan provinsi. Sembilan provinsi tersebut adalah DKI Jakarta dengan 96 kasus varian Delta, Jawa Tengah 80, Jawa Barat 48, Jawa Timur 18, Sumatera Selatan 3 dan Kalimantan Tengah 3. Kemudian Kalimantan Timur 3, Banten 2 dan Kalimantan Selatan 1.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban mengatakan, varian Delta bisa menular dalam hitungan detik.
"Transmisi kontak sekilas ini telah didukung oleh pernyataan-pernyataan beberapa tokoh. Termasuk Menteri Kesehatan New South Wales Brad Hazzard dan juga ahli epidemiologi dunia Eric Feigl-Ding," katanya melalui akun Twitter @ProfesorZubairi, Sabtu (26/6).
Prof Zubairi mengatakan, jika dilihat secara global, varian Delta memang menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi. Namun, sebagian besar vaksin yang digunakan saat ini masih efektif melawan varian Delta.
"Kabar baiknya, sebagian besar vaksin yang beredar, masih bisa bekerja melawan varian Delta ini," ucap dia. (merdeka.com/a)