Jakarta (SIB)
Istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dituntut 8 tahun penjara terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J). Sebelum membacakan tuntutan ke Putri, jaksa mengutip ayat Al-Qur'an dan Alkitab.
Ayat Al-Qur'an yang dikutip jaksa adalah Surah Al-Isra ayat 33. Kemudian jaksa mengutip Alkitab berasal dari kitab Matius.
"Izinkan kami mengutip Surah Al-Isra Ayat 33 'Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali dengan suatu alasan yang benar dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi jangan walinya melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan'," kata jaksa saat mengawali pembacaan tuntutan untuk Putri Candrawathi di PN Jaksel, Rabu (18/1).
"Selanjutnya Matius 5 ayat 21 'Kamu telah mendengar yang difirmankan nenek moyang kita, jangan membunuh, yang membunuh harus dihukum'," imbuh jaksa.
Saat membacakan berkas tuntutan terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Jaksa juga mengutip ayat yang sama di Al-Qur'an dan Alkitab di awal pembacaan tuntutan.
Ayat Al-Qur'an yang dikutip jaksa ialah surat Al-Isra ayat 33. Kemudian, jaksa mengutip ayat dari ayat 21 Matius 5 di Alkitab.
Dituntut 8 Tahun
Putri Candrawathi, dituntut 8 tahun penjara. Putri diyakini jaksa bersama-sama dengan Ferdy Sambo dkk melakukan pembunuhan berencana Brigadir N Yosua Hutabarat.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jaksel yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Putri Candrawathi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama," kata jaksa saat membacakan tuntutan di PN Jaksel, Rabu (18/1).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana 8 tahun penjara," imbuh jaksa.
Putri diyakini jaksa melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jaksa menilai tidak ada alasan pemaaf dan pembenar atas perbuatan Putri.
"Terdakwa wajib mempertanggungjawabkan dan untuk itu terdakwa harus dijatuhi hukuman setimpal dengan perbuatannya," ucap jaksa.
Hal memberatkan Putri ialah perbuatannya mengakibatkan hilangnya nyawa Yosua hingga tidak menyesali perbuatannya. Hal meringankan adalah Putri sopan dan belum pernah dihukum.
Tak Cukup Bukti
Jaksa mengatakan, kekerasan seksual atau pemerkosaan yang diklaim Putri Candrawathi, dilakukan oleh Brigadir N Yosua Hutabarat tidak cukup alat bukti. Jaksa menyebut, tidak ada saksi yang melihat soal pemerkosaan itu.
"Bahwa alat bukti yang mendukung Putri telah mengalami kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan korban Yosua adalah tidak cukup alat bukti," kata jaksa.
Jaksa mengatakan, di dalam persidangan, justru terungkap fakta hukum yang bertolak belakang dengan keterangan Putri yang diklaim telah mengalami kekerasan seksual. Jaksa menyebut, Bharada Richard Eliezer Pudihang, ART Susi, Kuat Ma'ruf maupun Bripka Ricky Rizal tidak mengetahui dan melihat pelecehan terhadap Putri di Magelang pada 7 Juli 2022 lalu.
"Di dalam persidangan justru terungkap fakta hukum yang bertolak belakang dengan keterangan Putri yang menerangkan bahwa dirinya telah mengalami kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan Yosua sehubungan saksi Richard, saksi Kuat, saksi Susi dan saksi Ricky yang mana mereka tidak melihat dan mengetahui kalau Putri telah dilecehkan atau diperkosa oleh Yosua tidak adanya dukung alat bukti surat visum, " ujar jaksa.
Jaksa menyebut, Putri Candrawathi, turut berperan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat. Jaksa menilai Putri berperan dengan akal liciknya ikut serta merampas nyawa Yosua.
"Peran terdakwa Putri Candrawathi yang dengan akal liciknya turut terlibat dalam skenario, selaku istri yang telah mendampingi Saudara Ferdy Sambo setiap langkahnya sampai memiliki kedudukan pejabat tinggi Polri yang menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, juga turut serta terlibat dan ikut serta perampasan nyawa N Yosua Hutabarat hingga terlaksana dengan sempurna," ujar jaksa.
Putri, kata jaksa, seharusnya mengingatkan Sambo tidak berbuat jahat. Jaksa mengatakan Putri justru membantu suaminya membunuh Yosua dengan skenario.
"Sebagai seorang istri perwira tinggi kepolisian seharusnya mengingatkan suami agar jangan sampai berbuat keji dan tidak seharusnya dapat berlaku sama dalam menjaga keselamatan jiwa raga anggota yang bekerja dengan terdakwa dan Ferdy Sambo, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh terdakwa Putri Candrawathi," ucap jaksa.
Putri dianggap turut serta terlibat dalam skenario pembunuhan Yosua. Hal itu disebabkan Putri mengajak Yosua melakukan isolasi mandiri (isoman), dan Putri ada ketika Sambo menjanjikan upah dan handphone kepada Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
"Dari uraian tersebut di atas jelas adanya persamaan sebagai turut serta secara sadar untuk turut serta merampas nyawa korban Yosua dengan cara menembak sehingga meninggal yang dilakukan terdakwa Putri Candrawathi, Ferdy Sambo, Ricky Rizal, Kuat Ma'rif, Richard Eliezer yang dilakukan penuntutan terpisah," jelas jaksa.
Hal Meringankan
Jaksa menyebut, ada sejumlah hal yang meringankan tuntutan terhadap Putri.
Jaksa mengatakan hal yang meringankan adalah Putri bersikap sopan selama proses persidangan. Putri, kata jaksa, juga belum pernah dihukum.
"Hal-hal yang meringankan, Terdakwa belum pernah dihukum, Terdakwa sopan di persidangan," kata jaksa.
Sementara itu, hal memberatkan Putri ialah perbuatannya menyebabkan hilangnya nyawa Brigadir Yosua. Jaksa juga menyebut perbuatan Putri menimbulkan kegaduhan.
"Tidak mengakui perbuatannya dan tidak menyesali. Akibat perbuatan Terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat," ujarnya.
Dituntut 12 Tahun
Sementara itu, Mantan ajudan Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dituntut hukuman 12 tahun penjara di kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat. Jaksa meyakini Eliezer melakukan tindak pidana secara bersama-sama merampas nyawa Yosua.
"Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merampas nyawa orang secara bersama-sama," kata jaksa saat membacakan tuntutan di sidang di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jaksel, Rabu (18/1).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana 12 tahun penjara," imbuhnya.
Hal yang meringankan tuntutan adalah Eliezer merupakan pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan ini atau biasa disebut justice collaborator.
"Hal-hal yang meringankan, terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan ini," kata jaksa.
Jaksa menyebutkan hal yang meringankan tuntutan juga adalah Eliezer belum pernah dihukum serta bersikap kooperatif selama di persidangan. Tak hanya itu, menurut jaksa, perbuatan Eliezer juga telah dimaafkan oleh keluarga Yosua.
"Terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan dan kooperatif di persidangan. Terdakwa menyesali perbuatannya serta perbuatan terdakwa telah dimaafkan oleh keluarga korban," kata jaksa.
Sedangkan hal yang memberatkan, kata Jaksa adalah Eliezer merupakan eksekutor yang menyebabkan hilangnya nyawa Yosua.
"Hal-hal yang memberatkan, terdakwa merupakan eksekutor yang menyebabkan hilangnya nyawa korban Nopriansyah Yosua Hutabarat," kata jaksa.
Jaksa juga menyatakan perbuatan Bharada Richard Eliezer telah menimbulkan duka mendalam bagi keluarga Yosua. Menurut jaksa, perbuatan Eliezer juga menimbulkan kegaduhan dan keresahan yang meluas di masyarakat.
"Perbuatan terdakwa telah menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban. Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat," kata jaksa.
Ricuh
Bharada Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara. Pengunjung sidang berteriak menyatakan kekecewaannya hingga membuat kericuhan di ruang sidang.
Pantauan di ruang sidang, Rabu (18/1), pengunjung sidang yang didominasi emak-emak mengaku penggemar Eliezer teriak. Mereka tidak terima Eliezer dituntut penjara.
"Woooi... huuu," sorak pengunjung sidang.
Pengunjung sidang pun berdiri. Mereka berteriak-teriak.
"Wah, nggak adil ini, nggak adil," salah satu pengunjung.
"Tidak adil," teriak pengunjung lainnya.
Hakim sempat meminta sidang diskors. Petugas keamanan diminta mengeluarkan para pengunjung yang teriak.
"Saudara penuntut umum, sidang dinyatakan diskors," kata hakim.
"Petugas keamanan, mohon bantuan untuk amankan pendukung, tolong dikeluarkan," lanjutnya.
Meski hakim meminta tenang mereka tetap teriak. Menuding jaksa mendapat uang.
"Jaksa, cuan, cuan, cuan," kata salah satu pengunjung.
Hakim kembali meminta para pengunjung tenang. Hakim mengancam akan mengeluarkan pengunjung.
"Tolong keluarkan kalau tidak bisa tenang," kata hakim.
Tak lama kemudian, para pengunjung pun diam. Sidang kemudian dilanjutkan.
"Baik, silakan dilanjut, sidang skors kami cabut," kata hakim.
Nangis Histeris
Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara. Rosti Simanjuntak, ibu almarhum Brigadir Yoshua Hutabarat, pun menangis histeris mendengar tuntutan itu.
"Tuntutan hari ini persidangan ini membuat hati saya sebagai ibu hancur," ujarnya sambil menitikkan air mata, dilansir, Rabu (18/1).
Menurut Rosti, dengan segala hal yang telah dilakukan Putri, seharusnya jaksa menuntut hukuman maksimal ke istri Sambo itu. "Padahal, sejak awal pembunuhan hingga persidangan, skenario ini sudah sangat luar biasa," katanya.
Perbuatan Putri dan Sambo, dinilai Rosti, sebagai kejahatan yang luar biasa sehingga, menurutnya, harus dituntut maksimal.
"Tuntutan bagi Putri selama delapan tahun tentu betul-betul bagi kami sangat tidak adil. Padahal Putri dan saksi lainnya yang turut mengetahui pembunuhan anak kami hanya dituntut yang ringan," katanya.
"Ini begitu sangat membuat hati ku semakin hancur, ini sangat tidak adil bagi kami rakyat yang kecil ini," ujar Rosti sambil berurai air mata. (detikcom/a)