Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 07 Juli 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Dinsos Provinsi SU, Terdakwa Menangis Minta Para Saksi Berkata Jujur

Redaksi - Rabu, 10 Agustus 2022 09:52 WIB
646 view
Kasus Dugaan Korupsi di Dinsos Provinsi SU, Terdakwa Menangis Minta Para Saksi Berkata Jujur
Tribun Medan/Gita Nadia Putri br Tarigan
Mantan Kepala UPT Pelayanan Sosial Eks Kusta Dinas Sosial Belidahan-Sicanang, Christina Br Purba menangis di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (8/8/2022).  
Medan (SIB)
Pengadilan Tipikor Medan kembali menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi Pengadaan Makanan dan Minuman Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Eks Kusta pada Dinas Sosial Provinsi Sumut senilai Rp 875 juta, Senin (8/8).

Dalam sidang dengan terdakwa Christina Purba selaku mantan Kepala UPT yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada proyek pengadaan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aisyah dari Kejari Belawan menghadirkan empat bernama Tati, Sridewi, Syafri Sinaga dan Kadijah.

Keempatnya adalah Warga Binaan Sosial (WBS) pada Dinsos Provsu sebagai penerima bantuan makanan dan minuman.

Keterangan seluruh saksi saat diperiksa JPU Aisyah di hadapan majelis hakim yang diketuai Yusafrihardi Girsang pada intinya mengatakan, mereka menerima bantuan tersebut dengan rincian, orang dewasa masing-masing mendapatkan 15 Kg beras, dan setiap keluarga hanya dua orang anak yang ditanggung Dinsos dan itupun masing-masing anak mendapatkan 7,5 Kg per anak.

Sedangkan, untuk telur, para saksi mengakui hanya mendapatkan 10 butir setiap minggunya.

"Bukan 15 butir per minggu kan yang kalian terima sebagaimana yang dituangkan dalam kontrak yang dimenangkan CV Gideon Sakti (GS)," tanya jaksa Aisyah.

Lalu saksi Tati menegaskan hanya 10 butir yang diterimanya. "Hanya 10 butir per minggunya bu jaksa," jawab saksi Tati.

Mendengar jawaban para saksi atas pertanyaan jaksa, Penasehat Hukum terdakwa bertanya kepada saksi.[br]



"Coba kalian ingat-ingat lagi lah, mana yang benar. 15 kilo atau 7,5 kilo yang kalian terima untuk anak-anak. Karena keterangan saudara, makanya akuntan publik menyebutkan ada kerugian keuangan negara," tanya penasehat hukum.

"Ya itu kami ingat, itu yang kami ceritakan. Untuk anak-anak 7,5 Kg per bulan. Kami kan sudah disumpah memberikan keterangan ini," kata Tati menjawab.

Usai mendengar keterangan para saksi, lalu majelis hakim mengkonfrontir keterangan para saksi kepada terdakwa.

"Bagaimana terdakwa dengan keterangan saksi ini, mana yang benar, mana yang tidak," tanya Yusafrihardi kepada terdakwa. Lalu terdakwa menjawab sebagian keterangan para saksi tidak benar.

"Tolonglah saksi-saksi berkata jujur. Kami tidak pernah memberi yang berbeda. Artinya semuanya 15 Kg beras diterima untuk anak-anak, bukan setengahnya atau 7,5 Kg," ucap terdakwa sambil menangis.

Mendengar bantahan terdakwa, lalu hakim kembali bertanya kepada para saksi.

"Bagaimana saksi, apakah tetap pada keterangannya?" tanya hakim. Lalu seluruh saksi mengatakan tetap pada keterangan mereka.

Setelah pemeriksaan saksi, majelis hakim menunda sidang pada pekan depan dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi lainnya.

Seperti diketahui, di dalam dakwaan yang dibacakan JPU Aisyah dan Frisillia Bella dalam persidangan perdana beberapa waktu lalu, dijelaskan bahwa terdakwa Christina bersama-sama dengan terdakwa Andreas Sihite selaku Direktur CV GS diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 875 juta lebih.

Terdakwa Christina selaku KPA dan terdakwa Direktur CV GS selaku penyedia makanan dan minuman untuk WBS pada periode Mei hingga Desember 2018 dan periode yang sama di Tahun Anggaran(TA) 2019 didakwa bersama-sama mengurangi kuantitas makanan dan minuman untuk WBS periode Mei-Desember 2018 dan periode yang sama TA 2019.[br]



"Tahun 2018 UPT Pelayanan Sosial Eks Kusta Dinas Sosial Belidahan-Sicanang mendapatkan anggaran dari Pemprov SU sebesar Rp 4.062.450.000 untuk kegiatan Pengadaan Bahan Makanan dan Minuman untuk WBS," kata JPU.

Selanjutnya, Januari 2018 terdakwa Christina memerintahkan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
Timbang Lumban Raja, membuat Kerangka Acuan Kerja (KAK), Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi teknis.

Terdakwa juga memerintahkan Albine Sidabutar, staf UPT, untuk melakukan Survey Pasar sesuai Surat Perintah Tugas Nomor 460/48C/2018 tertanggal 08 Januari 2018 untuk melakukan penunjukan langsung (PL) terhadap pengadaan bahan makanan dan minuman untuk warga binaan sosial UPT Pelayanan Sosial Eks Kusta Dinsos Belidahan-Sicanang.

"Kemudian, tanggal 2 hingga 16 April 2018 dilaksanakan tender kegiatan Pengadaan Bahan Makanan dan Minuman untuk WBS," ujar jaksa.

Namun sejak Januari hingga April 2018 telah pula dilakukan Penunjukan Langsung sehingga Nilai Total HPS berubah menjadi Rp 2.708.255.056.

Menurut JPU, ada 34 perusahaan yang mendaftar untuk mengikuti lelang tersebut, namun yang memasukkan dokumen penawaran hanya 2 perusahaan, yakni CV Bonaventura Jaya dan CV GS.

Faktanya, kedua CV tersebut memiliki kemiripan, kesamaan dan adanya surat dukungan yang tidak sesuai dan tidak valid kebenarannya. Namun begitu, terdakwa Christina tetap menetapkan CV GS sebagai pemenang lelang.

"Semula, terdakwa Christina memerintahkan Timbang Lumban Raja selaku PPTK melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pembagian bahan makanan," kata JPU.

Tapi nyatanya, Timbang Lumban Raja tidak melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya selaku PPTK dengan alasan sakit.

Begitu juga, dokumen-dokumen seperti Berita Acara Pemeriksaan dan Penerimaan Hasil Pekerjaan Pengadaan Barang, Berita Acara Perhitungan Volume Pekerjaan, Kwitansi (tanda pembayaran), Surat Permintaan Pembayaran Langsung Barang dan Jasa (SPP-LS Barang dan Jasa), Surat Permintaan Pembayaran yang ditandatangani atas nama Timbang Lumban Raja, namun sebenarnya bukanlah tanda tangan asli Timbang Lumban Raja.[br]



"Selanjutnya terdakwa Christina dibantu Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) Rosmianty Sinaga dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Siswa Taufik Masduki, menggantikan Timbang Lumban Raja selaku PPTK dalam mengendalikan kegiatan pembagian Bahan Makanan dan Minuman bagi WBS," ucap jaksa.

Terdakwa Christina juga memerintahkan Rosmianty Sinaga untuk melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam surat pesanan dan menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/ pengujian.

Namun, Rosmianty Sinaga juga tidak melakukan pemeriksaan kualitas dan kuantitas bahan makanan dan minuman yang dibagikan kepada WBS dengan alasan tidak pernah mengetahui isi kontrak.

Terdakwa Christina juga memerintahkan Siswa Taufik Masduki untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan dan Penerimaan Hasil Pekerjaan Pengadaan Barang, pada Kegiatan Pengadaan Bahan Makanan dan Minuman WBS kepada Rosmianty Sinaga untuk ditandatangani guna pencairan anggaran.

Dalam pelaksanaannya, kata JPU, Mei-Desember 2018 terdapat perbedaan kuantitas atau jumlah bahan makanan dan minuman untuk WBS.

"Yaitu pengurangan bahan makanan dan minuman kepada kelompok anak-anak dan kelalaian dalam pembayaran atas realisasi kontrak, sebesar Rp 356.351.400, dan kelalaian membayar realisasi kontrak sebesar Rp 66.933.276," ujar jaksa.

Sedangkan periode Mei-Desember tahun 2019 terdapat pengurangan bahan makanan dan minuman sebesar Rp 383.001.525, dan kelalaian membayar Rp 38.490.900.

Menurut JPU, berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan Kantor Akuntan Publik Ribkha Aretha dan Rekan, perbuatan terdakwa Christina dan Andreas Sihite merugikan keuangan negara sebesar Rp 875.148.401.

"Perbuatan terdakwa melanggar pasal 2 dan 3 ayat (1) jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP," ujar JPU. (A17/c)







Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru