Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 05 Juli 2025
Klaim Biaya RS dan Nakes Lambat

KPK Soroti Anggaran Kemenkes Rp 130 T

* 52 Juta Data Ganda Penerima Bansos Dihapus, Rp10 T Terselamatkan
Redaksi - Kamis, 19 Agustus 2021 07:47 WIB
376 view
KPK Soroti Anggaran Kemenkes Rp 130 T
Foto Dok
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan
Jakarta (SIB)
KPK menyebut anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam pengadaan untuk masa pandemi Covid-19 ini sebesar Rp 130 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, KPK masih menemukan adanya kelambatan dalam klaim biaya rumah sakit dan insentif para tenaga kesehatan (nakes).

"Khusus buat Kementerian Kesehatan agak lain lagi, karena anggarannya sekitar Rp 130 triliun pengadaannya bukan main. Jadi kita masuk ke dalam tim Kemenkes, jadi kita lakukan kunjungan lapangan, untuk memastikan klaim dari RS untuk biaya penanganan Covid itu memang benar, orangnya Covid beneran gitu ya," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers, Rabu (18/8).

Pahala menyebut kelambatan klaim rumah sakit itu paling banyak terjadi di daerah. Kelambatan itu khususnya pada klaim para nakes.

"Tapi yang kita temukan masalahnya klaimnya lambat, yang kedua insentif untuk nakes orangnya benar dan klaimnya benar, ternyata yang ditemukan adalah klaimnya lambat terutama yang buat daerah," kata Pahala.

Selanjutnya, KPK, kata Pahala, akan menyurati Kemenkes dalam menyelesaikan masalah tersebut. KPK pun juga memantau program percepatan vaksinasi.

"Jadi kita surati gimana untuk mempercepat, dan yang terakhir kita masuk ke program vaksinasi, vaksin pemerintah yang gratis yang gotong royong kita nggak ikut," ujarnya.

Rp 10 T Terselamatkan
Dalam konferensi pers itu, Pahala juga mengatakan, KPK telah mendorong Kementerian Sosial (Kemensos) mengintegrasikan data penerima bantuan sosial (data) dalam upaya mencegah adanya data ganda. Setelah diperbaiki, KPK menyebut terjadi penghapusan 52 juta data ganda sehingga yang awalnya sebanyak 193 juta penerima, kini menjadi 139 juta penerima.

"Kemarin bu menteri (sosial) datang memaparkan kemajuan integrasi data atas rekomendasi KPK. Beliau menyebutkan bahwa dari DTKS, BPNT dan PKH aslinya itu 193 juta orang penerima. Lantas setelah digabung, itu hilang sekitar 47 juta jadi sisa 150 juta, ini yang dibilang ganda. Lantas dia cek lagi NIK-nya karena kita minta dipadankan ke Kemendagri, kalau nggak ada NIK nya kita nggak tahu nih orang ada apa nggak," kata Pahala.

"Ada lagi nama samar segala macam dikasih ke Pemda, totalnya sekarang dari 193 juta penerima sekarang tinggal 139 juta. Ini sudah masukan dari daerah penambahan data segala macam," sambungnya.

Pahala mengatakan Mensos Tri Rismaharini waktu itu menetapkan bahwa 52 juta penerima bansos tidak jadi diberikan. KPK, kata Pahala, bahwa upaya ini berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 10,5 triliun.

Diketahui dari keterangan tertulis yang disampaikan KPK, angka Rp 10,5 triliun merupakan potensi penyelamatan uang negara per bulan dan disampaikan sebetulnya potensi penyelamatan uang negara per tahun bisa mencapai Rp 126 triliun. Namun angka tersebut tidak disampaikan oleh Pahala Nainggolan saat konferensi pers.

"Kita yakin bahwa ini jauh lebih baik dibanding 193 juta. Nah kita hitung 52 juta data dengan kebijakan ibu menteri tidak diberikan ke 52 juta data penerima ini. Kalau 1 data itu biasa diberikan Rp 200 ribu BPNT, kita estimasi sekitar Rp 10,5 triliun itu selamat uang negara. Karena datanya ada, tapi ibu menteri ini saya nggak diberikan karena ganda, gak ada NIK, dan gak bisa diterangkan oleh daerah," kata Pahala.

Selanjutnya, Pahala juga mengapresiasi Kemensos dalam upaya perbaikan data penerima bansos ini. Menurut Pahala, hal yang penting dalam penyaluran bansos yakni data penerima guna tepat sasaran.

"Kita apresiasi Kemensos untuk perbaikan data ini. Ke depan kita akan selalu dampingi ibu Kemensos karena awal dari ketidaktepatan pemberian itu data," ujarnya. (detikcom/d)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru